Opini

Rusaknya Bangunan Kepemimpinan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nilma Fitri S. Si

wacana-edukasi.com, OPINI– Belum tuntas kasus suami memukul istri di Depok yang videonya sempat viral, kasus KDRT terjadi lagi di Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, yaitu suami menusuk istrinya yang berjualan minuman probiotik.

“Kejadiannya hari Jum’at, perempuan itu ditabrak oleh suaminya kemudian ditusuk, kata Yogen Heroes Baruno Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Depok Ajun Komisaris Besar kepada wartawan (tempo.co, 8/11/2022).

Dari sumber berita yang sama, Tempo.co telah mencatat, ada tiga kejadian kasus KDRT di kota Depok dalam waktu sepekan terakhir. Kejadian pertama di kecamatan Tapos, mengakibatkan seorang anak meninggal dunia dan istrinya dalam kondisi kritis setelah dianiaya oleh seorang bapak yang mengamuk dirumahnya dan menyabetkan sebilah parang. Kasus kedua terjadi di kawasan Jalan Cilobak Raya, Pangkalan Jati, Cinere. Seorang pria tertangkap basah menganiaya istrinya yang disaksikan oleh anak mereka dan juga warga.

Tiga peristiwa yang menambah daftar kasus KDRT di Indonesia. Berdasarkan data KemenPPA, hingga Oktober 2022 telah terjadi 18.261 kasus KDRT, sebanyak 79,5% atau sekitar 16.745 korbannya adalah perempuan (metrotvnews.com, 4/10/2022).

Rusaknya Hierarki Kepemimpinan

Sungguh miris, tindakan kekerasan yang dilakukan laki-laki kepada istri dan anak mereka, seharusnya tidak boleh terjadi. Peran suami (atau ayah) dalam keluarga sejatinya adalah pemimpin dan pelindung bagi keluarga dan bukan sebagai pelaku tindakan kekerasan bagi orang-orang terdekatnya.

Masalah ekonomi sulit, perselingkuhan, budaya patriarki, campur tangan pihak ketiga, judi, dan perbedaan prinsip adalah beberapa faktor penyebab kekerasan keluarga mencuat ke permukaan. Ketidakmampuan suami dalam memberi nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga disebut-sebut sebagai faktor penyebab yang paling memdominasi.

Tidak berjalannya peran istri dan suami dalam keluarga, akan menghilangkan rasa saling membutuhkan, menjaga, dan menghormati di antara keduanya. Hal ini menjadi pemicu awal perselisihan kemudian disusul dengan faktor penyebab lain yang semakin memperparah kerusakan hubungan keduanya, sehingga tindakan kekerasan dalam keluarga pun tidak bisa dihindari.

Maraknya kasus kekerasan ini adalah bukti telah hilangnya sifat pemimpin (qowwamah) dalam diri laki-laki sebagai keluarga. Bahkan dalam satu kasus kekerasan yang berujung pada pembunuhan di Depok, merupakan potret buram rusaknya kepemimpinan keluarga. Sikap pelaku sebagai pemakai narkoba, dan tidak bisa menguasai rasa emosi atas perilaku istri yang tidak menghormatinya dan juga permintaan cerai, berujung pada hilangnya nyawa seorang anak juga penganiayaan kepada sang istri hingga kondisinya kritis.

Belum lagi kasus pemukulan di pinggir jalan yang videonya sempat viral. Hutang di bank dan ketidakpatuhan istri kepada suami adalah motif pemukulan dan kekerasan terjadi. Suatu perlakuan yang tidak layak dilakukan, bahkan peristiwa ini pun dibiarkan terjadi di hadapan anaknya yang akan membawa dampak pada psikis dan jiwanya. Di depan matanya sendiri, ibu yang ia sayangi mendapat kekerasan dari bapaknya.

Inilah realita di Indonesia, kasus kekerasan rumah tangga masih banyak terjadi dan tak kunjung bisa diatasi. Penganiayaan, pembunuhan dan kekerasan-kerkerasan yang terjadi telah menunjukkan bahwa fungsi pemimpin (qowwamah) telah hilang dari keluarga. Peran suami sebagai pelindung istri, dan peran ayah sebagai pelindung anak-anak telah berbalik arah menjadi ancaman bagi keduanya. Istri sebagai korban kekerasan telah menempati posisi yang sulit, dan anak buah hati cinta mereka menjadi sasaran kekerasan yang bermuara pada kematiannya.

