Oleh : Triken Nuraeni Solihat, S.Farm
wacana-edukasi.com, OPINI– Kemiskinan ekstrem adalah suatu keadaan tidak dapat memenuhi kebutuhan primer manusia, termasuk makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi. Kemiskinan merupakan masalah global di seluruh dunia termasuk Indonesia. Isu kemiskinan pun merupakan salah satu masalah kemanusiaan yang membutuhkan solusi terintegrasi untuk mengatasinya.
Di Indonesia sendiri kemiskinan merupakan salah satu masalah yang tidak dapat diabaikan. Angka kemiskinan di Indonesia seakan tidak pernah menunjukkan pengurangan yang signifikan setiap tahunnya, bahkan justru mengalami kenaikan. Hal tersebut disebabkan banyak faktor, misalnya produktifitas tenaga kerja, tingkat upah, kesempatan kerja, inflasi dan lain-lain.
Adapun jumlah penduduk miskin di September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang atau 200 ribu jiwa dibanding Maret 2022 dan menurun 0,14 juta orang dibanding September 2021.
Angka kemiskinan di Indonesia terus menurun sejak September 2021. Margin yang terdata penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen, meningkat 0,03 persen poin terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 persen poin terhadap September 2021.
Pada penduduk miskin September 2022 di perkotaan jumlah meningkat sebanyak 0,16 juta orang dari 11,82 juta orang, di Maret 2022 menjadi 11,98. Sementara di waktu yang sama jumlah penduduk miskin di pedesaan meningkat sebanyak 0,04 juta orang dari 14,34 juta orang pada Maret 2022 menjadi 14,38 juta. Lantas tercatat garis kemiskinan di September 2022 terbilang sebesar Rp 535.547 per kapita per bulan dengan konstruksi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 397.125,00 atau 74,15 persen. Tercatat juga garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 138.422 atau 25,85 persen (Kumparan.com/30/01/2023)
Dari data lapangan pada Dinas Sosial (Dinsos) Bekasi, di wilayah Kabupaten Bekasi tercatat sebanyak 3.961 jiwa masuk kategori penduduk miskin ekstrem. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bekasi, Endin Samsudin pada Sabtu (28/1/2023) mengatakan, “Menyelaraskan data dilakukan oleh tenaga sosial kecamatan dan petugas sosial masyarakat dengan landasan data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2022 sebagai data untuk pemberian bantuan kepada warga. Hasilnya, ada 3.961 warga yang masuk dalam kategori penduduk miskin ekstrem.” Diterangkan olehnya bahwa indikator penduduk miskin ekstrem ditentukan berdasarkan pengeluaran harian yakni warga dengan pengeluaran di bawah 1,9 dolar Amerika PPP (Purchasing Power Parity) atau setara Rp 11.941,1 per kapita per hari. (repjabar.republika.co.id/28/1/2023)
Sementara itu dilansir dari Kompas.com(28/01/2023), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengaku miris karena mengetahui total anggaran penanganan kemiskinan dalam jumlahnya hampir mencapai Rp 500 triliun justru tak bisa dirasakan oleh rakyat miskin. Dia berpendapat, anggaran tersebut justru dipakai untuk berbagai kegiatan kementerian/lembaga yang tidak sejalan dengan skala prioritas program penanganan kemiskinan, tetapi justru dipakai untuk hal diluar prioritas misalnya studi banding dan rapat di hotel.
Disaat persentase kemiskinan semakin menanjak, anggaran yang diperuntukkan bagi pengentasan kemiskinan justru terpakai untuk hal yang bukan merupakan prioritas utama. Harusnya setiap lembaga atau kementerian bisa menetapkan prioritas dan menggunakan setiap anggaran dengan bijak. Hal ini harusnya membuat kita sadar, mawas diri dan mengoreksi apa yang salah dalam sistem di negeri kita ini. Miris, disaat rakyat makin tercekik, anggaran yang seharusnya dapat membantu kebutuhan mereka justru malah salah tempat.
Dalam sistem Islam, kesejahteraan rakyat adalah hal yang paling utama menjadi tanggung jawab Kholifah. Contohnya seperti keteladanan pada kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab tercatat kisah krisis melanda Madinah. Korban sudah banyak berjatuhan dan jumlah orang-orang miskin terus bertambah. Sang Khalifah adalah orang yang merasa paling bertanggung jawab terhadap musibah itu. Beliau, Umar bin Khattab memerintah menyembelih hewan ternak untuk dibagi-bagikan pada penduduk. Peristiwa semisal itu bukan hanya terjadi sekali saja. Kisah tentang pertemuan Sang Kholifah dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, begitu akrab di telinga kita. Ditengah nyenyaknya orang tidur, beliau berkeliling dan masuk sudut-sudut kota Madinah. Ketika itu beliau bertemu seorang ibu dan anaknya yang sedang kelaparan, Umar sendiri segera pergi mengambil makanan. Ia sendiri juga yang memanggulnya, mengaduknya, memasaknya dan menghidangkan gandum untuk anak-anak itu.
Inilah contoh keteladanan pemimpin dalam sejarah Islam dahulu. Kepemimpinan pada masa Khilafah memberikan keadilan, pelayanan dan kesejahteraan pada seluruh rakyatnya. Bagaimana dengan kondisi sekarang ? Saat aturan Islam ditinggalkan, justru banyak pemimpin negeri kita yang tidak amanah. Masing-masing sibuk memperkaya dirinya sendiri sampai melupakan janjinya untuk mensejahterakan rakyat.
Sebenarnya negeri kita ini tidak miskin. Negeri kita adalah negeri yang sangat kaya. Hanya saja tidak dikelola dengan baik oleh pemimpin negeri ini. Sehingga kekayaan itu hanya dirasakan oleh orang-orang “tertentu” saja, sedangkan rakyat makin menjadi miskin. Namun tak selayaknya kita berputus asa, mari kita doakan bersama. Semoga Allah akan hadirkan kembali sosok pemimpin teladan seperti Umar bin Khattab yang amanah.
Aamiin ya rabbal alamiin.
Views: 40
Comment here