Oleh Tasyati Nabilla (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Kalimat di atas adalah kutipan presiden Soekarno tentang pemuda yang dapat mengguncangkan dunia. Dalam artian bangkitnya suatu bangsa tergantung pemudanya. Namun, nyatanya saat ini lagi dan lagi, masyarakat kembali dibuat geram dengan berita tindak kekerasan yang pelakunya adalah remaja. Beredarnya video kasus penganiayaan yang menimpa David Ozora anak dari pengurus GP Anshor yang menjadi korban dalam kasus ini, dan terungkaplah nama Mario Dandy Satriyo anak Rafael Alun Trisambodo, seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menjadi pelaku atas penganiayaan brutal.
Penganiayaan secara brutal oleh Mario ini terjadi di sebuah perumahan di Pesanggarahan, Jakarta Selatan, Senin (cnnindonesia.com 20/2) sekitar pukul 20.30 WIB. Berita berikutnya tidak kalah mengiris hati yaitu siswi SMP berinisial (J) yang diperkosa oleh sekelompok teman sekolahnya. Pada saat itu korban sempat membuat laporan ke polisi, tetapi kondisinya kian menurun dan tidak mungkin dimintai keterangan. Korban pun dilarikan ke RS M Yasin Bone. Setelah menjalani perawatan selama lima hari, korban menghembuskan napas terakhirnya pada Jumat (kompas.com, 21/02/2023).
Dari fakta-fakta berita yang terungkap, kasus yang terjadi ini menambah panjang daftar hitam tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemuda. Maraknya kenakalan remaja, menjadi bukti bahwa remaja hari ini kehilangan jati dirinya. Seharusnya remaja berperan untuk memajukan atau membangkitkan negara dari keterpurukan, malah menghancurkan negaranya.
Banyak faktor penyebab terjadinya kenakalan pada remaja mulai dari kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua kepada sang anak akibat terlalu fokus untuk bekerja sehingga lalai dengan kondisi sang anak. Penyebab selanjutnya, masyarakat. Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi pola pikir. Terlebih lagi lingkungan pertemanan yang buruk akan lebih cepat mempengaruhi pola pikir seseorang. Terlebih lagi sistem pendidikan saat ini yang hanya berfokus pada transfer ilmu saja, tetapi lalai dari segi religius pembinaan akhlakul karimah peserta didik.
Biang keladi dari permasalahan di atas sudah pasti karena ulah sistem kufur kapitalis-sekularisme yang masih diterapkan di tengah masyarakat. Sekularisme memisahkan agama dari pengaturan kehidupan. Baik itu dari sistem ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, semua dijauhkan dari agama. Tidak ada akidah sebagai penuntun dalam melakukan perbuatan. Kemudian, liberalisme hanya kebebasan semu. Sehingga remaja bebas melakukan apa saja yang disukainya. Tanpa memikirkan standar halal dan haramnya suatu perbuatan.
Kapitalisme menjunjung tinggi asas materi dalam kehidupan. Sibuk mengumpulkan pundi-pundi uang bekerja tidak kenal waktu sehingga lupa akan kewajiban sebagai kaum muslim untuk beribadah serta kewajiban sebagai orang tua memberikan bimbingan dan kasih sayang kepada sang anak. Lihatlah betapa bobrok sistem hari ini yang menghancurkan segala lini kehidupan. Seharusnya pemuda berperan membangkitkan dan memajukan negara, tetapi itu hanya angan belaka.
Dengan segala hiruk pikuk permasalahan yang terjadi hanya satu solusinya yaitu kembali kepada sistem Islam yang pastinya telah terjamin mencetak generasi yang berkualitas serta unggul dalam aspek keimanan dan ketakwaan. Negara sebagai perisai berperan penting dalam mengatasi permasalahan umat seperti tindak kekerasan yang saat ini terjadi. Serta memberikan rasa aman dan damai bagi umat.
Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya Al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.” (h.r. Al-Bukhari).
Sistem Islam memiliki aturan berdasarkan Al-Qur’an dan hadis bukan buatan manusia sehingga membuat efek jera bagi pelaku kekerasan. Terlebih lagi Islam mengatur segala aspek kehidupan. Mulai dari aspek pendidikan yang menjadikan sekolah bukan hanya sekadar mentransfer ilmu saja, tetapi menanamkan keimanan dan ketakwaan peserta didik sehingga terhindar dari perbuatan maksiat. Kemudian dari keluarga mempunyai peranan penting dalam membangun kepribadian anak serta mengoptimalkan pola asuh. Serta membentengi sang anak dengan nilai-nilai religius. Dengan sistem Islam mencetak generasi unggul dan berkepribadian Islam sehingga bisa bangkit dari keterpurukan.
Wallahualam bissawab.
Views: 47
Comment here