Oleh : Khaziyah Naflah ( Freelance Writer)
wacana-edukasi.com, OPINI — Bung Karno berkata, “Beri aku seribu orang tua niscaya akan ku cabut Semeru dari akarnya dan berilah aku sepuluh pemuda niscaya akan ku guncang kan dunia”. Dari perkataan Bung Karno mengisyaratkan jika pemuda adalah harapan setiap bangsa. Arah perubahan suatu bangsa terletak di pundak para generasinya, sehingga mereka seharusnya memiliki visi yang kokoh untuk membangun suatu bangsa.
Namun jika melihat berbagai fakta saat ini, generasi diambang krisis moral. Misalkan, demi sebuah konten, seorang remaja berinisial M nekat menghentikan paksa satu unit truk yang tengah melaju dari Exit Tol Gunung Putri, Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor yang membuat nasibnya berakhir tewas (republika.co.id, 15/01/2023).
Kemudian fakta lainnya, aksi tawuran berdarah di kota Palembang makin masif, sempat mereda selama pandemi kini mulai marak lagi. Terakhir kasus tawuran di Palembang Minggu 15 Januari 2023. Satu orang dikabarkan tewas. Masifnya aksi tawuran ini mulai terjadi di akhir tahun dan jelang tahun baru 2023, dan puncaknya hari ini. Atu korban tewas bersimbah darah (sumeks.co, 15/01/2023).
Bahkan, di daerah Tangerang Polres Metro Tangerang Kota mengamankan 72 remaja yang hendak tawuran di Neglasari, Kota Tangerang, Minggu (15/1/2023).
Fakta di atas hanya secuil gambaran moral generasi saat ini yang kian terkikis oleh budaya liberal dan sekuler. Budaya yang ditanamkan dalam jiwa-jiwa manusia, terkhusus generasi secara terstruktur oleh Barat melalui penerapan sistem kapitalis yang diemban negara hampir di seluruh dunia.
Pemikiran ini mengajarkan para generasi bahwa sumber kebahagian adalah dengan mencari materi sebanyak-banyaknya, menunjukkan eksistensi diri, mengejar popularitas, dan bebas melakukan apa saja sesuai keinginannya. Generasi dijauhkan dari perannya sebagai agen of change untuk mencari solusi pasti terhadap berbagai masalah yang dihadapi bangsa ini serta dunia. Generasi juga telah dijauhkan dari agama, alhasil para generasi kering akan nilai ruhiyah, mereka tidak lagi menyandarkan perbuatan mereka kepada halal dan haram sesuai syar’i, melainkan diperbudak oleh hawa nafsu.
Kondisi ini juga semakin diperparah dengan berlepas tangannya negara untuk meriayah urusan rakyat. Negara tidak memiliki visi penyelamat generasi yang ada negara justru secara tidak langsung memfasilitasi dan mendukung kebobrokan moral generasi, mulai dari penyediaan tempat-tempat berzina, mengapresiasi sesuatu hal-hal yang tak pantas, lemahnya kontrol media sehingga pemikiran yang dapat merusak generasi masuk dengan mudah ke negeri ini, sistem pendidikan sekuler dan sistem kehidupan yang liberal menambah parah terkikisnya moral generasi. Alhasil visi hidup hakiki generasi mulai sirna.
Atas nama hak asasi manusia (HAM) manusia bebas melakukan apapun asal tidak melanggar hak orang lain. Sehingga, jadilah generasi yang senantiasa mengikuti arus bertiup dan abai terhadap bahaya yang mengancam mereka serta dunia yakni gempuran pemikiran liberal.
