Ummu Ahtar (Anggota Komunitas Setajam Pena)
wacana-edukasi.com, OPINI– Seorang penjabat dan ketua salah satu kelompok Islam menegaskan masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik dan kepentingan lainya. Hal ini disampaikan usai adanya pengibaran bendera salah satu partai politik di masjid wilayah Cirebon yang menuai kritik masyarakat. (republika.co.id, 8/1/23)
Satu tahun mendatang direncanakan sebagai tahun pemilihan kembali penguasa negeri no 1 negeri ini. Sebagaimana paslon-paslon sebelumnya, mereka sudah menggeliat mendulang suara masa melalui kampanye – kampanye ilegal. Sebab jika mereka tidak mendapatkan suara terbanyak, mereka akan dalam kontentasi pemilihan. Untuk itu mereka melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan suara termasuk memanfaatkan masjid.
Mendapat sebutan negeri muslim terbesar menjadikan patokan para paslon untuk mendulang suara emas guna meraih kemenangan. Berbagai cara menarik simpati umat Muslim termasuk memanfaatkan masjid sebagai sarana. Lebih dari itu, cucuran dana hingga sumbangan-sumbangan untuk membantu menunjang fasilitas hingga membantu kegiatan kerohanian. Sayangnya menjadi momen khas di masa-masa menjelang kampanye terkesan berlebihan. Ironisnya setelah kampanye usai dan mereka berhasil menarik suara masyarakat Muslim, banyak janji-janji manis terlupakan. Sehingga wajar kini beberapa masyarakat menolak atas tindakan tersebut. Karena sudah menjadi langganan momentum ini. Lalu apa solusi terbaik atas semua polemik ini?
Fungsi Masjid dalam Islam
Umat Islam seharusnya menyadari fungsi masjid yang sebenarnya dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Pada masa kepemimpinan beliau sebagai kepala negara Islam di Madinah, masjid Nabawi tidak hanya digunakan sebagai tempat shalat dan beribadah, namun juga mengurusi kepentingan umat Muslim. Dalam sirah tercatat setidaknya ada 10 fungsi masjid dalam masa Nabi Saw. Yakni ;tempat ibadah ritual (shalat, zikir, tilawah Al Qur’an) , tempat konsultasi dan komunikasi umat tentang berbagai persoalan kehidupan, tempat pendidikan, tempat pembagian zakat, ghanimah, sedekah, dan lain-lain, tempat Rasulullah Saw berdiskusi dengan para sahabat mengenai strategi perang dan bernegara, tempat latihan militer atau perang, tempat pengobatan dan perawatan korban perang, tempat pengadilan sengketa, tempat menerima tamu, tempat menawan tahanan, dan pusat penerangan Islam.
Saking pentingnya fungsi masjid untuk eksistensi sebuah negara isalm, Rasulullah Saw meruntuhkan bangunan di Dzu awan yakni sebuah daerah satu jam perjalanan dari Madinah. Bangunan ini disebut kaum munafik sebagai masjid. Namun faktanya tidak difungsikan untuk membangun ketakwaan, tetapi untuk memecah belah umat dan menyebarkan kemunafikan di tengah kaum Muslimin.
Fungsi masjid seperti ini tidak berubah hingga kepemimpinan setelah nabi Muhammad wafat yang disebut khilafah Islamiyyah. Para Khalifah mendirikan masjid-masjid di daerah-daerah yang tunduk pada kekuasaan Islam. Fungsi masjid ini tidak banyak berbeda dengan fungsi masjid di Madinah. Aktivitas demikian merupakan definisi mengurusi kepentingan kaum Muslimin yang di dalam fikih Islam disebut politik (as-siyasah).
Seorang ulama mujtahid hebat al-alamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Siyasiyyah li Hizb at-Tahrir, halaman 1 menjelaskan bahwa dalam Islam politik (as-siyasah) didefinisikan sebagai pengaturan urusan-urusan masyarakat dalam dan luar negeri berdasarkan syariah Islam. Politik ini dilaksanakan secara langsung oleh negara Islam (Khilafah) serta diawasi oleh individu dan rakyat. Makna politik ini diistinbat atau digali dari berbagai dalil sahih.
