Oleh : Nilma Fitri S.Si.
wacana-edukasi.com, OPINI — Fantastis. Sanksi pelanggaran Undang-undang di Rusia terkait promosi propaganda LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) kepada anak-anak dan segala usia, termasuk orang dewasa, dikenakan denda mencapai 400.000 rubel atau sekitar Rp 103 juta untuk individu dan hingga 5 juta rubel (Rp 1,2 miliar) untuk badan hukum. Begitupun Warga Negara asing (WNA) dapat menghadapi 15 hari penangkapan dan pengusiran dari Rusia.
Dikutip dari okezone.com, 25/11/2022, parlemen Rusia pada kamis, 24/11/2022 telah menyetujui RUU tentang larangan memperluas “propaganda LGBT” dan membatasi “demonstrasi” perilaku LGBT. Dengan suara bulat, undang-undang tersebut telah didukung oleh anggota Duma Negara, majelis rendah parlemen Rusia. Anggota parlemen mengatakan hal tersebut, demi membela nilai-nilai tradisional “dunia Rusia” dan melawan dunia barat liberal.
Menurut Alexander Khinstein, salah satu perancang RUU tersebut, LGBT merupaan elemen perang hibrida di mana kita harus melindungi nilai-nilai kita, masyarakat kita, dan anak-anak kita. Sehingga LGBT yang dipraktikkan oleh lesbian, pria gay, biseksual, dan transgender dapat lenyap dari kehidupan publik sama sekali.
Sungguh suatu keputusan yang tegas dari Pemerintah Rusia. Sebagai negara yang terkenal dengan penganut Ateisnya cukup besar yaitu 13%, dan Kristen 47.4% (id.m.wikipedia.org) menyadari bahwa perilaku LGBT tidak akan melahirkan sebuah keluarga. “Ini semua tentang keluarga. Keluarga adalah laki-laki dan perempuan dan anak-anak,” ungkap Kedutaan Rusia. Cuitan ini juga disertai dengan ilustrasi foto bendera pelangi berlapis garis merah dalam lingkaran merah yang menunjukkan bahwa LGBT itu dilarang di Rusia (detiknews.com, 29/11/2022).
Ketegasan pemerintah Rusia pun dibuktikan dengan ketidak-bergemingnya mereka terhadap pemanggilan dan penolakan Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Kanada, Oleg Stepanov oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Kanada. Dan juga sebutan untuk rusia sebagai “pemilih proaganda kebencian” yang disematkan oleh wakil direktur komunikasi Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly, Emily Williams karena digulirkannya UU anti LGBT ini.
Keputusan Rusia ini hendaknya menjadi renungan bagi Indonesia. Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, belum mampu menjadikan alasan untuk menolak LGBT secara tegas. Padahal, ajaran agama lainpun juga tidak membenarkan perilaku ini. Namun masih saja Indonesia bersikap acuh tak acuh terhadap propaganda LGBT.
Indonesia Menyikapi LGBT
Di satu sisi sebagian besar masyarakat Indonesia menolak LGBT, tapi di sisi lain negara tidak pernah menerapkan aturan tegas yang mengatur perilaku LGBT. Undang-undang hukum pidana pasal 495 misalnya, dikaitkan merupakan pasal untuk LGBT karena di dalamnya berisi tentang pencabulan sesama jenis, tetapi isi kebijakannya sebenarnya lebih mengarah pada kekerasan seksual.
Tim perumus RKUHP terkait pasal ini juga sempat menerima masukan agar larangan LGBT diatur dalam pasal tersendiri dan tidak digabung dalam delik pencabulan. Namun masukan ini tidak disetujui dengan alasan negara tidak ingin mengatur terlalu jauh ranah privat seseorang.
