Opini

Eksploitasi , Potret Tergerusnya Fitrah Ibu

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Sartika 

(Tim Pena Ideologis Maros)

wacana-edukasi.com, OPINI– Miris, seorang ibu berinisial Y (24 tahun) di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan tega memberi makan bayinya yang masih berusia tujuh bulan daging ayam pedas. Selain diberi makan daging ayam pedas, bayi yang masih berusia tujuh bulan itu juga tega diberi minum kopi saset. Aksi yang dilakukannya sengaja dijadikan sebagai konten yang kemudian diviralkan agar mendapat royalti dari orang-orang yang merasa kasihan ketika melihat video tersebut. Hal ini dikarenakan permasalahan ekonomi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. (DetikSulsel.com 26/01/2023).

Anak Kena Imbas

Tidak dimungkiri, wanita yang bergelar ibu memiliki fitrah senantiasa ingin melindungi buah hatinya, sebab Allah telah menciptakan rahim pada dirinya yang berarti kasih sayang. Namun karena himpitan ekonomi yang tidak memenuhi kebutuhan hidup, seorang ibu lebih memilih menelantarkan fitrahnya dan akhirnya anak yang tak tahu apa-apa pun kena imbasnya.

Banyaknya beredar konten semacam itu “mengeksploitasi anak” menampakkan telah tergerusnya fitrah seorang ibu dalam sistem kapitalisme. Disamping meninggalkan fitrah demi menutupi problem ekonomi, paham kapitalisme yang menjadikan standar kebahagiaan hanya berupa materi, seolah memaksa seorang ibu melakukan cara apapun demi meraup materi sebanyak-banyaknya meski harus mempertaruhkan nyawa buah hatinya.

Ibu yang memiliki peran Madrasatul ‘ulaa seharusnya lebih berkontribusi menanamkan akidah islam serta memahamkannya dengan tsaqofah Islam sehingga terbentuk syakhshiyah Islamiyah pada diri anak sejak dini. Sayangnya peran ibu saat ini telah terkontaminasi dengan propaganda barat yang merusak, anak yang sejatinya dilindungi dan dididik dengan baik justru menjadi ladang pencari cuan di media sosial.

Inilah rencana buruk kapitalisme, ketika fitrah dan peran seorang ibu tergerus maka bagian terbesar telah berhasil musuh Islam rusak. Bagaimana tidak, seorang ibu pondasi utamanya sebuah peradaban, jika pondasinya rusak maka mustahil bangunan diatasnya akan berdiri kokoh dan bukankah mengembalikan peradaban Islam memerlukan pejuang yang kokoh ? Kokoh dari segi ketakwaan, kesabaran, dan keikhlasan memperjuangkan kebangkitan Islam.

Campakkan Kapitalisme

Pernahkah kita menyadari saat diterapkannya sistem kapitalisme, permasalahan kehidupan juga datang bertubi-tubi. Mulai dari permasalahan ekonomi, sosial dan sebagainya. Wajar saja sebab kapitalisme bertentangan dengan fitrah manusia, mengapa tidak ! Akidah yang diembannya yakni sekulerisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga membuat manusia jauh dari hukum syariat-Nya (aturan dan hukum yang sesuai fitrahnya), menggerus keimanan kaum muslim kepada penciptanya yakni Allah.

Layaknya handphone, untuk menggunakan handphone tersebut tentu membutuhkan buku petunjuk aturan pakai yang berasal dari pabrik mana handphone itu dibuat. Jika tidak demikian, apa yang ada dalam handphone tersebut tidak akan bisa digunakan dengan baik. Begitulah perumpamaan manusia, jika aturan dan hukum yang diterapkan tidak berasal dari penciptanya (Sang Khaliq – Allah) hidupnya juga akan berantakan sehingga muncul berbagai permasalahan yang bercabang.

Sebagai seorang muslim yang bertakwa sudah seharusnya mencampakkan sistem kapitalisme yakni akar segala problematika kehidupan manusia. Lihatlah bagaimana Islam begitu sangat mengayomi manusia sesuai fitrahnya.

Saatnya Beralih Ke Sistem Islam (Khilafah)

Islam dan kapitalisme merupakan dua pemahaman yang saling bertentangan. Islam menciptakan Rahmatan Lil’Alaamiin sedangkan kapitalisme menciptakan kebahagiaan hanya pada segelintir orang dan sisanya dijadikan sapi perah. Penguasa dalam sebuah negara pun memiliki karakter yang berbeda sesuai sistem yang diembannya. Islam melahirkan penguasa yang bertakwa sedangkan kapitalisme melahirkan penguasa yang rakus akan materialisme.

Dalam sistem Islam, negara tidak membebani para ibu dengan permasalahan ekonomi. Negara akan memberikan sebuah jaminan pemenuhan kebutuhan dasar dengan cara memudahkan para ayah dalam mencari nafkah, seperti membuka lapangan pekerjaan dan memberikan bantuan modal usaha.

Negara akan menyaring dan mencegah konten-konten yang memberikan edukasi unfaedah terhadap masyarakat termasuk konten mengeksploitasi anak sehingga tidak ada lagi masyarakat yang mendapatkan royalti dari konten yang mereka buat. Sebaliknya, negara akan memberikan edukasi kepada masyarakat agar senantiasa berbuat sesuai hukum syara’, tidak terlena dengan kenikmatan dunia, beramal untuk bekal akhirat dan beramar makruf nahi mungkar dalam mencegah terjadinya kemaksiatan. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan suasana iman dan ibadah dengan menerapkan sistem sosial dan pergaulan berdasarkan syariat Islam.

Selain itu, negara juga akan melakukan penindakan pelanggaran syariat dengan menegakkan uqubat (sistem sanksi) yang akan memberikan efek jera terhadap pelaku. Penegakan uqubat adalah pelindung sekaligus jaminan negara atas keselamatan rakyatnya tak terkecuali anak-anak. Negara tidak akan segan menegur dan menghukum orangtua yang berbuat dzalim terhadap anaknya. Begitupun sebaliknya, negara juga akan menghukum anak yang berbuat dzalim terhadap orangtuanya. Di mata syariat, tidak ada hukum tebang pilih, baik untuk pejabat maupun rakyat.

Maka dari itu sudah saatnya kita beralih ke sistem syariah Islam kaffah. Sistem yang memberikan kemaslahatan, kesejahteraan dan keselamatan jiwa bagi setiap insan di dunia. Karena Islam rahmat bagi seluruh alam.

Wallahu’alam Bisshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 28

Comment here