Inilah cita-cita kaum Barat untuk menghancurkan generasi muslim, membelokkan visi mereka yang sesungguhnya sebagai agen of change agar tidak mencapai sebuah kebangkitan. Sehingga kita wajib sadar, jika kemunduran berpikir generasi kita sudah akut. Rencana-rencana Barat yang hampir berhasil menghadang laju kebangkitan sesungguhnya. Oleh karena itu, butuh penyelamatan generasi agar mereka tidak lagi terlena dan diperbudak oleh hawa nafsu. Semua itu hanya bisa dilakukan jika Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan dalam segala lini.
Islam telah terbukti mencetak generasi yang berkualitas, memiliki kepribadian berakhlak Karimah serta menjadi agen of change bagi peradaban bangsa kala itu, bahkan kiprah para pemuda dalam naungan Islam dikenang hingga saat ini sebagaimana kisah yang Muhammad Al-Fatih yang diusia 21 tahun mampu memimpin pasukan menaklukan adidaya Konstantinopel. Bahkan, As-Sabiqun Al-Awwalun (Pemeluk Islam Pertama) pada fase Mekkah diisi oleh para pemuda. Diantaranya, Sa’ad bin Abi Waqqash saat itu berumur 17 tahun, Ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), Mush’ab bin Umair (24 tahun), Al Arqam bin Abi Al Arqam (16 tahun) dan lainnya. Keberhasilan Tholabun nushroh juga di tangan pemuda yaitu Mush’ab bin Umair dan Sa’ad Bin Muadz.
Hal ini membuktikan jika para pemuda dalam Islam memiliki visi yang kuat dalam meniti jalan di dunia ini. Mereka sadar bahwa mereka pemegang kendali terbesar dalam merubah peradaban dunia, sebab dalam diri mereka memiliki keistimewaan yang berupa hiddatul uquul (ketajaman aqal) yang cemerlang yang mampu mengubah keadaan suatu peradaban menjadi lebih baik.
Namun, melahirkan generasi yang memiliki visi yang kuat dalam hidupnya bukan hanya lahir begitu saja, ada peran penting negara untuk mewujudkannya. Islam membentuk karakter pemuda yang memiliki visi dalam hidupnya mulai sejak dini melalui berbagai mekanisme; Pertama, negara mendorong setiap individu rakyatnya untuk senantiasa taat dan tunduk kepada Allah swt. Memberikan pemahaman bahwa kebahagian hakiki yakni meraih ridho Allah, sehingga mereka akan menyandarkan perbuatan mereka kepada syariat Allah.
Kedua, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dan pokok, sehingga seorang ibu bisa fokus mendampingi dan mendidik anak-anak mereka menjadi anak-anak yang berakhlak mulia sesuai dengan syariat Islam. Sebab, sekolah pertama seorang anak adalah ibu.
Ketiga, negara juga menerapkan sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, dengan biaya yang gratis bagi seluruh rakyat. Sistem pendidikan Islam terbukti mampu mencetak generasi-generasi yang memiliki pemikiran cemerlang dan siap menjawab tantangan, serta mampu mencari solusi terhadap berbagai problematika umat.
Keempat, negara juga memfilter berbagai pemikiran-pemikiran Barat yang merusak rakyat termaksud generasi, misalkan memberikan pengawasan ketat terhadap konten-konten yang tidak bermanfaat, bahkan media dijadikan sebagai sarana dakwah agar rakyat makin dekat dengan Allah. Kelima, menerapkan sistem pergaulan. Sehingga para generasi bisa terbebas dari kemaksiatan dan menerapkan kontrol sosial sehingga masyarakat bisa membangun masyarakat yang islami dan beramal ma’rul nahi mungkar.
Keenam, negara memberikan sanksi tegas dan keras terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh rakyat, siapa yang telah melakukan pelanggaran dan telah balik maka mereka akan dikenai sanksi sesuai hukum syara. Dengan berbagai mekanisme tersebut maka negara akan mampu menjaga generasi dari berbagai pemikiran-pemikiran yang merusak akhlak mereka, serta mampu mencetak generasi yang cemerlang. Wallahu A’alqm Bissawab.
Views: 10
Comment here