Begitulah faktanya di Indonesia, walaupun banyak masyarakat Indonesia menyadari bahwa LGBT adalah perbuatan amoral, sangat berbahaya dan mengancam individu serta masyarakat, tetapi masih banyak juga masyarakat yang mengakui perilaku mereka adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dilindungi. Bahkan negara dianggap mengintervensi hak dasar warganya jika kebijakan yang dikeluarkan menyelisihi perilaku mereka, dengan alasan negara tidak mengakui adanya perbedaan orientasi seksual dari rakyatnya.
Sehingga propaganda kaum LGBT semakin masif dilancarkan. Pergerakan mereka juga sampai merambah ke dunia maya. Mereka dengan aktif mengkampanyekan perilakunya. Situs-situs komunitas LGBT yang mereka buat telah berhasil merekrut anggota hingga mencapai ribuan orang. Lantas bukanlah hal aneh, apabila kemudian mereka juga menuntut pengakuan negara terkait perkawinan mereka. Padahal tuntutan mereka sangat bertentangan dengan hukum UU Perkawinan di Indonesia No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya dilakukan antara laki-laki dan perempuan, bukan yang sejenis.
Pun perumusan sanksi pidana terhadap LGBT. Pada perjalanannya, sempat menimbulkan keributan dan penundaan. Sampai saat ini, RUU KUHP terkait pasal pidana LGBT masih terus digodok dalam dapur DPR, walaupun sudah beberapa kali masuk program legislasi nasional tapi masih saja belum ada ketegasan untuk diterapkan.
Lagi-lagi suara yang mereka katakan minoritas, menuntut pemerintah tidak sepatutnya mempidanakan seseorang karena orientasi seksualnya. Hal ini mereka katakan sangat bertentangan dengan konstitusi Indonesia yang menjamin perlindungan individu tanpa rasa diskriminasi. Staf Respon dari Crisis Response Mechanism (CRM), konsorsium yang berfokus pada penanganan krisis bagi kelompok minoritas seksual dan gender, Riska Carolina menyebut bahwa RUU ini adalah agenda politik dari Menkopolkam, Mahfud MD yang mengarahkan masyarakat pada kebencian terhadap kelompok LGBT.
Menanggapi pro dan kontra yang terjadi di masyarakat tentang hal ini, Menko Polkam, Mahfud MD menyebut, “Kan sudah 63 tahun dibahas, menunggu semua orang setuju, nggak selesai. Menurut saya, ya sudah. Kalau tidak sesuai, nanti dicoret oleh MK. Sudah biasa.” (dw.com, 20/5/2022). Sebuah perjalanan yang sangat panjang dan menguak fakta bagaimana negara menyikapi isu dan propaganda LGBT. Sudah semestinya, kita rakyat Indonesia merenung dan mewaspadai, ternyata momok LGBT tidak kunjung terselesaikan.
Karena Indonesia saat ini telah menjadi masyarakat yang semakin liberal. Para pegiat LGBT semakin mudah mengekspos perbuatannya secara terbuka. Secara nyata, propaganda yang dilakukan kaum LGBT ini sebenarnya merupakan agenda dunia barat sebagai taktik perang modern, demi menguasai suatu bangsa tanpa harus melakukan invasi militer. Suatu bentuk penjajahan baru yang merubah dominasi militer menjadi dominasi politik dan budaya. Dan inilah bentuk dari perwujudan dominasi penyebaran kapitalisme, menggunakan isu HAM agar dapat menarasikan hak-hak LGBT di dunia.
Agenda barat ini berhasil diidentifikasi oleh Rusia. Untuk mengantisipasi dan membela moralitas bangsa Rusia terhadap apa yang dianggap sebagai nilai-nilai dekaden “non-Rusia” yang dipromosikan oleh Barat, Rusia berhasil menetapkan UU tindak pidana bagi LGBT sebagai perlawanannya terhadap dunia barat liberal.
