Opini

Pro Kontra Piala Dunia U-20, Bukti Kian Pudarnya Ukhuwah Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Lely Novitasari

(Aktivis Generasi Peradaban Islam)

wacana-edukasi.com, OPINI–Dibatalkannya Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia menuai pro dan kontra. Para pejabat pun terpecah, apalagi masyarakat khususnya di sosial media terbagi menjadi dua kubu, ada yang menyayangkan, ada pula yang mensyukuri.

Melansir dari Viva.co. id Gubernur Bali, I Wayan Koster serta Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo serta beberapa organisasi-organisasi lain termasuk yang menolak kedatangan TimNas Israel ke Indonesia.

Namun keputusan Badan Sepakbola Dunia (FIFA) pada Rabu, 30 Maret 2023 justru dalam surat resminya itu sama sekali tidak menyebutkan soal penolakan Israel dalam keputusan mereka. FIFA justru menyebutkan tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Oktober 2022 silam. Menurut FIFA, Indonesia masih dalam proses transformasi sepakbola.

Di sisi lain kubu yang meyayangkan melihat kesempatan menjadi tuan rumah pildun membuka peluang TimNas Indonesia ikut di dalamnya. Sebab Indonesia masuk kualifikasi sebagai tuan rumah hingga membolehkannya ikut dalam ajang ini. Otomatis saat perizinan menjadi tuan rumah dicabut begitupun keikutsertaan TimNas Indonesia.

Twit FIFA pun dibanjiri beragam komentar netizen Indonesia tentang unggahan FIFA soal surat resmi pencoretan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Ada yang mendukung Israel, tidak sedikit yang mendukung Palestina. Dan banyak juga yang kecewa atas pencoretan ini.

“Bravo FIFA. Tidak ada ruang untuk kebencian dalam sepakbola. Event ini seharusnya menyatukan negara-negara di seluruh dunia, bukan digunakan sebagai alat politik,” tulis seorang netizen.

“Perang di Ukraina: buruk dan sanksi Rusia. Pendudukan dan kejahatan, perang di Palestina: baik dan dukung Israel,” tulis netizen lainnya.

Polemik yang bergilir sebagian besar menyalahkan opini yang menolak Israel dengan narasi jangan mencampur-adukkan politik dengan olahraga. Pertanyannya, apakah betul olahraga tidak ada kaitan dengan dunia politik?

Film tentang FIFA yang ditayangkan di media Netflix berjudul FIFA Uncovered merupakan film dokumenter yang bersifat investigatif. Di dalamnya diungkal sisi sejarah kelam organisasi FIFA. Mulai dari perebutan kekuasan hingga politik global, serta syarat untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia yang penuh intrik. Tidak terkecuali dengan yang terjadi pada negara Qatar kemarin.

The Times melaporkan, pada 6 Agustus 2018, mantan presiden FIFA, Sepp Blatter, mengklaim bahwa Qatar telah melangsungkan ‘operasi hitam’ yang mengartikan bahwa panitia pemilihan tuan rumah telah melakukan tindak kecurangan untuk memenangkan hak sebagai tuan rumah.

Di gambarkan juga berbagai kasus penyelewengan FIFA dalam penyelenggaraan Piala Dunia, seperti penipuan, pencucian uang, hingga penghindaran pajak.

Terlepas dari jejak kelam FIFA dalam menyelenggarakan piala dunia, faktanya permainan politik sangat terasa. Hal ini menjawab narasi yang mengkambing-hitamkan opini yang mengkaitkan pejajahan negara Israel terhadap Palestina.

Tak hanya itu, perlunya mencermati fakta bahwa surat resmi FIFA yang membatalkan justru menyoroti tragedi Kanjuruhan yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan Indonesia sebagai tuan rumah.

Tragedi Kanjuruhan yang mencoreng wajah dunia sepak bola dalam negeri harusnya menjadi bahan renungan untuk bebenah diri. Mirisnya setelah penyelidikan justru angin lah yang menjadi kambing hitam tragedi Kanjuruhan hingga dua terdakwa dari pihak polisi divonis bebas. Wow!

Dilansir dari media CNBC, diberitakan walaupun pemerintah telah menggelontorkan dana yang fantastis hingga trilyunan hanya untuk penyelenggaraan pildun sebagai tuan rumah. Tak dimungkiri keuntungan pendapatan dari hak siar dan penjualan tiket tetap akan masuk ke kantong FIFA.

Kacamata Islam

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam tentu keberpihakan menjadi hal yang menunjukkan identitas keimanan terhadap agamanya. Dimana rasa kepedulian umat Islam sebagai satu umat itu diibaratkan bagaikan satu tubuh. Saat ada anggota tubuh lain sakit maka seluruh bagian tubuh yang lain ikut merasakan.

Fakta bahwa Israel masih sampai dengan hari ini menjajah umat Islam di Palestina, tentu tak bisa dinormalisasi dengan membuka tangan mempersilahkan TimNasnya masuk ke negeri ini.

