Opini

Ironi Negeri Lumbung Padi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Lely Novitasari

(Aktivis Generasi Peradaban Islam)

wacana-edukasi.com, OPINI– Anggaran kemiskinan 500 triliun habis cuma buat studi banding dan rapat di hotel? Kok bisa? Ungkapan miris datang dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas, disebabkan dana sebanyak 500 Triliun yang dialokasikan untuk pengentasan kemiskinan justru tidak terserap sesuai peruntukkannya.

Padahal angka kemiskinan masih terbilang sangat tinggi. Melansir Republika Bekasi, Dinas Sosial (Dinsos) menyebutkan, sebanyak 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekasi,  masuk kategori penduduk miskin ekstrem yang mengacu data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2022.

Maraknya fenomena viral livestreaming mandi lumpur yang lalu pun memperlihatkan masyarakat rela melakukannya semata untuk mendapat “gift” dari penonton yang bisa ditukar dengan uang. Tandanya banyak masyarakat yang butuh bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sampai rela menggigil sebab mandi lumpur dengan durasi yang tidak sebentar.

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyampaikan kemungkinan akan sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dan miskin 7 persen di 2024. Mengingat, angka kemiskinan ekstrem di Maret 2022 masih mencapai 2,04 persen dan penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen, diungkapkannya saat konferensi pers di Menara Danareksa, Senin (30/1).

Lalu, dengan cara apalagi pemerintah bisa mencapai target pengentasan kemiskinan? Penggelontoran dana yang terbilang besar realitanya justru banyak terserap di studi banding kemiskinan dan rapat di hotel seperti yang diungkapkan oleh Bapak Menteri Abdullah Azwar Anas sebelumnya.

Indonesia Kaya Akan SDA

Negeri jamrud katulistiwa, julukan ini disematkan pada Indonesia bukan tanpa sebab. Negeri yang letak geografisnya berada di garis katulistiwa ini memiliki iklim tropis dan dikaruniai berlimpahnya potensi Sumber Daya Alamnya yang beragam. Ibarat negeri lumbung padi, kekayaan alam negeri ini selayaknya mampu memberi kesejahteraan bagi seluruh masyarakatnya.

Namun realitanya kini dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dan terjadi di berbagai daerah, bahkan terjadi kemiskinan ekstrim, membuat publik bertanya, apa hal yang membuat rakyat seperti diibaratkan tikus mati di dalam lumbung padi?

Bagaimana sebetulnya tata kelola SDA negeri ini?

Tata kelola SDA di negeri ini lebih banyak di dominasi oleh swasta. Mengutip Republika, dalam kepustakaan ekonomi sumberdaya ”konvensional”, hampir 90 % pengelolaan SDA di Indonesia masuk kategori kepemilikan pribadi yang dalam hal ini direpresentasikan perusahaan multinasional (multinational corporation). Contohnya dalam bidang pertambangan minyak dan Gas yaitu pemiliknya Exxon Mobile, Shell, dan Total E & P. Sementara, dalam bidang pertambangan mineral (tembaga, emas dan batubara) pemiliknya Freepot, Newmont, Kalimantan Prima Coal (KPC), dan masih banyak SDA yang dikuasai oleh swasta.

Akibat tata kelola SDA yang lebih didominasi oleh swasta dan juga pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri, alhasil negara hanya mendapatkan keuntungan tak seberapa dibanding jika negara berperan penuh dalam mengelolanya.

Seakan kontradiktif dengan UUD 1945 pasal 33 yang menjelaskan bahwa ”bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ”dikuasai” oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat”.

Tata Kelola SDA dalam Islam

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang mewajibkan pengelolaan SDA oleh negara, karena SDA hakikatnya adalah milik umum. Islam sebagai agama yang memiliki aturan menyeluruh, juga mengatur tentang kepemilikan dan pengelolaan SDA.

Sistem Islam memiliki aturan yang jelas dalam pengaturan Hak kepemilikan. Islam membaginya dalam 3 kategori, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, kepemilikan negara. Pembagiannya mirip dengan sistem sekarang, tapi ada perbedaannya yaitu Islam mengakui adanya kepemilikan individu/swasta akan tetapi tidak boleh sampai menguasai/memilikinya.