Tidak ada usaha penyelesaian yang berarti. Sistem negara yang menganut asas kapitalisme sekularisme memberikan solusi yang tidak menyentuh akar permasalahan. Hingga kasus demi kasus terus terjadi, dan tak kunjung tuntas di atasi. Melalui UU No. 23 tahun 2004 yang berisi kebijakan publik untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga, malah memberikan solusi melalui kesetaraan gender karena hak asasi manusia. Dan faktanya pun hal ini masih belum berhasil menekan laju kekerasan dalam rumah tangga bahkan cenderung stagnan.

Kapitalisme dengan asas sekularismenya, memisahkan agama dari kehidupan dalah akar permasalahan dari maraknya kasus kekerasan yang terjadi. Sistem ini telah menghilangkan citra kepemimpinan seorang suami dalam keluarga. Isu-isu kesetaraan gender yang semakin tumbuh subur di bumi pertiwi, menuntut hak yang tidak pada tempatnya. Memporakporandakan hierarki kepemimpinan, mengailihfungsikan peran istri menjadi pihak yang mendominasi. Rasa hormat dan taat kepada suami bukan lagi sikap yang patut dilakukan, sehingga tidak dapat dipungkiri akan menjadikan istri sebagai korban kekerasan yang terus terjadi.

Lelaki adalah Pemimpin Keluarga

Itulah potret rumah tangga saat ini. Laiknya sebuah organisasi, sebenarnya keluarga pun memiliki memiliki hierarki kepemimpinan. Allah Swt. berfirman :

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka (TQS. An-Nisa: 34).

Kaum laki-laki telah ditunjuk oleh Allah Swt. sebagai qowwam atau pemimpin dalam rumah tangga. Di tangannyalah setiap kebijakan dan keputusan ada, dan istri serta anak-anak harus taat dan menghormati keputusannya.

Sayangnya tidak semua lelaki kemudian sanggup dan berani menegakkan qawwam pada istri-istri mereka. Istilah STI, Suami Takut Istri adalah bukti yang beredar di masyarakat. Sehingga kebijakan untuk keluarga diserahkan pada kehendak istri.

Padahal sikap pemimpin seorang suami adalah cerminan sebuah keluarga. Bila kepemimpinanya hilang bukan hanya menurunkan harga dirinya, tapi juga akan merusak figur ayah di mata anak-anaknya. Suatu indikasi lelaki yang tanpa emosi dan lemah jiwanya, tidak bisa menuntun istrinya dalam biduk rumah tangga.

Kondisi seperti ini bukan hanya menghilangkan hierarki kepemimpinan, tetapi juga hal yang dibenci oleh Allah Swt. karena telah menjadi laki-laki dayyuts.
Rasulullah saw. bersabda :

ثَلاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِمُ الْجَنَّةُ : مُدْمِنُ الْخَمْرِ ، وَالْعَاقُّ ، وَالدَّيُّوثُ ، وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ

“Tiga golongan yang Allah haramkan bagi mereka jannah: orang yang kecanduan khamr, pendurhaka kedua orang tua, dan lelaki dayyuts, dayyuts itu adalah yang tidak mempedulikan kemaksiatan di tengah istri dan anak perempuannya.”  (HR. Ahmad)

Sejatinya suami adalah pemimpin dalam keluarga wajib mempunyai sikap bijaksana dalam menentukan keputusan dalam setiap permasalahan yang dihadapi. Karena tanggung jawab setiap anggota keluarga berada di tangan suami. Suami lah sebagai pelindung yang memenuhi semua kebutuhan, dan memberikan kenyamanan bagi istri dan anak-anaknya tidak hanya di dunia tetapi juga sampai di akhirat.

Kesejahteraan keluarga juga tidak terlepas dari peran negara. Roda ekonomi sulit kesejahteraan keluarga menjadi pailit. Lapangan pekerjaan yang layak adalah sebuah jaminan bagi suami menafkahi keluarganya dengan layak. Pun sikap yang semestinya diambil oleh pemerintah terhadap isu-isu yang menghancurkan hierarki kepemimpinan keluarga seperti kesetaraan gender harus ditolak.

Begitulah semestinya hierarki kepemimpinan keluarga ditegakkan. Bersandar pada aturan Allah dalam mencari solusi setiap permasalahan dalam keluarga, akan berdampak pada terealisasinya keluarga sejahtera dan diridai Allah untuk semua lapisan maayarakat. Wallaahu a’lam bish showab.[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here