Surat Pembaca

Menyoal Beras Dimainkan Mafia

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Dalam beberapa pekan terakhir, harga beras di dalam negeri terus mengalami kenaikan. Bahkan telah membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram. Presiden bahkan mengaku telah memperingatkan Perum Bulog untuk mengendalikan harga beras yang meningkat di 79 daerah. Kemudian menginstruksikan kepala daerah rajin melakukan pengecekan harga pangan. Agar mendapatkan data akurat.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menduga ada mafia dibalik harga beras yang terus merangkak naik. Hal tersebut lantaran intevensi harga melalui operasi pasar gencar dilakukan, namun harga beras masih tetap tinggi. Menurutnya, para mafia ini memainkan harga beras Bulog sehingga menjadi mahal. Pedagang yang semestinya bisa membeli beras dengan harga yang telah ditetapkan harus merogoh kocek lebih dalam, dan pada akhirnya pedagang menjual dengan harga yang mahal pula. Buwas menduga mafia beras mencampurkan beras premium milik Bulog dengan beras yang lebih rendah kualitasnya. Lalu melakukan pengancaman kepada pedagang terkait distribusi beras, sehingga membuat pengendalian harga beras di lapangan mengalami sedikit kesulitan. [1]

Gubernur Kalbar Sutarmidji pada akhir tahun lalu mengaku telah mencium adanya praktik nakal produsen beras oplosan di Kota Pontianak. Ia pun sempat mengancam tindakan ilegal itu dan akan segera mengambil langkah tegas pada perusahaan beras yang diduga sering mengoplos beras tersebut. Bahkan sebagian aparat penegak hukum sebenarnya telah mengetahui siapa diduga pemain beras oplosan di Kalbar yang punya gudang besar dan pernah digrebek polisi karena kedapatan mengoplos beras raskin milik Bulog dengan cara dicuci menggunakan pemutih dan di oplos dengan beras lain, lalu dibuat merk atau karung baru, dan itu sangat berbahaya jika dikonsumsi masyarakat.

Kasubdit I Dit Reskrimsus Polda Kalbar, Kompol Belen Anggara Pratama mengatakan, sudah menerima laporan atau informasi bahwa ada dugaan produsen, distributor terkait jual beli beras serta kondisi beras yang menggunakan zat berbahaya. Lalu sudah melakukan penyelidikan dan turun ke lapangan untuk mengambil sampel beras, baik itu saat pengolahan serta hasil dari olahan, bahkan yang sudah diperdagangkan.

Perum Bulog wilayah Kalbar juga memastikan terus berupaya menjaga stabilitas harga bahan pokok di tengah masyarakat lewat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan tujuan menjaga daya beli masyarakat dan keterjangkauan harga bagi konsumen.

Entah mengapa beras sering menjadi komoditi yang menimbulkan polemik, termasuk di akhir Tahun 2022 lalu sempat dilakukan impor beras. Masih perlu memperjelas neraca komoditas yang diterapkan oleh Badan Pangan Nasional (BPN) dan bagaimana kemampuannya dalam berkoordinasi dengan stakeholder terkait secara lebih progresif. Bagaimana pula kinerja Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dalam memantau dan memastikan pergerakan komoditas beras.

Inflasi yang terjadi didaerah pun tak lepas dari komoditas beras. Berdasarkan data Bank Indonesia, beras sering menjadi salah satu dari empat komoditas pangan penyumbang inflasi, selain cabai rawit, cabai merah dan bawang merah. Seharusnya antisipasi saat beras ini mengalami pergerakan harga yang dapat menganggu daya beli masyarakat, khususnya masyarakat pra sejahtera yang masih mengalami memar ekonomi karena pandemi. Sementara itu, strategi pasar murah ataupun operasi pasar berpotensi memunculkan moral hazard di pasar ketika dilakukan dalam jangka panjang. Tidak tampak progress dalam peningkatan produktivitas padi secara ekstensif, tata kelembagaan antar lembaga terkait, pembenihan bibit unggul yang tahan perubahan iklim dan hama, sistem distribusi pangan dan lain-lain. Apalagi wilayah Kalbar khususnya berpotensi mengalami volatile food inflation yang kerap terjadi kala banjir melanda hingga saat bencana hidrometeorologi.

Tak lagi dapat kita pertahankan sistem kapitalisme yang menjadi biang kerok pengelolaan pangan beras yang buruk di negeri ini. Mensolusikan selalu dengan kebijakan jangka pendek operasi pasar, bazar murah dan lain-lain. Tidak melihat perlunya perubahan sistemik yang telah menyulitkan petani dan konsumen sekaligus terhadap makanan pokoknya. Di dalam Islam, pangan dikelola seusai dengan syariah Islam. Peningkatan produksi pertaniannya amat baik dan modern dalam intensifikasi dan ekstensifikasi serta kebijakan distribusi yang adil bisa diwujudkan.

Oleh : Yeni (Pontianak-Kalbar)

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 19

Comment here