Islam juga membolehkan manusia manfaatkan SDA tapi sampai pada batas tertentu agar tidak menimbulkan kerusakan. Sebagaimana Allah peringatkan manusia dalam Qs. Ar-Rum ayat 41;

Allah SWT berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Negara dengan aparaturnya pun wajib menjalankan apa yang menjadikan kewajibannya sebelum menuntut haknya. Dimana peran negara dan aparaturnya pada masyarakat adalah pelayan, yang melayani hajat hidup semua yang berada dalam wilayah negaranya.

Negara bersama aparaturnya harus mampu mengelola, memanfaatkan dan mendistribusikan SDA untuk kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Sebab dalam Islam semua amanah akan dimintai pertanggungjawaban.

Namun, walaupun negeri ini 90% penduduknya beragama Islam, bahkan banyak penguasa/pejabatnya juga beragama Islam, akan tetapi kenapa jauh dari apa yang diajarkan oleh Islam? Bahkan dalam pasal 33 UUD 1945 yang dianut oleh negara seakan realitanya hanya sebatas cita-cita.

Apakah hal ini merupakan bentuk dari kegagalan penguasa dalam mengelola SDA? Atau, memang negeri ini sudah terjebak dalam arus hegemoni neo-liberalisme ala kapitalisme yang “memaksa” negara mengorbankan rakyatnya demi kepentingan sekelompok elita dan pihak asing yang menguasai aset ekonomi masyarakat banyak?

Mengutip kalimat dari Syeikh Yusuf Ahmad Ba’darani yang mengatakan, “Bodoh itu haram”. Kenapa sampai dikatakan haram? Sebab bodoh bisa menjerumuskan umat pada keharaman, ketidaktahuan tentang hukum syara, ketidaktahuan perintahNya. Mengaku diri Islam tapi fobia terhadap syariatNya. Bahkan tak mau memahami apa yang menjadi kewajibannya sebagai manusia terlebih yang sedang diberi amanah mengurus hajat hidup masyarakatnya.

Konsep kepemimpinan dalam Islam akan menghasilkan seorang muslim yang begitu takut akan pertanggungjawaban atas amanahnya sebagai pemimpin. Dalam buku Tarikh Khulafah karya Imam As Suyuthi, Ibnu Sa’ad dan Sa’id bin Manshur serta yang lainnya meriwayatkan dari jalur beragam dari Umar bahwa ia berkata;

“Sesungguhnya saya memposisikan diri terhadap harta Allah laksana posisi seorang wali anak yatim terhadap hartanya. Jika saya mampu, maka saya akan menahan diri dari memakan harta Allah itu (Baitul Mal) dan jika saya tidak mampu (fakir) maka saya akan memakan dengan cara yang patut. Dan jika saya mampu, maka saya akan membayar kembali apa yang saya makan itu.”

Bahkan Umar meminta agar utang itu dibayar dengan cara diambil dari gajinya sebagai khalifah/pemimpin.

Dalam riwayat lain, Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Al Bara’ bin Ma’rir bahwa Umar bin Khattab suatu ketika keluar sehingga dia sampai ke mimbar. Saat itu dia menderita sakit.

Kemudian yang hadir di tempat itu mengatakan bahwa obatnya adalah madu, dan di Baitul Mal ada satu girba (kantong air dari kulit madu). Umar berkata, “Jika kalian mengizinkan saya untuk mengambilnya, maka akan saya ambil. Jika tidak, maka saya nyatakan bahwa itu adalah haram untuk saya.” Dan mereka mengizinkan Umar untuk mengambilnya. MasyaAllah…

Jika hari ini masih memaksakan sistem yang hanya memberikan solusi tambal sulam, seperti mempercepat pembangunan IKN, kereta cepat dan fasilitas lain, sementara di tahun 2022 kemarin banyak rakyat memilih bunuh diri sebab terjerat pinjol, kelaparan dan ekonomi memburuk.

Apakah masih terus ingin dipertahankan? Sementara Islam menawarkan solusi tuntas dengan aturan menyeluruh, dimana mengkondisikan manusia bukan takut dengan cctv, tapi takut pada Allah. Meniscayakan manusia berfikir ribuan kali jika berbuat zholim dalam memegang amanah.

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here