wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pemerintah Kabupaten Bandung di tahun 2023 ini menargetkan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui berbagai optimalisasi potensi pendapatan di lapangan pada tahun 2023 ini. Dilansir dari KORAN GALA. Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut sekitar 1,290 triliun. Di tahun 2022 PAD mengalami kenaikan di bandingkan tahun 2021, maka di tahun 2023 ini PAD harus lebih meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan, upaya untuk menggali dan meningkatkan potensi PAD Kabupaten Bandung, selain melaksanakan evaluasi sumber daya manusia, juga evaluasi program kegiatan dan melaksanakan program kebijakan Bupati Bandung.
Strategi yang digunakan dalam upaya meningkatkan PAD yaitu dengan cara meningkatkan kepuasan masyarakat akan kualitas pelayanan publik melalui sistem aplikasi. Caranya, mempermudah pembayaran pajak melalui bank-bank, supermarket dan berbagai aplikasi lainnya. Menurut Bupati Bandung dengan mengencangkan pembayaran pajak akan meningkatkan kuantitas PAD di Kabupaten Bandung.
Kebijakan terkait peningkatan PAD ini dengan upaya mempermudah pembayaran pajak merupakan hal yang sebenarnya bisa memberatkan rakyat. Karena tidak seharusnya rakyat terus dibebani dengan pajak. Dalam apapun, baik pekerjaan, pembelian, bangunan dan lain sebagainya dikenai pajak. Tidak seharusnya juga pemerintah hanya mengandalkan rakyat dalam meningkatkan pendapatan daerah. Karena belum tentu rakyat yang dikenai pajak itu ridha dengan pungutan itu terutama bagi rakyat yang kurang mampu.
Menarik pajak dari rakyat tanpa ada kerelaan dan sebab-sebab yang syar’i adalah perbuatan haram. Apalagi dilakukan oleh pemerintah yang seharusnya memberikan kesejahteraan justru malah mempersulit rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.
“Sungguh pemungut cukai berada di dalam neraka.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Inilah negara jibayah (negara pemalak) dimana pajak menjadi tumpuan pemasukan pendapatan negara. Jika negara yang mewajibkannya berarti negara telah berlaku zalim, dan termasuk kedalam tindakan memungut cukai sebagaimana sabda Rasulullah saw. diatas.
Hukum asal menarik pungutan (pajak) dari rakyat adalah haram. Hanya saja, syariah Islam telah menetapkan kondisi-kondisi tertentu yang membolehkan negara menetapkan pajak atas rakyat. Hanya saja ada perbedaan antara penarikan pajak dalam negara Islam dengan negara kapitalis diantaranya:
Pertama, karena hukum asal pajak adalah haram. Maka pajak hanya akan ditarik ketika negara Islam dalam keadaan darurat. Pajak tidak akan dipungut dalam keadaan normal. Keadaan ini bisa saja terjadi ketika harta di Baitul Mal habis.
Kedua, dalam Islam, penarikan pajak dilakukan secara selektif. Artinya, tidak semua orang dibebani untuk membayar pajak. Hanya pihak-pihak yang dirasa mampu dan berkecukupan saja yang akan dikenai pajak.
Ketiga, pajak dalam pandangan Islam adalah pemasukan yang bersifat pelengkap, bukan sebagai pemasukan utama dalam APBN negara Islam.
Didalam negara Islam pendapatan APBN atau Baitul Mal terdapat pemasukan-pemasukan rutin yang menjadi hak rakyat. Baitul Mal sendiri adalah salah satu bagian institusi negara. Misalnya, fai’, kharaj, ‘usyr dan dari pengelolaan terhadap harta-harta milik umum. Selama Baitul Mal memenuhi kesejahteraan rakyat, negara tidak akan pernah memungut pajak dari rakyat. Tidak seperti kondisi dalam negara kapitalis saat ini. Bahkan justru pihak-pihak yang berada ada yang tidak dipungut pajak dan sebaliknya pihak menengah kebawah yang terus ditekankan akan kewajiban membayar pajak.
Sebenarnya pemerintah bisa mencontoh apa yang pernah dilakukan pemerintahan Islam dalam mengelola APBN maupun PAD, sehingga rakyat akan merasakan kesejahteraan dan keadilan. Karena Islam telah membuktikannya selama 1300 tahun lebih memimpin dunia.
Wallahu’alam bishshawab
Dari : Sumiati
Views: 5
Comment here