Salah satu diantaranya dari sabda Nabi Muhammad Saw yang artinya,”Dulu bani Israel diatur urusannya oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi wafat, ia digantikan oleh Nabi yang lain. Sungguh tidak ada Nabi sesudahku. Yang akan ada adalah para Khalifah dan jumlah mereka banyak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Islam Kaffah Solusi Polemik Negeri
Begitulah fungsi masjid sebagaimana Rasulullah Saw contohkan kepada umat Muslim. Tentunya hal itu menjadi patokan hingga kini. Sayangnya kaum Muslimin saat ini dikungkung oleh sistem Sekularisme Demokrasi. Yakni sistem kepemimpinan bukan dari Islam. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga kaum Muslimin hanya memposisikan fungsi masjid sebagai tempat beribadah. Tidak ada lagi aktivitas mengurusi urusan umat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Begitu pula sistem politiknya, menggunakan sistem politik demokrasi. Sistem demokrasi memperbolehkan manusia berdaulat atas hukum, sehingga mereka bisa menjadikan kekuasaan mereka untuk menguasai yang lain dan memuluskan kepentingan mereka sendiri. Sistem ini juga melahirkan penguasa bermuka dua. Karena mereka begitu manis ketika mereka memanfaatkan momentum tertentu demi mendulang suara. Namun saat menjabat mereka melalaikan dan melupakan semua janji-janji kampanye. Sebab legalitas kekuasaan dalam sistem demokrasi dinilai dari suara mayoritas.
Oleh karena itu wajar jika ada sebagian pasion memanfaatkan masjid untuk melancarkan tujuan tersebut. Maka publik akan mendapati politik saat ini begitu kotor dan penuh intrik. Tidak sebagaimana dalam politik Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Jika ada yang mengawatirkan terpecah belahnya umat akibat masjid digunakan untuk kegiatan politik muncul, karena lemahnya pemahaman umat akan politik yang hanya membatasi dalam politik praktis.
Sebagaimana juga yang diamalkan oleh parpol hari ini. Ancaman terpecah belahnya umat sejatinya sudah muncul sejak partai Islam bukan lagi partai ideologis Islam. Umat hakekatnya sudah terpecah belah ketika parpol Islam mengejar kepentingan pribadi dan golongan. Bukan kepentingan umat secara keseluruhan. Kehawatiran ini tidak akan muncul jika partai politik yang ada adalah partai ideologis Islam.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Takatul Hizby menjelaskan bahwa fungsi partai politik memiliki peran strategis dalam perubahan umat. Yakni mereka bergerak dan terus bergerak membentuk kesadaran dan pemahaman politik yang benar. Politik yang bermakna mengurusi urusat rakyat. Fungsi ini diwujudkan melalui pergerakan yang mereka lakukan. Pergerakan kelompok ini tentu mengikuti metode Rasulullah Saw.
Mereka membina umat, hingga individu-individu yang berada dalam binaannya memiliki kepribadian Islam, dan siap berdakwah ke tengah- tengah masyarakat. Dari dakwah ini masyarakat akan menyadari mereka hidup dalam sistem sekularisme demokrasi yang buruk dan batil. Mereka juga sadar seharusnya arah perjuangan ialah mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah, bukan terjebak dalam politik pragmatis demokrasi. Sebab hanya dengan khilafah, politik yang terwujud hanya sesuai dengan syariah yakni hanya mengurusi urusan rakyat. Inilah partai politik yang seharusnya menjadi pilihan yang menyatukan umat.
Oleh karena itu, seharusnya umat Muslim sadar untuk kembali menjadikan Islam sebagai solusi dari semua problematika kehidupan. Karena sudah terbukti lebih dari 14 abad Islam menyatukan umat, bangsa dan menebarkan rahmat. Sehingga dengan berjuang bersama dakwah Islam kaffah akan memuliakan masjid serta mengembalikan kembali Umat Islam ke dalam Umat terbaik.
Wallahualam bisshawab.
Views: 3
Comment here