Oleh Marlina
(Santri PIRT Khodimus Sunnah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Lebih dari satu bulan gempa telah memporak-porandakan salah satu wilayah di Cianjur. Gempa berkekuatan 5,6 magnitudo ini telah mengakibatkan korban meninggal dunia menjadi 635 orang. Data itu didapat setelah tim SAR gabungan menemukan tiga jenazah korban tertimbun longsor (republika.co.id, 20/12/2022)
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan lebih dari 8.300 warga telah menerima dana stimulan tahap pertama untuk membenahi rumah mereka. Namun sampai saat ini, masyarakat yang terkena gempa masih bertahan di tenda-tenda pengungsian dengan fasilitas seadaanya.
Rumah warga mayoritas rusak sehingga mereka belum berani kembali ke rumah masing-masing ditambah gempa susulan yang terus berulang. Meski tidak sebesar gempa pertama namun warga masih merasakan guncangannya. Salah satu warga mengatakan belum bisa membenahi rumahnya yang rusak. Sebab, dana stimulan dari pemerintah belum turun mengingat proses verifikasi kondisi rumah warga masih berlangsung. Sebelumnya, pemerintah menjanjikan dana bantuan sebesar Rp60 juta untuk rumah rusak berat, Rp30 juta untuk rumah rusak sedang dan Rp15 juta (tempo.co, 31/12/2022).
Terlambatnya pencairan dana stimulan disebabkan karena proses pendataan yang tidak akurat sehingga warga harus didata ulang. Warga merasakan keresahan dan ketidakpastian apakah mereka akan terdampak relokasi ataukah tidak, mengingat Cibeureum termasuk desa yang dilewati patahan sesar aktif Cugenang.
Kondisi warga yang mengungsi hidup dalam keadaan jauh dari layak. Sebagian warga terutama balita mengalami sakit demam, batuk dan gatal-gatal. Meskipun untuk kebutuhan makan dan minum terpenuhi namun kondisinya jauh seperti di rumah sendiri. Kondisi ini mau tidak mau membuat warga jenuh karena belum bisa melakukan apa-apa. Untuk membangun rumah belum ada kepastian relokasi karena dana stimulan juga belum semua turun.
Melihat kondisi warga yang hingga kini masih terkatung-katung dalam ketidakpastian tanpa kejelasan relokasi mengakibatkan penanganan korban gempa tidak optimal. Negara seharusnya melakukan tindakan cepat dalam melakukan relokasi agar kondisi mereka segera membaik dan bisa hidup normal seperti sedia kala. Karena kondisi normal bukan saja mengembalikan mereka ke rumah-rumah mereka saja namun membantu mereka yang masih anak-anak terutama balita hidup dengan kondisi baik.
Dampak berat karena lamanya tinggal di pengungsian mengakibatkan sebagian warga mengalami masalah kejiwaan. Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur menemukan bahwa ada 61 pengungsi dari 16 kecamatan mengalami gangguan kejiwaan, 21 orang di antaranya dinyatakan mengalami gangguan jiwa berat. Bahkan, ada tiga orang yang harus dirujuk ke rumah sakit jiwa karena menunjukkan gejala yang serius (Kumparan, 22/12/2022).
Oleh karena itu, kesigapan pemerintah dalam penanganan bencana adalah perkara penting yang harus segera dilakukan. Mengabaikan penanganan ini merupakan kedzaliman besar terhadap warga masyarakat. Sungguh tidak pantas saat warga terkena musibah, salah satu pejabat tinggi justru mengadakan acara temu sukarelawan di Gelora Bung Karno. Kemeriahan dan suka cita acara seolah mengalihkan kewajiban utamanya sebagai pengurus rakyat. Namun tidak usah heran karena begitulah realitas penguasa di negeri ini.
Penguasa bukan terkait posisi seseorang dengan pangkat dan jabatan tertentu. Pada hakikatnya, penguasa adalah pelindung yang punya kewajiban mengurus dan bertanggung jawab atas rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin masyarakat adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Penguasa yang lalai mengurus rakyatnya maka ia adalah penguasa yang berdosa karena tidak amanah. Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seseorang yang diberi amanah mengurusi rakyatnya, lalu tidak menjalankannya dengan penuh loyalitas, melainkan dia tidak mencium bau surga.” (HR Bukhari).
Yang harus dilakukan saat ini, penguasa dalam hal ini pemerintah harus segera mengevakuasi warga yang terkena gempa agar segera mendapatkan perawatan medis secara layak. Pemerintah juga harus segera menyediakan tempat pengungsian layak dengan fasilitas yang mampu memenuhi kebutuhan dasar warga baik fisik maupun psikis, mempercepat proses pembersihan puing reruntuhan serta segera merelokasi warga ke tempat baru yang dinilai aman.
Hal yang juga harus dipikirkan oleh penguasa adalah aspek pencegahan, yaitu membangun infrastruktur tahan gempa. Pada kenyataannya rumah-rumah warga dibangun tanpa melihat dari sisi bangunan yang mampu bertahan dari guncangan gempa. Realitasnya, hari ini mayoritas infrastruktur dibangun tanpa memperhitungkan aspek tahan gempa.
Abad lalu penguasa Khilafah Utsmaniah berhasil membuat bangunan yang tahan terhadap gempa. Seorang arsitek, Mimar Sinan mampu membangun masjid dengan konstruksi beton bertulang yang kokoh, serta pola-pola lengkung berjenjang sehingga dapat membagi dan menyalurkan beban secara merata. Bagitu juga infastruktur lainnya seperti saluran air, sarana transportasi dll.
Sosok penguasa yang berkarakter demikian akan terwujud apabila diterapkan sistem yang bisa mencetak sosok pemimpin berkarakter amanah dan bertanggungjawab. Pemimpin yang benar-benar ingat akan dosa jika melalaikan pengurusan terhadap rakyatnya. Juga pemimpin yang takut akan siksa di akhirat jika rakyatnya terdzalimi. Pemimpin itu ada dalam aturan Islam yang Allah perintahkan bukan pada aturan sekarang yang mengedepankan pencitraan namun lupa akan kewajiban.
Wallahu a’lam bish showab
Views: 6
Comment here