Ronita Pabeta, S.Pd (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Kesejahteraan tak didapat, beberapa pekerja tambang akhirnya memutuskan untuk resign dari perusahaan tambang tempat mereka bekerja. Permasalahan ketenagakerjaan ini sampai sekarang tak pernah selesai. Sebagaimana diberitakan, awal tahun ini sejumlah pekerja tambang yang ada di Morosi Kabupaten Konawe memutuskan berhenti bekerja dengan berbagai alasan, mulai dari persoalan gaji yang dinilai tidak sesuai hingga kondisi kesehatan yang dialami pekerja. (Telisik.id, 15/1/2023). Permasalahan ketenagakerjaan/perburuhan ini seolah benang kusut.
Kapitalisme Pangkal Masalah Perburuhan
Sistem hari ini yang berjalan dengan rotasi kapitalisme meniscayakan hal tersebut terjadi. Wajar, karena kapitalisme memang urgensinya adalah sistem yang dikuasai oligarki. Para oligarki ini notabene adalah orang-orang yang menguasai bidang-bidang vital/penting karena mereka memiliki kapital/modal yang besar. Sebagaimana dilansir dari detik.com, Kamis (13/10/2022), menurut laporan dari Forbes Real Time Bilionaires disebutkan bahwa ada 5 besar orang terkaya di Indonesia yang menguasai kekayaan yang fantastis, mulai dari penguasaan mereka terhadap dunia perbankan, industri elektronik, tambang, dunia televisi dan media serta pasar-pasar swalayan yang tersebar di Nusantara. Maka bukanlah hal yang baru bahwa permasalahan perburuhan ini pun menjadi semakin rumit dalam sistem kapitalisme ini. Pemerintah dalam hal ini memberikan ruang gerak sebebas-bebasnya untuk para kapitalis ini berkuasa/oligarki.
Termasuk dalam masalah perburuhan ini. Kita menyaksikan bagaimana Perppu Ciptaker yang lebih berpihak kepada pengusaha/pemilik modal daripada pekerja/buruh. Hal itu tercermin dalam jajak pendapat yang dilakukan para peneliti Litbang Kompas pada Senin (16/1/2023). Mantan menteri Koordinator Investasi dan Kemaritiman, Rizal Ramli menyebut langkah pemerintah menerbitkan Perppu Ciptaker ini tidak lepas dari upaya untuk memfasilitasi kepentingan oligarki. Rizal Ramli menganalisis, keberadaan UU cipta kerja yang masuk ke dalam omnibus law ini sejatinya untuk pengusaha tambang. Begitupun pengamat ekonomi, Anthony Budiawan juga sependapat dengan Rizal Ramli. Ia mengatakan bahwa Perppu Ciptaker ini lebih berpihak pada pengusaha dibandingkan kepada masyarakat. Menurutnya, kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak rakyat, sekarang dikuasai oleh segelintir pengusaha dengan penguasaan lahan sangat besar. Pada akhirnya kekayaan tersebut akan digunakan untuk menguasai kekuatan politik.
Perburuhan Dalam Pandangan Islam
Ironis memang, rakyat yang bekerja di tambang yang ada di negeri sendiri tidak mendapatkan perlakuan yang adil. Gaji yang tidak sesuai, hilangnya jaminan sosial dan kesehatan serta perlindungan dalam bekerja seperti K3 yang seharusnya menjadi kewajiban pihak perusahaan tempat mereka bekerja. Bagaimana para pekerja/buruh tambang ini tidak bersuara/berdemo menuntut hak mereka, sementara ada ketimpangan antara pekerja lokal dan asing. Mereka merasa “dianaktirikan” oleh para pengusaha tambang ini. Para pekerja asing malah mendapatkan upah dan jaminan sosial serta kesehatan yang memadai. Ada apa sebenarnya? Dimana pemerintah yang seharusnya berdiri membela ketidakadilan yang dirasakan masyarakat nya?
Meski rumit dan bagaikan benang kusut, tentunya persoalan pekerja/buruh ini harus diselesaikan secara tuntas. Dalam pandangan Islam, persoalan perburuhan ini ditempatkan pada urusan pekerjaan yaitu penafkahan. Maka hal ini tidak lepas dari persoalan kelayakan hidup. Negara seharusnya sebagai pelayan rakyat tentunya harus menjamin kebutuhan pokok masyarakat, yaitu kebutuhan sandang, pangan dan papan. Begitupun kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan wajib bagi negara menjamin nya untuk seluruh masyarakat, tidak terkecuali. Kita bisa bayangkan tanpa adanya jaminan itu, betapa beratnya kehidupan para buruh. Mereka harus menanggung beban hidup yang banyak dengan upah mereka. Sementara pihak pengusaha pun tidak bisa sepenuhnya menjamin kebutuhan mereka.
Akhirnya, upah pun tak pernah cukup. Berbeda halnya ketika Islam diterapkan. Jaminan terhadap kebutuhan dasar sepenuhnya tanggung jawab negara. Sehingga beban hidup pekerja/buruh akan ringan. Sistem pengupahan yang diatur dalam Islam menurut ahli fiqih didasarkan pada manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja/pengusaha. Upah pekerja juga tidak didasarkan pada nilai kebutuhan dasar pekerja, atau yang dikenal saat ini dengan istilah upah minimum, baik tingkat provinsi, kabupaten/kota maupun sektoral. Alasannya, pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar merupakan tanggung jawab negara atas rakyatnya dan bukan tanggung jawab pengusaha. Sehingga dalam sistem tata perburuhan dalam Islam, baik pengusaha maupun pekerja sama-sama tidak ada yang dirugikan sedikitpun, justru kedua belah pihak akan memperoleh manfaat atas aqad upah mengupah yang terjadi.
Maka pangkal dari masalah perburuhan/ketenagakerjaan ini ada pada penerapan sistem kapitalisme. Seharusnya pemerintah sebagai pemimpin secara komprehensif menerapkan regulasi/aturan dan mengaturnya agar berjalan sesuai perintah Allah Azza wa Jalla. Para pemimpin, sebagaimana dalam pandangan Islam harus berlaku adil terhadap amanah yang diberikan kepadanya. Dari Ma’qil bin Yasaar berkata, saya pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“Tidaklah seorang hamba yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya melainkan Allah haramkan surga atasnya”. (Muttafaq ‘alaih). Jika saja pemimpin hari ini mau menjalankan aturan syariat Islam maka persoalan demi persoalan termasuk masalah perburuhan ini akan tuntas tanpa menimbulkan persoalan baru lagi. Wallahua’lam.
Views: 24
Comment here