Oleh : Hessy Elviyah, S.S.
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Ramadan adalah bulan istimewa, didalamnya terdapat kemuliaan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Rahmat Allah tercurah sangat besar, pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup. Setan dibelenggu, pintu-pintu langit dibukakan dan doa-doa dikabulkan.
Allah menjadikan bulan Ramadan sebagai bulan suci, bulan pengampunan dosa-dosa hambanya. Terdapat beribu-ribu kebaikan diantaranya adalah malam Lailatulqadar yang kebaikannya melebihi seribu bulan. Terdapat pula malam Nuzululqur’an, yaitu malam diturunkannya Al-Qur’an. Sungguh kemuliaan Ramadan membuat orang-orang yang beriman berbahagia didalamnya.
Kebahagiaan ini ditunjukkan dengan antusiasme umat yang berlomba-lomba melakukan amaliah Ramadan. Diantaranya adalah membaca Alquran dirumah dan tadarus bersama di masjid, buka puasa bersama, tarawih, membangunkan sahur berkeliling kampung dan lain-lain.
Apabila kita cermati lebih dalam, pada momentum Ramadan banyak kesempatan untuk melakukan ibadah bersama, saling bertemu antar anggota keluarga ataupun dengan masyarakat sekitar. Momentum yang mungkin sulit terjadi pada bulan-bulan yang lain. Misalnya, salat berjamaah di mesjid bersama tetangga, berbuka dan sahur bersama keluarga.
Kebersamaan rutin selama sebulan penuh menampakkan persatuan dengan tujuan ibadah, tentu saja hal ini kita harapkan tidak hanya terjadi sebatas ritual Ramadan, tetapi jalinan persatuan ini mampu memberikan kekuatan umat untuk bangkit dari keterpurukan.
Namun kini kaum muslimin hanya terjebak untuk melakukan kegiatan Ramadan sebatas spiritual semata. Mereka hanya mencukupi diri dengan ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Padahal sejatinya, Islam adalah agama yang menyeluruh dan sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa salat, puasa, haji, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang berupa cara berpakaian, makanan, minuman. Islam pun mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya misalnya hukum qishas, rajam, politik, dan pemerintahan.
Ketidakpahaman umat akan kesempurnaan Islam, membawanya ke arah kemunduran berfikir, sehingga kebersamaan yang dirajut selama Ramadan tidak membawa dampak persatuan yang kokoh bagi kaum muslimin. Kebersamaan itu akan gugur bersamaan dengan berakhirnya bulan Ramadan, karena tidak didasari atas ikatan keimanan yang sempurna.
Keimanan yang mampu mewujudkan persatuan yang hakiki, yakni persatuan yang tidak mengenal waktu, tempat dan suku bangsa, karena sejatinya Islam memandang semua manusia sama, tetapi yang membedakan adalah derajat ketakwaannya. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi ” Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Momentum bulan istimewa Ramadan ini adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan ketakwaan, karena tujuan berpuasa adalah takwa, Hal ini disampaikan oleh Allah dalam firman-Nya surat Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi ” Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”( QS. Al- Baqarah: 183)
Karakter takwa yang ditempa selama Ramadan seharusnya mampu menjadi dasar seorang muslim mempererat persatuan. Kepedulian seperti membayar zakat kepada yang berhak semestinya diperluas dengan kepedulian terhadap sesama muslim atas penderitaan kaum muslim di Gaza, Uighur dan daerah konflik lainnya, karena sejatinya muslim diibaratkan satu tubuh, seperti sabda Rasulullah Saw ” Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586).
Namun begitu, perlu adanya penjagaan yang kuat dalam memupuk persatuan umat. Umat akan mudah tercerai-berai apabila tidak ada pelindung, karenanya umat membutuhkan pemimpin yang mampu menerapkan syariat Islam secara kaffah, untuk menjaga keimanan mereka dan amaliah yang sudah dikerjakan selama Ramadan agar tetap berjalan, sebab dalam Islam pemimpin adalah junnah (perisai), sebagaimana hadits riwayat Al Bukhari, Muslim, An-Nasa ‘i, Abu Dawud, Ahmad.
Dengan demikian, momentum Ramadan akan berakibat menyatukan umat seluruh penjuru dunia, untuk beribadah bersama, menerapkan ajaran Islam secara sempurna dan meraih ketakwaan kepada Allah Swt secara totalitas. Insyaallah.
Views: 11
Comment here