Oleh : Mimi Husni (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Belum lama ini, heboh seorang wanita muda berinisial NT (25) warga jambi. Di usut karena di duga mencabuli 11 anak di bawah umur. Tidak pilih-pilih, ibu muda ini menyasar anak laki-laki juga perempuan mulai dari umur 8 tahun sampai 15 tahun. Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jambi, AKBP Kristian Adi Wibawa mengatakan, di duga modus yang di pakai adalah dengan iming-iming memberikan bonus waktu bermain playstation bagi anak-anak yang mengikuti keinginannya. (detikcom, 4/2/2023).
Selain itu, dilansir dari detikcom, 30/8/2022. Seorang guru agama berinisial AM (33) seorang guru di salah satu SMPN Kabupaten Batang, melakukan aksi bejadnya kepada lebih dari 20 orang siswi. Cara yang digunakan pelaku untuk melancarkan aksinya adalah dengan kegiatan OSIS
Ini bukanlah kali pertama kejadian pelecehan seksual pada anak, sebelumnya juga sudah banyak laporan terkait kasus-kasus tersebut. Data dari KPAI mencatat ada 5.953.kasus pelanggaran hak anak pada tahun 2021. Disampaikan oleh ketua KPAI Susanto bersama jajarannya dalam konfrensi pers virtual, terdapat 859 kasus anak korban kekerasan seksual pada 2021. (Detikcom, 24/1/2022).
Jumlah korban bisa dari anak sebagai korban pornografi dan cyber crime 345 kasus., sepanjang tahun 2016-2020, adapun jumlah kasus kejahatan seksual yang terjadi pada anak sebanyak 544 kasus, dan pada anak yang mengalami korban pornografi 703 kasus (Bank Data KPAI, 18/05/2021).
Sangat menakutkan! Para predator anak masih mengintai dengan berbagai modus dan motif yang mereka gunakan. Orang-orang terdekat tidak lagi menjadi tempat untuk bisa berlindung (ayah, ibu, kakek, nenek, paman) bahkan teman tidak bisa menaruh percaya. Semua perlakuan pelecehan yang di alami akan meninggalkan trauma serta menyebabkan mental dan psikologisnya terancam oleh aksi predator yang semakin mengganas.
Menyoroti kasus pelecehan yang terjadi pada anak-anak, ada beberaapa penyebab mengapa kasus ini berulang dari tahun ke tahun: Pertama, pengendalian diri terkait keimanan seseorang gampang sekali pupus di tengah penerapan sistem sekuler liberal yang memberikan kebebasan sebesar-besarnya serta menyajikan berbagai kondisi yang meningkatkan syahwat membuat seseorang dalam melakukan suatu tindakan kejahatan tidak lagi memikirkan konsekwensi apa yang akan di terimanya, yang di lakukan hanya untuk memuaskan keinginan-keinginan bejadnya.
Kedua, teknologi yang ada saat ini, bisa menjadi kawan juga lawan. Dengan kasus cyber crime, prostitusi online, bullying online, hingga tayangan yang tidak mendidik juga tontonan porno yang merangsang syahwat bejat pelaku.
Negara sebagai pengontrol dan penyaring informasi melemah. Memberikan izin untuk penanyangan dan produksi film beraroma kebebasan, seperti mengajarkan seks (zina, pacaran) yang tidak bisa di hadang.
Ketiga, sanksi yang tidak tegas. Indonesia sudah mempunyai payung hukum dalam melindungi anak dari kejahatan seksual. UU NO. 35 Tahun 2014 revisi dari UU NO. 23 tahun 2022 tentang perlindungan Anak. Juga disebutkan dalam pasal 76E UU No. 35 Tahun 2014 menyebutkan “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan, memaksa, ,elakukan tipu daya, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau dibiarkan dilakukan perbuatan asusila.
Hanya saja regulasi yang ada tidak mampu memberikan efek jera bagi para predator anak, nyatanya para pelaku masih berkeliaran dengan bebas untuk mencari mangsa baru.
Hukum kebiri yang dilakukan tidaklah memberikan solusi jangka panjang selama tindakan pencegahan tidak dilakukan. Ada upaya preventif agar kasus prostitusi anak, pedofilia, pencabulan dan sejenisnya dapat dicegah.
Dalam Islam, yang dilakukan untuk mencegah perilaku menyimpang tersebut adalah dengan penerapan sistem Islam secara kaffah. Inilah langkah yang dilakukan dalam mengatasi masalah kejahatan seksual pada anak:
Pertama, Negara menerapkan sistem pergaulan sesuai Islam. Harus ada ketentuan dalam interaksi sosial dan pergaulan di lingkungan keluarga dan masyarakat: (1) kewajiban menjaga aurat dengan menutup aurat berhijab secara syar’i, (2) larangan berduaan dengan yang bukan mahrom, zina, campur baur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat), (3) larangan memamerkan keindahan tubuh dan kecantikan perempuan baik bekerja dan tidak, (4) larangan melakukan perjalanan sehari semalam tanpa di temani mahram.
Kedua, media harus menyaring konten dan tayangan-tayangan yang tidak mendidik dan mendukung bagi perkembangan generasi (konten porno, film percintaan, dan yang mengarah pada pelanggaran terhadap syariat Islam).
Ketiga, adanya sanksi yang tegas bagi para pelaku yang di dasarkan pada tingkat kejahatannya sesuai dengan hukum islam yang berlaku dengan ketentuan hukum yang di laksanakan oleh seorang khalifah.
Keempat, Sistem pendidikan yang berbasis aqidah Islam. Yang selalu memperhatikan terkait media belajar, kurikulum, proses belajar akan mengacu pada Islam. Dengan begitu orang tua memiliki pemahaman yang baik, akidah yang kuat akan di miliki oleh anak-anak, masyarakat akan melakukan amal ma’ruf nahi munkar, saling mengingatkan satu dengan yang lainnya.
Hanya akan di dapatkan perlakuan seperti ini dalam Islam, sedangkan dalam sistem sekuler, masyarakat akan di paksa menjadi individualis kapitalis.
Kelima, penerapan ekonomi Islam. Banyak terjadi kejahatan di akibatkan keterdesakan ekonomi. Maka negara akan memberikan jaminan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan, serta memudahkan rakyatnya dalam mencari pekerjaan untuk mendapatkan nafkah serta biaya yang murah bahkan gratis pada sistem pelayanan publik.
Dengan begitu, rakyat sangat butuh hadirnya sistem Islam agar dapat melindungi generasi dari predator seksual dan kejahatan-kejahatan berikunya.
Views: 16
Comment here