Muslim Indonesia Bersikap
Bagaimana dengan Indonesia? Mayoritas penduduknya beragama Islam, tapi masih belum mampu memberikan ketegasan terhadap isu LGBT. Sementara itu, propaganda LGBT juga telah menyasar terhadap ayat Al-Qur’an. Mereka berusaha mencari legitimasi dalil Al-Qur’an untuk memelintir maknanya. Sebagai contoh dalam QS. Ar-Rum: 21, mereka berdalih tidak adanya penjelasan berpasang-pasangan soal jenis kelamin biologis, yang ada hanyalah soal gender. Artinya, berpasangan itu tidak mesti dalam konteks hetero, melainkan bisa homo, dan bisa juga lesbi.
Padahal Islam secara jelas mengharamkan perilaku LGBT dengan berbagai ragam bentuknya, Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Termasuk keharaman juga mentoleransi perilaku mereka atas nama HAM bahkan dan bagi mereka yang turut mengkampanyekan dan menyebarkan secara masif ide-ide mereka.
Setiap manusia semestinya wajib menolak LGBT. Sudah terpampang jelas dampak ancaman LGBT bagi manusia. Memutus kelestarian hidup manusia dan menyumbang penyakit-penyakit menular dan berbahaya. Infeksi HIV/AIDS, Sarkoma Kaposi (KS), hingga cacar monyet sudah cukup menjadi alasan bahwa LGBT sangat layak dihentikan.
Bagi seorang muslim, keimanannya kepada Allah adalah pijakan kuat menolak perilaku yang menyimpang ini. Larangan Allah terhadap suatu perbuatan, adalah indikasi adanya akibat buruk bagi manusia. Barangsiapa yang menyetujui perilaku menyimpang LGBT, maka dia telah siap menerima keburukan yang akan menimpanya di dunia dan mendatangkan azab bagi dirinya di akhirat.
Allah Swt. telah memberikan peringatan akan azab dunia kepada pelaku LGBT, seperti yang ditimpakan kepada kaum Nabi Lut yang homo. Bumi tempat mereka berpijak dibalikkan hingga mereka berjatuhan, kemudia mereka dilempari batu yang membakar (QS. Al-Hud: 82-83). Inilah azab dunia bagi kaum yang tidak mengindahkan larangan Allah Swt.
Ketika Islam menetapkan keharaman suatu perbuatan, Islam juga memiliki solusi mengatasi masalah ini. Tidak hanya langkah untuk mengatasi problematika besar ini, tetapi juga ada tuntunan pencegahan munculnya penyimpangan orientasi seksual manusia yang lengkap dijelaskan dalam Hukum Syariat Islam.
Penegakan larangan dan keharaman terkait LGBT dalam Islam adalah demi menjaga kemuliaan manusia. Penetapan larangan juga disertai sanksi tegas bagi pelaku LGBT. Hal ini adalah jaminan agar perilaku menyimpang ini tidak terulang kembali dan menular kepada manusia lain. Inilah cara tuntas mencabut perilaku LGBT hingga ke akarnya dalam Islam. Sehingga kemaslahatan ummat dapat dicapai.
Begitulah Islam menjaga kehormatan manusia, memelihara keturunannya, dan memelihara jiwa manusia. Agar manusia tetap menjadi makhluk ciptaan Allah yang mulia dan paling sempurna di muka bumi. Sudah semestinya manusia senantiasa menyandarkan perbuatannya pada aturan Pencipta, Yang Maha Tahu setiap kebaikan dan keburukan bagi makhluk ciptaan-Nya yang bernama manusia.
Bagi seorang muslim keyakinan akan hukum Allah sebagai hukum terbaik semestinya selalu dipegang dengan sepenuh hati dan dijalankan dengan segenap jiwa. Sudah saatnya Indonesia harus bergeming, melangkah pasti menerapkan hukum Islam dari Allah Swt. Karena di dalam syariat pasti banyak maslahat untuk manusia. Wallaahu a’lam bish shawab.[]
Views: 42
Comment here