wacana-edukasi.com, OPINI– Penguatan Profil Pelajar Pancasila menjadi program unggulan pemerintah bersama Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pusat Penguatan Karakter dalam mendidik pelajar agar mereka senantiasa berkarya dan berkarakter kebhinekaan Program penguatan ini ditancapkan di semua lini dari setiap generasi dan lintas bidang profesi, termasuk PAUD yang merupakan institusi penting pencetak generasi berkarakter di masa emas pertumbuhan anak. Sehingga penting untuk memahamkan guru PAUD mengenai 6 poin Profil Pelajar Pancasila.
Dikutip dari cerdasberkarakter.kemendikbud.go.id, 6 poin profil pelajar Pancasila, diantaranya:
1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia. Dimana pelajar yang berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan YME, memahami ajaran agama dan kepercayaannya, serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari. Adapun elemen kunci dari poin pertama ini adalah; akhlak beragama, pribadi, kepada manusia, kepada alam dan bernegara.
2) Berkebhinekaan global, yaitu mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan indentitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain. Sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen kunci dari poin kedua ini adalah; mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, serta refleksi dan tanggungjawab terhadap pengalaman kebhinekaan.
3) Gotong royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela dengan kunci kolaborasi, kepedulian dan berbagi
4) Mandiri, yaitu bertanggungjawab atas proses dan hasil belajarnya dengan elemen kunci regulasi dan kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi.
5) Bernalar kritis, yaitu mampu secara objektif memproses informasi (kualitatif dan kuantitatif), membangun keterkaitan, menganalisa, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen kunci bernalar kritis, diantaranya; memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, kemudian mengambil keputusan.
6) Kreatif, yaitu mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat dan berdampak. Elemen kunci dari poin ini; menghasilkan gagasan, karya dan tindakan yang orisinal.
6 poin yang ditanamkan kepada PAUD dan institusi pendidikan lainnya sebagai poin Profil Pelajar Pancasila, merupakan program lintas disiplin ilmu yang kontekstual dan berbasis pada kebutuhan dunia kerja. Ini adalah bentuk kapitalisme pendidikan. Menurut Francis X Wahono dalam “Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetisi dan Keadilan” tahun 2001 , kapitalisme pendidikan adalah ketika arah pendidikan dibuat sedemikian rupa sehingga pendidikan menjadi pabrik tenaga kerja yang cocok untuk tujuan ekonomi kapitalis tersebut.
Dengan diterapkannya program Profil Pelajar Pancasila pada PAUD, telah jelas bahwasannya negara menginginkan penanaman nilai-nilai sekular kapitalisme sejak dini. Menjadikan calon generasi berkarakter bak mesin industri. Sebagaimana saat ini dunia sedang dikuasai oleh para capitalist, maka tuntutan global harus diaruskan sesuai dengan kebutuhan kapitalisme global. Ibarat pasar, sehingga dalam segala aspek kehidupan terutama pendidikan termasuk profil pelajar harus sesuai dengan kebutuhan pasar. Dan penanaman pemahaman kapitalisme sejak dini merupakan jaminan jangka panjang bagi keberlangsungan kehidupan kapitalis. Sesuai arahan pemimpin, bukan? “Kerja! Kerja! Kerja! Pasti Lulus, Pasti Kerja! “. Lantas bagaimana dengan moral para pelajar? Cukupkah Profil Pelajar Pancasila mengatasi bullying, narkoba, pergaulan bebas dan buruknya akhlak jika yang ada di kepala hanya materi/keuntungan?
Selain itu, kembali pada pengertian kapitalisme itu sendiri, yang memisahkan agama dari kehidupan, juga ciri khasnya yang memusuhi ideologi lain yang tidak sejalan, terutama Islam. Yang mana Islam memiliki aturan yang memuliakan manusia yang dinilai oleh para kapitalis adalah penghambat bagi mereka untuk mendapatkan materi. Sehingga untuk menjamin keberlangsungan kapitalisme di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia, mereka ciptakan moderasi dengan sebutan Islam moderat. Meyakinkan kepada khalayak bahwa Islam cukup sebagai ibadah ritual kepada Allah, bukan untuk diterapkan di segala aspek kehidupan atau bersiap dengan sebutan radikal, fanatik, mabuk agama, kadrun, bahkan mengkriminalisasi dengan sebutan teroris.