Teks UUD 45 pun mendeklarasikan bahwa Indonesia sebagai negara yang tidak mentolerir penjajahan. Disebutkan di dalamnya, “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Keikutsertaan TimNas Israel tentu membawa nama negaranya yang mempunyai latar belakang negara yang melakukan penjajahan. Apalagi notabene terhadap negeri Islam. Jika negeri ini menerima dengan tangan terbuka, bulankah itu bentuk dari melegalisasi penjajahan?

Lalu bagaimana dunia juga khususnya umat Islam di negeri ini memandang perang antara Rusia-Ukraina? Bahkan dua negara itu memang saling mengangkat senjata. Lain halnya tentang Israel-Palestina, yang sebelah pihak yaitu Israel mencaplok wilayah negara Palestina dan menduduki pemukiman warga Palestina dengan paksa.

Dimana rasa kemanusiaan? Dimana rasa kepedulian sebagai bentuk ukhuwah Islam?

Akibat Sistem yang Rusak

Dorongan kuat dari sebuah sistem/ aturan bisa mempengaruhi keyakinan masyarakatnya. Indonesia walaupun mayoritas beragama Islam penduduknya tapi negaranya belumlah menerapkan aturan Islam. Indonesia nyatanya menerapkan demokrasi-sekular yang mengkondisikan umat Islam tidak perlu memakai agama dalam aktivitas politik apalagi dunia olahraga. Islam hanya perlu di mimbar-mimbar dan menjadi ranah pribadi.

Padahal Allah Swt. menyeru pada umatnya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,”
(Surat Al-Baqarah ayat 208).

Jika umat Islam menyadari dan meyakini Islam tentu selayaknya membuktikan sebagai bentuk ketakwaan pada ajaran agamanya dengan berislam kaffah. Tak hanya mengambil ajaran agamanya sebagian tapi menyeluruh.

Bahkan tak hanya individu, Allah Swt. menyeru seluruh masyarakat sebuah negeri:

وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ

Artinya: “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf Ayat 96)

Negara seharusnya menjadi punggawa pelaksana syariat Islam. Dengan aturan Islam yang komperhensif, tak hanya mengatur ranah ibadah, juga aktivitas muamalah dan jalannya pemerintahan. Aturan Islam mampu menjadi problem solving dengan memuaskan akal, menentramkan hati bahkan tak lekang oleh zaman dan tempat.

Negara yang menerapkan Islam menempatkan posisi untuk melayani kepentingan rakyat, bukan segolongan ataupun individu. Tak memudahkan negerinya diiintervensi oleh kepentingan elit global sekalipun menguntungkan dalam aspek ekonomi jika syaratnya menolerir tindakan penjajahan dan kecurangan lainnya termasuk kejahatan pada umat Islam di Palestina dan berbagai belahan dunia.

Mengutip kalimat yang pernah diucapkan Founding Father negeri ini, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah”. Jika umat Islam ingin membangkitkan kondisi umat Islam serta menolong saudara seakidahnya yang terzholimi hari ini, wajib hukumnya memahami sejarah negerinya secara komprehensif.

Sejarah Islam mampu memimpin peradaban dengan kegemilangan dan mengalahkan dua peradaban besar seyogyanya menjadi pengingat dan renungan umat Islam, bahwa Islam pernah jaya ketika diterapkan dalam sistem negara.

Bahkan telah dicontohkan oleh manusia terbaik Nabi Muhammad Saw. di Madinah sejak 1400 an tahun yang lalu. Nabi Saw. mendakwahkan Islam, melakukan pembinaan agar umat manusia sadar hakikat hidupnya, hingga dakwah Nabi Saw. mendapatkan penawaran perlindungan dan kekuasaan dari suku Aus dan Khazraj di Yastrib/Madinah.

Sejak Islam diterapkan dalam lingkup negara di Madinah, tak hanya menjadi mercusuar peradaban, Negara Islam memiliki “bargaining power” atau kekuataan hingga disegani oleh negara lainnya. Bukti di masa kekhilafahan Ustmani, khalifah Sultan Abdul Hamid pernah menolak dengan tegas permintaan Theodor Herzl untuk membeli tanah Palestina sebagai tempat tinggal kelompok Zionis Yahudi, yang sekarang menjadi Israel.

Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al iqthisad Fi Al I’tiqad menyatakan: “Agama dan kekuasaan adalah ibarat “dua saudara kembar”. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.”

Dalam kitab beliau yang lain, Ihya ‘Ulumuddin, Imam al-Ghazali menyatakan: “Sudah diketahui bahwa jika kekuasaan dan kepemimpinan (Islam) diabaikan, niscaya akan rusaklah urusan agama dan dunia seluruhnya –pembunuhan akan merajalela di tengah-tengah manusia; keamanan akan hilang, negeri-negeri akan hancur, dan penghidupan akan terlantar.”

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here