Surat Pembaca

Peran Masyarakat dalam Gerakan Politik Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Raihana Radhwa (Ibu Rumah Tangga)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Cita-cita mewujudkan masyarakat madani tidak lepas dari aktivitas politik sebagai penentu kondisi sistem kehidupan masyarakat. Aktivitas politik disini dimaknai sebagai tindakan-tindakan mengurusi urusan dan kepentingan masyarakat. Aktivitas politik dilakukan baik oleh negara maupun masyarakat. Negara menerapkan berbagai aturan untuk kepentingan masyarakat. Bersamaan dengan itu, masyarakat mengontrol kebijakan penguasa, menyiapkan kader-kader pemimpin, dan ikut serta dalam pembinaan masyarakat untuk mengikuti aturan Islam.

Makna politik dalam Islam sangat mulia yaitu mengatur, memperbaiki, mengurusi persoalan masyarakat dan memberi petunjuk kepada mereka. Dengan demikian, muslim yang berkecimpung dalam dunia perpolitikan berarti muslim yang harus mengatur, memperbaiki, dan mengurusi urusan masyarakat dengan hukum-hukum Islam, dan memberi petunjuk Islam kepada masyarakat. Jadi siapapun yang melaksanakan aktivitas tersebut meskipun hanya masyarakat biasa bukan seorang pejabat maka tetaplah dikatakan sebagai aktivitas politik.

Kegiatan politik masyarakat dapat dilakukan secara individu atau bersama-sama. Secara kolektif, aktifitas ini dilakukan secara bersama-sama dimotori oleh partai-partai pengemban Islam. Dalam Al-Quran yang mulia, Allah SWT. bersabda: “Dan di antara kamu hendaklah ada sekelompok orang yang menyeru kebaikan, memerintahkan (berbuat) kebaikan dan melarang kemungkaran. Dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104)

Imam Ath-Thabary mengartikan kata “ummatu” dalam ayat tersebut sebagai “jama’atun” yang berarti “kelompok”. Kelompok ini bertugas untuk dakwah Islam dan menjalankan amar makruf nahi munkar. Ungkapan “Hendaknya ada sekelompok orang di antara kamu (minkum ummatun)” merupakan perintah dari Allah untuk membentuk komunitas Islam, yaitu komunitas/kelompok dari sebagian umat Islam yang tertata dengan baik dan benar-benar berwatak “jamaah”.

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa di antara kaum muslimin harus ada perkumpulan (firqah) untuk melakukan hal-hal yang diwajibkan yaitu amar makruf nahi munkar, meskipun wajib bagi setiap anggota masyarakat secara individual untuk melaksanakannya sesuai dengan kemampuan.

Syekh Muhammad Abduh menjelaskan dalam Al-Manar bahwa “umat” dalam ayat tersebut lebih khusus dari kata al-jama’ah. “Umat” di sini adalah majelis yang dibentuk oleh individu-individu yang memiliki ikatan yang mempersatukan mereka sehingga dengan adanya ikatan itu mereka menjadi satu kesatuan (kutlah) kelompok yang tetap. Jelas bahwa maksud dari ayat tersebut adalah “hendaklah ada kelompok di antara kaum muslimin”, bukan “seharusnya kaum muslimin menjadi satu jamaah”.

Perintah untuk mendirikan ummat yaitu jamaah menggunakan kata “waltakun” (hendaklah ada). Banyak referensi (qarinah) yang menunjukkan bahwa tuntutan tersebut bersifat tegas. Kegiatan yang harus dilakukan adalah kegiatan yang diwajibkan oleh Islam, sebagaimana dijelaskan dalam banyak ayat lainnya (seperti Surah Ali Imran:110, At-Taubah:71, 112, Al-Hajj:41). Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa Allah SWT. mewajibkan umat Islam untuk membentuk kelompok dakwah di tengah Islam.

Surat Ali Imran: 104 juga menjelaskan bahwa ada dua tugas dalam jamaah yang perlu dilakukan yaitu mengajak pada al-khair dan amar makruf nahi mungkar. Imam ibn Katsir menafsirkan al-khair sebagai tuntunan Quran dan Sunnah. Imam Jalaluddin menafsirkan al-Khair sebagai al-Islam dalam ayat ini.

Oleh karena itu, menyeru Al-Khair berarti menyeru atau mendakwahkan Islam secara keseluruhan. Memerintahkan yang makruf berarti mengatur segala sesuatu menurut Islam, dan mencegah yang mungkar berarti mencegah segala perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Allah SWT. mewajibkan umat Islam untuk membentuk atau bergabung dengan kelompok yang menerapkan Islam secara keseluruhan dan mengajak orang untuk melakukan amar makruf nahi munkar.

Berdasarkan penjelasan di atas, masyarakat biasa tidak perlu mengecilkan peran dirinya. Masyarakat tetap bisa berkontribusi dalam politik Islam dan menghadirkannya kembali dengan aktivitas-aktivitas yang mampu dilakukan. Contohnya, ikut menyemarakkan kajian-kajian keislaman, menyerap ilmunya, lantas mengamalkannya. Tak lepas juga menyebarkan syiar Islam seluas mungkin misalnya melalui sosial media, menyampaikan pada keluarga dan tetangga, maupun teman. Bergabung dengan kelompok dan gerakan dakwah juga pilihan yang mulia. Dengan begitu kita bisa secara kolektif bersuara meninggikan kalimat Islam serta memuhasabah aktivitas kemaksiatan baik yang dilakukan masyarakat lain maupun penguasa.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here