Tetapi dengan adanya stigma ini, berarti mereka (kapitalis) menganggap Islam adalah lawan yang kuat. Mereka sudah tahu bahwa hanya Islam yang mampu menenggelamkan mereka. Jika Islam bangkit sebagai sistem kehidupan, maka kebinasaan bagi mereka. Itulah sebab kapitalisme begitu memusuhi Islam. Karena tidak mungkin melenyapkan Islam, maka mereka ciptakan Islam moderat. Menghasut kaum muslim dengan memanfaatkan para pemuda yang merupakan agents of change melalui program-program kapitalisasi di setiap lini termasuk pendidikan. Inilah New Growth Theory (teori pertumbuhan baru) ala kapitalis. Joseph Cortright dalam “New Growth Theory, Technology and Learning: A Practitioner’s Guide” menyebutkan bahwa New Growth Theory/ Endogenous Growht Theory adalah teori dimana ilmu pengetahuan dan teknologi dijadikan sebagai penggerak produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Mereka menilai ‘pasar’ dalam dunia ilmu pengetahuan memiliki dinamika persaingan yang berbeda jika dibandingkan dengan pasar barang dan jasa. Karena pasar pengetahuan akan terus meningkat seiring meningkatnya kreativitas manusia (tetapi dengan biaya marjinal/tambahannya yang terus menurun), pangsa pasar besar dengan keuntungan tertinggi.
Sehingga nampak jelas dari sini, bukan pemuda tangguh sebagaimana pengertian tangguh yang sebenarnya yang mereka ingin ciptakan, melainkan pemuda tangguh pengokoh industri kapitalisme. Itulah yang mereka inginkan terhadap pemuda saat ini, termasuk pemuda muslim. Apalagi jika ditanamkan sejak usia dini, maka semakin kuat bercokolnya.
Bagaimana pemuda tangguh bisa tercipta jika yang terjadi adalah memusuhi ideologi (Islam) pencetak pemuda tangguh itu sendiri? Maka dari itu, tugas guru sebagai pencetak generasi dalam kolam kapitalisme amatlah berat. Di sisi lain mereka menginginkan perubahan menuju pendidikan ideal, tetapi di sisi lain mereka harus tunduk pada kebijakan pasar global.
Untuk menciptakan pemuda yang tangguh, maka diperlukan pula guru yang tangguh yang berani melawan arus kapitalisme dengan bekal keimanan dan ketakwaan kepada Allah Azza Wa Jalla mengupayakan pendidikan Islam dengan cara membangun kepribadian islami, yakni pola pikir dan jiwa yang tertaut pada syari’at.
Guru yang mempersiapkan anak-anak kaum muslim agar di antara mereka menjadi ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu keislamannya terkait ijtihad dan fiqh, maupun di berbagai bidang sains dan teknologi. Menggunakan kurikulum ajar yang berbasis aqidah Islam baik dari segi materi ajar, pendekatan, model metode dan assesment pembelajaran. Menggunakan strategi pendidikan yang membentuk pola pikir (akliyah) dan pola jiwa (nafsiyah) yang Islami, sehingga secara alami akan mencetak generasi tangguh.
Namun hal ini harus didukung dengan adanya lingkungan yang islami. Apakah ilmuwan muslim seperti al-Khindi yang menulis banyak karya metafisika, etika, logika, psikologi, farmakologi, matematika, astrologi, optik dll bisa tumbuh dan berkembang di tengah kapitalisme? Tentu tidak. Al-Khindi hidup di daulah Islam era Abbasiyah dengan sistem Islam yang mendukung pendidikan sebagai kebutuhan primer rakyat yang harus dijamin perkembangannya. Hanya sistem pendidikan Islam yang mampu melahirkan generasi terbaik. Oleh karenanya, sembari mempersiapkan pemuda tangguh, harus dipersiapkan pula lingkungan yang mendukung pendidikannya, yaitu lingkungan dalam negara yang berasaskan hanya Islam.
Views: 9
Comment here