Surat Pembaca

Sulitnya Jaminan Halal dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Tren manakan dan minuman terus berkembang mengikuti zaman. Para produsen seakan berlomba-lomba menciptakan suatu produk yang memikat masyarakat untuk kemajuan usahanya. Tetapi, banyak dari para pelaku usaha ini terkesan abai, pasalnya mereka memasarkan produknya tanpa mengantongi sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) kementrian Agama.

Berbagai macam kendala yang dialami para pelaku usaha, menyebabkan mereka belum mengantongi sertifikat halal untuk produknya. Tak memiliki izin sertifikat halal bukan berarti menghentikan mereka, nyatanya ada beberapa produsen terkesan abai dengan peraturan tersebut dan tetap mendistribusikan produk usahanya di pasaran. Padahal adanya sertifikat halal menunjukkan layak atau tidaknya suatu produk itu beredar di pasaran.

Di Indonesia banyak makanan dan minuman baik dari dalam maupun luar negeri yang belum bersertifikat halal beredar luas di pasaran. Lebih dari 90 persen produk Indonesia belum mempunyai sertifikat halal. Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan, produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk lain yang telah mendapatkan sertifikat halal hanya 3.742 produk dari total sekitar 2,5 juta produk.

“Produk yang memiliki sertifikat halal persentasenya masih sangat kecil dibandingkan dengan seluruh produk yang beredar di Indonesia,” kata Fahmi. (Kontan.co.id, 11/1/2023)

Selain itu, banyak cafe dan restoran yang belum memiliki sertifikat halal pun diizinkan untuk membuka gerainya diberbagai penjuru daerah. Para pengusaha terkesan dibebaskan untuk mengembangkan usahanya tanpa harus mengurus terlebih dahulu berbagai dokumen kelengkapan usaha seperti adanya sertifikat halal untuk produk yang dipasarkannya.

Indonesia, negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, namun pada kenyataannya di negeri ini permasalahan makanan dan minuman halal terkesan belum jelas. Banyaknya produk yang belum mengantongi sertifikasi halal membuat kaum muslim harus sangat hati-hati dalam memilih jenis makanan dan minuman. Masyarakat muslim harus wara dalam memilih makanan dan minuman untuk dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari supaya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bahan non halal di dalamnya. Kehalalan setiap makanan yang dikonsumsi oleh setiap muslim merupakan kunci paling utama untuk keselamatan‎ hidup di dunia dan akhirat.

Sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia tidak bisa menyelesaikan berbagai macam problematika kehidupan, termasuk menjamin kehalalan makanan dan minuman untuk para rakyatnya. Para produsen dijadikan sumber dana dimana ketika mereka ingin mendapatkan sertifikasi halal, mereka dibebankan dengan berbagai macam biaya yang harus mereka tanggung. Hal tersebut menyebabkan banyak para pemilik usaha belum mendaftarkan produknya dengan alasan biaya dan lain sebagainya.

Sistem kapitalisme yang diterapkan tidak bisa mengontrol berbagai produk pangan yang ada di dalam negeri. Alih-alih melindungi rakyatnya dari makanan dan minuman yang belum jelas kehalalannya, para petinggi dalam sistem kapitalis justru terkesan abai akan tanggung jawabnya tersebut. Padahal sertifikasi halal merupakan tanggung jawab negara untuk melindungi rakyatnya. Inilah salah satu bukti bahwa sistem kapitalisme adalah sistem yang gagal.

Sistem yang tidak bisa melindungi rakyatnya. Berbeda dengan sistem Islam. Sistem yang telah terbukti bisa mensejahterakan rakyat, memberikan rasa aman dan nyaman serta mampu melindungi seluruh rakyatnya. Hanya sistem Islamlah yang mampu menyelesaikan berbagai macam problema kehidupan manusia, wallahualam

Siti Suryani, S.Pd.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 46

Comment here