Opini

Ketika Generasi Emas Terpuruk Karena Salah Urus

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ummu Althaf

wacana-edukasi.com, OPINI– Dunia anak tergambar sebagai dunia bermain yang penuh dengan keceriaan, perlindungan yang hangat dan kasih sayang lingkungan, menghantarkan langkah-langkah kecilnya menyongsong masa depan.

Namun seketika, gambaran ini lenyap tatkala kita dibuat terhenyak dengan kejadian miris yang menimpa seorang bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto yang diduga telah menjadi korban perkosaan tiga siswa Sekolah Dasar (SD) secara bergantian.

Sebagaimana dilansir dari Liputan 6 .com, 20 Januari 2023, kuasa hukum korban Krisdiyawari menjelaskan kronologi kejadian ini. Ketiga pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan.

Awalnya pelaku bocah SD yang sedang bermain dengan temannya, memanggil korban untuk diajak bermain di rumah kosong. Sesampainya di sana korban dicabuli oleh pelaku, dan pelaku memaksa kedua temannya untuk melakukan hal yang sama, dengan mengancam akan memukul dan memusuhi bila menolak. Akhirnya satu temannya melakukan hal serupa, sementara temannya yang lain hanya memegangi korban agar tidak melawan.

Tidak lama, teman bocah perempuan yang mengetahui kejadian ini menceritakan hal itu kepada pengasuhnya. Keesokan harinya, pengasuh ini menceritakan peristiwa tersebut kepada nenek dan ibu korban.

Akhirnya terjadi perdebatan di kampung tempat tinggal bocah-bocah ini. Pemerintah desa segera memediasi kasus tersebut agar bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Keluarga korban menyetujui upaya mediasi ini, dengan mengajukan tuntutan agar pelaku pindah dari sekolahnya atau keluar dari kampung itu serta menanggung biaya konsultasi psikiater bagi korban sebagai kompensasi penyelesaian masalah tersebut.
Namun keluarga pelaku tampaknya tidak menanggapi hal ini. Pada akhirnya keluarga korban membawa kasus ini ke kepolisian.Tindak lanjut dari laporan ini berupa visum alat kelamin korban, dimana hasilnya menunjukkan ada luka bagian luar alat kelamin korban akibat pemaksaan benda tumpul.

Kemudian keluarga korban diminta untuk berkonsultasi dengan psikolog di Posyandu setempat. Akhirnya terungkap bahwa korban telah dicabuli oleh pelaku sebanyak lima kali.
Empat kali terjadi di sepanjang tahun 2022, satu kali terjadi pada tanggal 7 Januari 2023. Kejadian meninggalkan trauma mendalam pada korban, baik secara fisik terutama secara psikis.

Sebenarnya kasus kekerasan seksual semacam ini bukanlah yang pertama kali terjadi di negeri kita. Banyak kasus serupa yang berhasil diungkap media massa. Sebagaimana dikutip dari Metro TV News.com (20 September 2022), Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sejak Januari 2022 hingga 20 September 2022 pukul 12.00 WIB, terdapat 17.150 kasus kekerasan dengan jumlah korbanperempuan sebanyak 15.759 dan korban laki-laki sebanyak 2. 729 orang. Ironisnya berbagai kekerasan pada anak kerap terjadi di ruang publik sekolah, di lingkungan tempat tinggal, bahkan di dalam rumah yang semestinya menjadi tempat yang paling aman untuk mereka.

Begitulah, kasus demi kasus datang silih berganti bertumpuk menggunung tanpa ada solusi yang pasti untuk semua permasalahan ini. Segala upaya yang selama ini dilakukan, pada faktanya tidak menjawab persoalan yang ada.

Minimnya pendidikan agama dan ahlak dapat dipastikan menjadi titik tolak kelemahan bahkan kehancuran suatu masyarakat hingga peradaban. Dimana pembentukan keluarga sebagai elemen terkecil di masyarakat tidak didasari oleh aqidah yang benar, maka lahirlah diantaranya keluarga-keluarga dengan pola asuh yang salah, lingkungan pergaulan yang buruk, masyarakat yang abai, marak konten-konten “toxic” di media sosial, kurikulum sekolah yang tidak ideal, hingga sistem sanksi yang tidak menimbulkan efek jera, dan lain sebagainya.

Itulah buah dari sistem sekuler yang saat ini kita tengah berada di dalamnya. Hembusan issue moderasi beragama semakin gencar dan masif dilakukan. Arus sekularisme dan liberalisasi dalam kurikulum pendidikan pun tak kalah besar peranannya dalam melemahkan generasi ini . Sehingga makin jauhlah mereka dari nilai-nilai keimanan. Pada kondisi inilah generasi kita dipertaruhkan.

Definisi “anak” dalam islam adalah setiap orang yang belum mukalaf (akil, baligh, dan punya daya pilih).Mereka tidak terkena sanksi jika melakukan kejahatan atau kekerasan, hanya akan dita’dib (diberi bimbingan dan pemahaman) dan orang tua akan ditakzir (diberi sanksi atau hukuman) jika lalai.Bila seseorang sudah mencapai mukalaf, meski usianya masih berada di bawah 18 tahun, ia tidak lagi terkatagori “anak”, sehingga bisa dikenai sanksi hukum sesuai jenis kejahatannya. (Muslimah News).

Benang kusut persoalan diatas hanya bisa diselesaikan oleh dasar aqidah yang benar yaitu aqidah islam. Dengan kesempurnaan Islam sebagai aturan dan panduan hidup, telah dibuktikan dengan peradaban islam yang gemilang di masa lalu. Karena islam memiliki aturan yang jelas dan lengkap, kesempurnaannya dijamin oleh Allah azza wa jalla sebagai pencipta manusia dan seluruh kehidupan. Tidak ada keraguan di dalamnya.

Kehidupan umat muslim dalam islam yang kaffah dibangun diatas tiga pilar kokoh, yakni dibangun ketakwaan individunya,hingga melahirkan keluarga-keluarga yang islami dan berahlakul karimah, maka kesadaran masyarakat akan nilai-nilai keimanan terbangun dari sana. Terciptalah lingkungan yang kental dengan tradisi amar ma’ruf nahi munkar, serta penegakkan syariat islam kaffah oleh negara hingga sistem sanksi yang memberi efek jera semakin mengokohkan dan melindungi bangunan masyarakat ini.

Maka tidak dipungkiri lagi solusi tuntas hanya dapat diperoleh saat negeri ini beralih pada
sistem hidup islam kaffah.
Wallahu’alam bisowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here