Oleh : Ajeng Erni S
wacana-edukasi.com, OPINI– Belum lama ini masyarakat digegerkan dengan adanya penemuan satu keluarga tewas membusuk di perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat. Dari hasil pemeriksaan dokter forensik, bahwa satu keluarga yang tewas itu sudah lama tidak mendapat asupan makanan maupun minuman. Karena terlihat dari otot-ototnya yang sudah mengecil.
Akan Tetapi, menurut keterangan warga dan kerabatnya tidak mungkin keluarga itu mengalami kekurangan sampai mengalami kelaparan. Menurut mereka ekonomi keluarga itu tergolong mampu, bahkan keluarga itu juga tidak pernah mengontrak rumah dan sempat memiliki kendaraan bermotor. Penyelidikan pun masih menyimpan teka-teki (Republika, 12/11/2022).
Dilansir dari Tribunnews.com, ketua RT setempat Asiung mengatakan bahwa keluarga itu sudah tinggal 20 tahun lebih, namun mereka tertutup dengan warga sekitar bahkan dengan kerabatnya pun jarang berkomunikasi. Saking tertutupnya kematiannya baru terungkap sekitar tiga minggu, ketika warga sekitar mencium bau busuk di rumah tersebut. Menurut Asiung, mereka itu memang dikenal tidak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar dan tidak pernah mengikuti kegiatan sosial di lingkungan RT, misalnya acara keagamaan (13/11/2022).
Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum bahwa pola hidup bertetangga di perumahan modern saat ini terlihat individualistis, tidak ada rasa peduli terhadap sesama. Pola seperti ini dipengaruhi cara pandang sekularisme kapitalisme yang rusak dan merusak, karena membuat kehidupan bermasyarakat dijauhkan dari aturan agama.
Dengan demikian, kehidupan yang jauh dari aturan agama akan menjadikan masyarakat yang miskin iman. Mereka akan melakukan aktivitasnya hanya untuk kepentingan dan kenyamanan diri sendiri.
Sifat masyarakat ini diperkuat juga oleh peran negara yang membiarkan model pembangunan perumahan kapitalistik yang cenderung eklusif. Termasuk rancangan pembangunan smart city yang berteknologi canggih, kecanggihan ini justru akan mengikis hubungan sosial dan nilai humanisme. kejadian ini juga menggambarkan lemahnya peran pemimpin umat dalam menumbuhkan rasa kepedulian terhadap masyarakat.
Inilah konsep bertetangga dan bermasyarakat ala sekularisme kapitalisme yang membawa bencana. Berbeda dengan Islam, perhatiannya terhadap tetangga sangat kuat karena dikaitkan dengan keimanan.
Konsep Bertetangga Dalam Islam
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk adab bertetangga pun sudah diatur oleh Islam. Imam Qurthubiy dalam kitabnya al-Jaam’i Li Ahkam al-Qur’an juz 5 hal 188 menjelaskan konsep bertetangga berdasarkan hadits hasan dari sebuah riwayat, bahwasanya Mu’adz bin Jabbal Radhiallahu anhu pernah bertanya kepada Rasulullah,
“Wahai Rasulullah, apa hak tetangga itu?” Rasulullah Saw. Menjawab, “Jika ia berhutang kepadamu maka berilah ia utang. Jika ia meminta bantuan, bantulah ia. jika ia membutuhkan sesuatu, berilah ia. Jika ia sakit maka kunjungilah. Jika ia mati, maka selenggarakanlah jenazahnya. Jika ia mendapat kebaikan, bergembiralah serta ucapkanlah suka cita kepadanya. Jika ia ditimpa musibah, turutlah sedih dan berduka. Janganlah engkau menyakitinya dengan api periuk belangamu (maksudnya jika kamu memasak jangan sampai baunya tercium tetangga), kecuali engkau memberi sebagian kepadanya. Janganlah engkau meninggikan bangunan rumahmu, agar bisa melebihi rumahnya, dan menghalangi masuknya angin, kecuali ada izin darinya. Jika engkau membeli buah-buahan, maka berikan sebagian buah-buahan itu kepadanya. Jika engkau tidak mau memberinya, maka masukkan ke dalam rumahnya dengan sembunyi-sembunyi, dan janganlah anakmu keluar dengan membawa satu pun buah itu, sehingga anaknya menginginkannya. Apakah kalian memahami apa yang aku katakan kepada kalian, bahwa hak tetangga tidak akan ditunaikan kecuali oleh sedikit orang yang dikasihi Allah?.”
Hadits ini hanya akan dipahami oleh individu dan masyarakat sebagai syariat Islam dalam bertetangga yang wajib mereka jalankan. Apabila aturan ini dijalankan, maka tidak akan dijumpai kejadian seperti kematian satu keluarga di kalideres. Karena mereka memahami hak-hak dan kewajiban dalam bertetangga, sehingga tidak akan dijumpai masyarakat yang individualis.
Syariat ini harus dipahami oleh individu, masyarakat dan negara. Maka, negara sebagai institusi pengurus umat akan menetapkan kebijakan terkait tata letak dan bangunan perumahan.
Salah satu contoh ketika sistem Islam menguasai wilayah Andalusia, perumahan di wilayah itu diatur menggunakan sistem blok seperti kluster perumahan pada masa modern. Satu blok terdiri dari delapan atau sepuluh bangunan rumah, pengaturan seperti ini menghasilkan kerapihan dan mengefektifkan pengamanan lingkungan. Selain kawasan pemukiman muslim, ada beberapa pemukiman non muslim yang dihuni oleh komunitas non muslim termasuk penganut yahudi dan nasrani.
Meskipun tempat-tempat ini terpisah tidak menghalangi masyarakat bersosialisasi, karena kehidupan sosial masyarakat Islam mencerminkan ayat Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13,
“Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan. Kemudian, kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling tertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Dengan demikian, terbukti bahwa hanya dalam sistem Islam hubungan sosial kemasyarakatan dapat terjalin dengan baik meskipun berbeda keyakinan. Wallahua’lam bishshawab.
Views: 76
Comment here