wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Dikutip dari Cnnindonesia.com, Jum’at (17/3/2023), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan terjadi kenaikan signifikan atas temuan kasus tuberkulosis (TBC) pada anak di Indonesia, melonjak hingga 200%. Dari 42.187 kasus pada 2021, meningkat menjadi 100.726 kasus pada 2022. Dan hingga Maret 2023 ini, Kemenkes juga telah menerima laporan sebanyak 18.144 anak terinfeksi penyakit menular ini.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes Imran Pambudi menilai kenaikan ini terjadi lantaran banyak orang tua yang tidak menyadari gejala TBC atau tidak segera mengobati penyakitnya, sehingga berimbas penularan pada kelompok rentan seperti anak-anak.
Ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr. Imran Pambudi pada konferensi pers daring Hari Tuberkulosis Sedunia 2023 yang mengangkat tema “Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa”
Indonesia menduduki peringkat ke kedua penderita tuberkulosis (TBC) di dunia setelah India. Meskipun kasus TBC sudah lama terjadi di Indonesia. Hanya saja, peningkatan kasus TBC akhir-akhir ini sangat mencengangkan. Bayangkan saja, jumlah kematian TBC di Indonesia setara dengan tiga orang meninggal setiap menitnya. Kondisi ini mencerminkan banyak hal, mulai dari buruknya upaya pencegahan, buruknya sanitasi, rentannya daya tahan, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, hingga lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan serta kemiskinan.
Dikutip dari Cnnindonesia.com, Senin (16/1/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 26,36 juta orang per September 2022. Jumlah ini naik tipis dibandingkan pada akhir Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang.
Biang masalah dari meningkatnya penyakit menular seperti TBC ini adalah penerapan sistem kapitalisme sebagai aturan dalam kehidupan. Sistem ini meniscayakan berbagai kebutuhan pokok masyarakat dikapitalisasi dan dikomersialisasi oleh pihak pengusaha dan pemodal. Seperti kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya, rakyat harus membayar mahal. Maka masyarakat harus berusaha keras jika ingin memenuhi kebutuhan mereka sendiri, bahkan dalam mengatasi penyakit menular seperti TBC.
Fakta ini menunjukkan lemahnya pemerintahan ala sekuler demokrasi dalam melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengatasi TBC, meskipun sudah menggandeng ormas, serta kerja sama dengan LSM bahkan WHO tetap saja tidak membuahkan hasil yang maksimal.
Inilah hasilnya jika pengaturan urusan rakyat masih menerapkan sistem demokrasi yang melahirkan kebijakan Kapitalisme. Hidup sehat dan sejahtera dalam sistem ini hanya angan-angan belaka. Ini menjadi bukti lemah dan jahatnya sistem yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan negara. Karena sistem ini telah menjadikan berbagai pengaturan urusan umat, bahkan orang sakit sebagai komoditas dan dikapitalisasi.
Bagi setiap masalah, Islam punya solusinya. Dalam menangani masalah TBC misalnya, Islam akan berfokus pada penyelesaian masalah pokoknya terlebih dahulu, yaitu menggantikan penerapan sistem kapitalisme yang jelas-jelas sudah memiskinkan masyarakat secara terstruktur dan sistematis. Lalu dialihkan kepada penerapan sistem Islam secara kaffah yang direalisasikan dalam kehidupan bernegara. Sehingga peran pemerintah akan kembali dengan sendirinya sebagai periayah urusan rakyat. Sebab Islam menetapkan negara adalah pengurus rakyat, termasuk dalam penanggulangan penyakit menular ini.
Negara berkewajiban melaksanakan berbagai upaya dan langkah yang komprehensif untuk menanggulangi akar masalah secara tuntas, melalui sistem kesehatan yang andal yang ditopang oleh sistem politik dan ekonomi berdasarkan Islam.
Kekuasaan dalam pandangan Islam adalah amanah yang kelak di akhirat akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Swt. Nabi Saw bersabda “kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).
Hadits ini terkait penguasa yang amanah adalah yang memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya yakni sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan secara layak. Negara Islam akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya agar kepala keluarga dapat menafkahi dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Bagi pengangguran, negara akan memberi bantuan untuk membuka usaha atau pembekalan keterampilan untuk bekerja.
Negara yang mengelola SDA dan memberikan hasil pengelolaan itu kepada masyarakat secara merata. Hasil pengelolaan SDA juga dapat digunakan untuk membangun sarana dan layanan kesehatan yang dapat diakses masyarakat dengan murah dan mudah. Jika ditemukan kasus penyakit menular, negara akan memberikan pengobatan hingga sembuh bagi pasien. Negara juga akan melakukan deteksi dini agar penyakit tersebut tidak menyebar ke daerah lainnya.
Demikianlah, dengan penerapan sistem politik dan ekonomi Islam secara kaffah, negara dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan pola hidup sehat beserta nutrisi yang cukup. Semua ini hanya bisa terwujud dalam negara yang berlandaskan Islam dalam bingkai khilafah Islamiyah. Wallahua’lam.
( Siti Masyitah, Anggota Ngaji Diksi Aceh).
Views: 10
Comment here