Oleh Ilma Mahali Asuyuti
wacana-edukasi.com, OPINI— Remaja hamil di luar nikah sepertinya sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat saat ini. Maraknya pergaulan bebas membuat para remaja tidak lagi mempunyai rasa malu atas kemaksiatan yang mereka lakukan secara terang-terangan. Sementara pada sistem hukum saat ini tidak ada sanksi bagi para pelaku, sehingga tidak ada lagi rasa takut mereka terhadap Allah yang melihat dan menghitung perbuatan-perbuatan mereka.
Seperti dilansir dari cnnindonesia.com, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan pernikahan dini berdampak pada kesiapan remaja, baik secara mental ataupun fisik.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi merespons kabar ratusan pelajar yang masih berusia anak-anak hamil di luar nikah di Ponorogo, Jawa Timur (Jatim).
Ia mengatakan mental anak remaja usia sekolah SMP hingga SMA belum siap untuk menghadapi masa kehamilan.
“Menjadi perhatian kita bersama tentunya baik orang tua, sekolah, serta tentunya alim ulama. Pernikahan dini tentunya akan berdampak terhadap kesiapan remaja, baik secara mental maupun fisik,” kata Nadia saat dihubungi, Jumat (13/1).
“Organ reproduksi sudah siap tapi secara mental untuk kehamilan remaja SMP dan SMA belum siap,” sambungnya.
Sebelumnya diberitakan setidaknya ada ratusan anak berstatus siswi SMP dan SMA hamil di luar nikah di wilayah Ponorogo, Jawa Timur. Temuan ini terungkap setelah para siswi ramai-ramai mengajukan permohonan dispensasi untuk melakukan pernikahan ke Pengadilan Agama Ponorogo.
Pihak Pengadilan Agama Ponorogo merinci jumlah siswi yang mengajukan dispensasi nikah mencapai ratusan. Bahkan pada pekan pertama 2023 pihaknya menerima tujuh permohonan dispensasi.
Merespons hal tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menganggap kabar ratusan pelajar yang masih berusia anak-anak hamil di luar nikah di Ponorogo sebagai kondisi yang memalukan.
“Berita tentang adanya ratusan anak di Ponorogo Jawa Timur hamil di luar nikah jelas sangat mengejutkan dan memalukan kita sebagai bangsa,” kata Anwar dalam keterangannya, Jumat (13/1).
Anwar merefleksikan fenomena ini sebagai tanda gagalnya mendidik anak-anak Indonesia untuk memiliki akhlak dan budi pekerti baik. Kesalahan ini tidak bisa dipikul sendirian oleh pihak sekolah dan orang tua, melainkan kepada masyarakat dan pemerintah.
“Karena selama ini kita semua lihat hanya sibuk memikirkan masalah ekonomi dan politik saja dan abai terhadap masalah agama dan budaya yang harus tanamkan dengan baik kepada anak-anak kita,” kata dia. Seperti dilansirCnnindonesia.com, Jumat, (13/1/2023).
Hal ini bisa terjadi akibat gagalnya pendidikan saat ini yang ada di rumah (orang tua), lingkungan, sekolah maupun negara yang memberlakukan aturan bagi masyarakat.
Adanya kebebasan Hak Asasi Manusia (HAM), telah menyebabkan remaja bebas melakukan hal apapun atau kebebasan berperilaku. Para orang tua pun tidak berdaya untuk melarang anaknya, karena dianggap mengekang dan tidak memberi kebebasan pada mereka.
Begitu pun dalam lingkungannya, teman-teman yang kurang baik di sekitarnya dan pergaulan bebas menjadikan remaja-remaja hanyut oleh kesenangan-kesenangan yang tidak bermanfaat, senang foya-foya dan bebas melakukan segala sesuatu meskipun itu adalah sebuah perilaku maksiat.
Di sekolah pun, sistem pendidikan yang diajarkan adalah lebih dominan pelajaran-pelajaran umum dibandingkan pelajaran agama. Agama hanya pelajaran yang diambil satu minggu sekali, dan materinya pun hanya pelajaran-pelajaran dasar, tidak ada yang berkaitan dengan halal haram atau akhlak yang baik. Jika pun ada, hanya sebatas teori tanpa diterapkan.
Lebih parahnya lagi adalah negara yang tidak menerapkan sanksi atau hukum bagi para pelaku maksiat. Negara abai terhadap pendidikan anak, sehingga perbuatan-perbuatan mereka tidak terkontrol yang berakhir mereka fatal melakukan maksiat secara terang-terangan tanpa adanya rasa malu atau takut kepada Allah dalam diri mereka.
Terhadap segala kemaksiatan yang terjadi, dari yang terkecil hingga yang terbesar, negara sama sekali tidak memberlakukan sanksi yang membuat efek jera pada pelaku. Hukuman penjara yang diberikan saat ini tidak memberikan efek jera dan pelaku tidak takut untuk mengulangi kembali maksiatnya.
Padahal jelas-jelas Allah memperingatkan agar setiap yang melakukan kesalahan, harus diberikan sanksi yang memberi efek jera terhadap pelaku, sehingga jika sanksi itu diterapkan, maka kemaksiatan-kemaksiatan akan berkurang bahkan tidak ada karena rasa takut kepada Allah yang muncul terlebih dahulu.
Dalam Islam tugas seorang ibu adalah mendidik anak-anaknya supaya mempunyai akhlak yang baik, karena seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya, yang menentukan bagaimana mereka bersikap setelah adanya pendidikan dari seorang ibu kepada anaknya yang mengajarkan akhlak-akhlak baik.
Jika syariat Islam diterapkan, maka masyarakat pun akan senantiasa ber-amar makruf nahi mungkar terhadap satu dan lainnya.
Di sekolah pun pendidikan yang diterapkan adalah pendidikan yang berbasis akidah Islam. Para siswa akan senantiasa dibimbing untuk berperilaku sesuai syari’at dan berupaya mencegah agar tidak terjadi pelanggaran yang melanggar syari’at di lingkungan sekolah.
Pelajaran tentang sains dan teknologi yang diajarkan pun adalah semata-mata untuk agar mereka semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan melihat bukti-bukti ke Maha Agungan Allah yang menciptakan alam semesta dan seisinya. Dan mencetak siswa yang ahli dalam bidang sains dan teknologi, bukan sebatas teori.
Negara dalam Islam juga akan memberlakukan hukum syari’at yang diperintahkan oleh Allah, yaitu memberlakukan sanksi-sanksi yang akan berefek jera bagi para pelaku maksiat. Misalnya seperti hukum cambuk bagi pezina dan hukum potong tangan bagi para pencuri, bukan hukum penjara yang tidak membuat jera.
Maka jika negara telah memberlakukan hukum-hukum yang sesuai dengan perintah Allah, maka kemungkinannya akan kecil untuk masyarakat melakukan maksiat. Masyarakat akan sadar bahwa setiap perbuatan mereka akan diperhitungkan oleh Allah dan akan dimintai pertanggung jawabannya.
Pada akhirnya, solusi yang tepat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang melanggar syari’at adalah dengan mengkaji Islam dan menerapkan aturan-aturan Allah dalam kehidupan.
Wallahualam bisshawab..
Views: 21
Comment here