Opini

Jerat Pinjol Mahasiswa, Korban Kerusakan Sistemik

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Lely Novitasari

(Aktivis Generasi Peradaban Islam)

wacana-edukasi.com, OPINI– Tumbuh suburnya praktek penawaran pinjol di masa krisis ekonomi saat ini dilirik sebagian masyarakat sebagai solusi keuangan yang praktis. Tak dipungkiri banyak yang tergiur dan mengambil jalan pintas pinjol untuk mendapatkan modal atau sekedar memenuhi kebutuhan dasar.

Berita mengejutkan datang dari kalangan Mahasiswa banyak yang terjerat pinjol. Melansir media Republika, pengamat Keuangan Piter Abdullah menilai ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terjerat pinjol tak memiliki literasi pengetahuan tentang investasi, dimana mereka mengunakan dana pinjol untuk berinvestasi.

“Itu perilaku tamak, rakus yang tidak mau bekerja keras karena membuat pelaku (mahasiswa) spekulatif, apalagi kalau tidak didukung dengan kemampuan keuangan. Persoalan semakin ditambah karena mereka tidak memiliki literasi pengetahuan yang cukup,” ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (15/11/2022).

Ia melanjutkan, “Jadi, saya sangat menyayangkan terjadi di salah satu perguruan tinggi yang dikenal sangat bagus. Ini ada pergeseran nilai atau apa?”

Masih mengutip Republika, sampai saat ini terhitung 116 Mahasiswa IPB terjerat pinjol. Diduga mereka terpengaruh kakak tingkatnya untuk masuk ke grup Whatsapp usaha penjualan online. Mereka dirayu untuk investasi dengan janji keuntungannya 10% per bulan dengan meminjam modal dari pinjaman online.

Namun dalam perjalannya keuntungan yang diharapkan tak sesuai dengan informasi di awal. Yang terjadi justru lebih besar dana untuk membayar cicilan pinjol dibanding profit. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sudah lah terjerat pinjol, investasi yang diharapkan terindikasi bodong.

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim pun angkat bicara, “Mereka ditagih untuk segera melunasi utang-utangnya seperti kena ‘Jebakan Batman’,” ujar Rizal dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 November 2022 dilansir dari Tempo.co.

Dengan akses peminjaman yang mudah dan cepat, bertemu dengan tingginya kebutuhan membuat mahasiswa akhirnya tergiur untuk mencari jalan pintas ini. Kemudian permasalahan muncul sebab kurangnya ketersediaan peraturan dan kebijakan yang menekan kewajiban serta sanksi bagi pelaku usaha pinjol, ditambah kurangnya literasi konsumen.

Setali tuga uang, Mapolres Jember, Kamis, 14 Oktober 2021 mendapat laporan sekitar 70 mahasiswa Jember yang berasal dari sejumlah kota di Jawa dan luar Jawa, seperti Aceh dan Makassar sebagai korban dengan dugaan penipuan dan penggelapan dana yang tak sedikit.

Fenomena pinjol dan investasi menggambarkan orientasi materi telah menjebak mahasiswa hingga tak lagi berpikir logis dan kritis. Dengan begitu mudahnya kini mahasiswa terjerat pragmatis akut. Mirisnya ini terjadi di salah satu PTN favorit peringkat Top 450 dunia.

Akar Masalah Dunia Pendidikan

Sebagaimana program pendidikan yang diusulkan Bapak Nadiem Makarim dengan menerapkan kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka diharapkan dapat menjadi jawaban atas tuntutan link and match dengan Industri, dunia kerja, penelitian dan kebutuhan desa, kecamatan, kabupaten/ kota, provinsi, negara dan dunia.

Output dari program pendidikan tersebut menjadikan lulusannya bisa siap kerja dan terampil agar terserap dengan baik oleh industri ataupun dunia kerja. Namun di sisi lain sistem pendidikan yang berorientasi pada akreditasi ijazah agar mudah mencari lowongan kerja, melahirkan manusia yang materialistik, hedonistik dan individualistik.

Alih-alih melahirkan jiwa enterpreuner, target sistem pendidikan saat ini hanya akan melahirkan budak-budak para kapitalis. Akibatnya, negeri ini akan terus terjebak sekedar menjadi pekerja dan pasar industri raksasa.

Dari data statistik, jumlah entrepreneur negeri ini dilingkup Asia Tenggara saja Indonesia termasuk sangat rendah yaitu 3,47%. Angka ini masih kalah dengan Malaysia dan Thailand yang sudah mencapai 4% lebih, apalagi Singapura yang telah mencapai 8,76%.

Target Sistem Pendidikan dalam Islam

Islam sebagai agama komprehensif kehidupan, sudah pasti memiliki aturan dalam mengatur sistem pendidikan. Karena dengan pendidikanlah akan lahir manusia-manusia berkualitas sehingga mampu menunaikan tugas penciptaannya diatas muka bumi, yaitu Khalifatullahu fil ardh.

Dalam Islam, sistem pendidikan tidak hanya berorientasi untuk mencetak manusia yang cerdas dalam perkara mencari nafkah dan kreatif dalam konsteks materi duniawi. Jauh lebih tinggi dari itu, yaitu untuk menciptakan manusia yang juga memiliki akhlak mulia, sehingga ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang dimilikinya membawa berkah dan manfaat bagi manusia lain dan alam semesta secara umum.

Ketika Islam menjadi pondasi kehidupan secara umum, maka akan tercipta harmonisasi peradaban di berbagai bidang. Dunia usaha dalam menjalan bisnisnya akan mengedepankan aturan-aturan Sang Pencipta di atas profit. Mereka menyadari dan menghayati bahwa segala amal usahanya dan setiap sen yang didapatnya akan dimintai pertanggungjawaban di kehidupan abadi nanti.

Maka dalam sistem Islam, tidak akan menemukan pengusaha yang berani secara terang-terangan menjalankan bisnisnya menggunakan prinsip ribawi. Model bisnis menjijikkan ini, dimana memanfaatkan dan bahkan mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain adalah biang kerok kerusakan dunia perekonomian sebagaimana yang kita saksikan saat ini.

Kita juga tidak akan mudah menemukan pengusaha ala kapitalis hitam yang menjalankan bisnis dengan melakukan praktek suap menyuap, jebakan penuh tipu daya, monopoli dan semacamnya, karena syariat Islam telah memiliki aturan yang sangat mendetail mengaturnya perkara demikian.

Jadi, fenomena jebakan pinjol yang menimpa para mahasiswa tidak lain adalah buah dari penerapan sistem buatan manusia, dalam hal ini Kapitalisme, yang nyaris menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan.

Sistem inilah yang memproduksi manusia-manusia rusak, materialis dan individualis, yang hanya berorientasi pada pemuasan pemenuhan hawa nafsu. Akibatnya, kerusakan yang ditimbulkannya begitu massive, tidak hanya dalam sistem perekonomian, tapi juga kehidupan sosial secara umum dan dunia pendidikan khususnya.

Maka, secara argumentatif, berbagai problematika yang dihadapi umat manusia di abad milenium saat ini adalah disebabkan oleh kerusakan sistem yang sangat mendasar, sehingga solusinya pun harus mendasar pula. Jika tidak demikian, solusi yang lahir hanyalah sekedar tambal sulam, bersifat trial dan error sesuai kapasitas akal-akalan, yang justru akan menambah luas dan kompleks kerusakan yang terjadi. Muaranya adalah perpanjangan penderitaan umat manusia secara umum.

Wallahu a’lam bishshowaab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here