Oleh: Ufairoh Maliha Shofwah, S.Gz.
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Indonesia belum menemukan solusi mengatasi permasalahan stunting. Berbagai seruan dan aksi dilakukan untuk menurunkan permasalahan prevalensi stunting. Mulai dari himbauan memelihara ayam dan mengonsumsi telurnya, hingga safari gemar makan ikan. Upaya tersebut nampaknya tidak menyentuh akar permasalahan stunting secara keseluruhan. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah daerah harus semakin gencar mengajak masyarakat untuk gemar mengonsumsi ikan, guna mencegah dan menurunkan prevalensi stunting (Tirto.id, 12/03/2023).
Bak gayung bersambut, himbauan tersebut langsung diwujudkan di beberapa daerah, berupa kampanye gemar makan ikan. Dianjurkan makan ikan dimulai sejak kecil hingga dewasa. Sebab, konsumsi ikan memiliki segudang manfaat untuk semua kalangan usia. Untuk aksi tersebut, bahkan seorang anggota dewan rela mengantarkan paket ikan segar ke rumah warga, tepatnya di wilayah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (megapolitan.antaranews.com, 15/03/2023). Wakil Gubernur di Provinsi Riau, Marlin Agustina, seolah tak mau kalah dalam mendukung aksi ini. Dia mengatakan, hasil laut yang notabene 96% adalah ikan, harus dimanfaatkan. Harapannya agar generasi menjadi sehat dan cerdas (kepri.antaranews.com, 09/3/ 2023).
Berbagai ide dilontarkan di negeri ini untuk atasi stunting. Akan tetapi, pemerintah seolah lupa, bagaimana kemampuan rakyatnya dalam mendapatkan protein hewani yang bagus, seperti ikan. Kemiskinan masih merajalela. Untuk sebatas memenuhi kebutuhan perut saja, rakyat kecil masih kesulitan. Kondisi ini diperparah dengan lonjakan harga bahan pangan menjelang momen-momen tertentu.
Dalam program safari makan ikan, memang ikan disediakan. Namun pencegahan stunting melalui perbaikan asupan makan akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebab, tidak hanya berbicara tentang perbaikan gizi, namun tak boleh diabaikan ada aspek pendukung kejadian stunting, seperti rendahnya pendapatan, edukasi yang masih perlu ditingkatkan, hingga kesulitan mengakses informasi dan pelayanan kesehatan.
Pemenuhan gizi individu yang dimulai sejak remaja putri hingga usia dewasa, akan berpengaruh terhadap keadaan anak yang dilahirkannya. Stunting memerlukan solusi sistemik, sebab penyebab stunting seolah merupakan lingkaran setan kesehatan yang sulit terputus. Kondisi tersebut wajar terjadi pada sistem yang diterapkan saat ini, yakni sistem kapitalisme.
Berbeda dengan Islam yang sangat memperhatikan kesehatan rakyatnya, terlebih pada generasi penerus bangsa. Tongkat estafet keberhasilan suatu negara, baik buruknya suatu negara di masa depan, ditentukan pula oleh kualitas sumber daya manusianya, terutama generasi mudanya. Oleh karena itu, Islam akan mendukung kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, dengan memperhatikan hak-hak dasar warga negara. Rakyat dijamin untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai, kemudahan mengakses kesehatan, hingga penyediaan lapangan pekerjaan, guna membantu para pencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Selain itu, Islam akan menghentikan segala hal yang bisa merusak generasi penerus bangsa. Islam sebagai ideologi, dengan berbagai mekanisme yang ada, sangat peduli terhadap generasi. Negara memperlakukan generasi penerus sebagai calon pemimpin umat, sehingga negara menyediakan berbagai macam kebijakan untuk mencetak generasi berkualitas termasuk mencegah terjadinya stunting.
Wallahu a’lam bish-shawab
Views: 18
Comment here