Opini

Perguruan Tinggi dalam Jerat Korporasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Novianti

wacana-edukasi.com, OPINI– Setiap tahun ada ribuan hasil penelitian. Menurut Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi yaitu Nizam sebagaimana dirilis republika.co.id (08/02/2023), sepanjang 2022 ada 1,85 juta mahasiswa lulus kuliah yang diantaranya telah membuat hasil penelitian. Sayangnya kebanyakan hasil penelitian hanya berakhir di laci meja.

Inilah yang dikritik Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko karena diantara hasil penelitian ada yang dapat diaplikasikan dan berpotensi untuk kebaikan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya kerja sama antara institusi pendidikan tinggi dengan pihak swasta sebagai pengembang. (republika.co.id, 25/03/2023)

Moeldoko menyebutkan ada tiga masalah besar yang dihadapi dunia global yaitu krisis pangan, krisis keuangan dan krisis energi. Ia mendorong pendidikan tinggi melakukan inovasi agar turut memberikan solusi bagi tantangan tersebut dengan melibatkan pihak swasta.

Karenanya, Moeldoko mengapresiasi hasil penelitian Universitas Jember yaitu Modified Cassava Flours atau MOCAF, tebu varietas tahan kekeringan serta kedelai Baluran. MOCAF ini dapat mengganti tepung terigu yang saat ini tergantung pada impor. Penemuan bisa membantu mengurangi dampak ancaman krisis pangan yang diperkirakakan akan terjadi pada 2023 akibat efek El Nino. Cuaca akan terasa sangat panas sehingga berpotensi gagal panen yang dapat memicu gejolak. (liputan6.com, 25/03/2023)

Pelemahan Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi berperan strategis untuk berkontribusi pada masyarakat. Sayang posisinya makin lemah sehingga pendidikan tinggi saat ini ibarat menara gading di tengah himpitan banyak persoalan. Para alumninya gagap ketika dituntut untuk menjadi problem solver.

Ini diakibatkan para mahasiswa lebih disibukkan oleh kurikulum dan sistem pembelajaran yang padat. Tak memiliki waktu untuk melihat sekitar bahkan untuk mengaitkan ilmu yang dipelajari dengan problem-problem masyarakat pun sudah tidak sempat. Tidak heran, di tengah isu-isu seperti kenaikan BBM, korupsi, suara mahasiswa nyaris tidak terdengar.

Dunia pendidikan seolah berjalan sendiri dari dunia nyata. Padahal seharusnya institusi pendidikan terkoneksikan dengan berbagai isu yang kemudian melahirkan pemikiran sehingga keberdayaan para intelektualnya dirasakan masyarakat.

Meski berada pada orbit kekuasaan dalam skema pembangunan pentahelix yang disingkat sebagai ABCGM, posisi pendidikan tinggi lemah. Akademic, business, community, government, media adalah aktor-aktor pembangunan ala sistem kapitalisme. Business atau korporasi paling dominan karena memiliki kekuatan uang. Wajar, interaksi diantara mereka bersifat transaksional.

Pendidikan tinggi sudah lama dipaksa mandiri akibat negara men-down grade peranannya dari pelayan rakyat menjadi sebatas regulator. Anggaran untuk perguruan tinggi terus berkurang. PTN-PTN besar berubah seperti perusahaan bisnis.

Perguruan tinggi dikomersialisasi, makin esklusif dan hanya terjangkau kalangan tertentu. Dengan dana yang terseok-seok, perguruan tinggi sulit menolak tawaran swasta sebagai penyandang dana penelitian dan pengembangannya. Akhirnya penelitian-penelitian pun lebih untuk memenuhi kepentingan pasar yang menguntungkan korporasi. Alih-alih rakyat mendapat solusi, industri tetap yang menikmati hasil penelitian.

Sekularisasi dan Kapitalisasi

Raksasa-raksasa swasta memiliki supremasi dimana kekuatan modal menjadi tuhannya. Demi meraih keuntungan tidak mengindahkan kaidah dan norma masyarakat terlebih prinsip agama. Sesuai genetikanya yaitu sekuler, proses bisnis dilakukan tanpa batas hingga kerakusan sudah demikian parah.

Sementara sistem pendidikan juga berdiri pada asas yang sama. Agama dipisahkan dari ilmu pengetahuan. Kurikulum disusun berdasarkan asas kemanfaatan semata. Integritas ilmu hanya menjadi komoditas industri sehingga orientasi para sarjana hanya untuk mengisi jabatan dalam korporasi.

Kurikulum Merdeka yang katanya untuk menjawab tantangan era disrupsi dan Revolusi Industri 4.0, sesungguhnya tetap dengan aroma liberalisasi. Kata Merdeka yang digadang-gadang mencerminkan nafas baru dalam dunia pendidikan, bertolak belakang dengan realitas. Sekulerisasi dan kapitalisasi telah mengkristal dalam dunia perguruan tinggi. Para mahasiswa yang kritis justru kian dibungkam, digebuk oleh alat radikalisme sehingga pendidikan tinggi tambah jumud dan kehilangan daya inovasi.

Pendanaan Penelitian dalam Islam

Sistem Islam meletakkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan mulai dari dasar hingga pendidikan tinggi pada negara. Kurikulum dirancang untuk melahirkan muslim berkepribadian Islam. Mereka dididik dengan tsaqofah Islam serta menyadarkan bahwa seluruh aktivitas harus sampai pada dimensi akhirat.

Sesuai dengan firman Allah Swt , “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.” (QS. Al Qashash ; 77)

Metode pengajaran pendidikan Islam menekankan pada penyampaian (khittab) dan penerimaan pemikiran (talaqqi) dari pengajar. Para pengajar harus menghubungkan pemikiran dengan fakta yang terindra. Metode ini diterapkan baik pada materi yang berhubungan langsung dengan pandangan hidup atau ilmu sains.

Para pelajar tidak belajar untuk sekadar kepuasan intelektual. Mereka disiapkan untuk bisa menjalani kehidupan dan mengelola bumi sesuai hukum syarak. Mereka disiapkan untuk berdaya demi kemaslahatan umat dan membantu menyelesaikan berbagai problem dalam masyarakat. Tidak akan ada penelitian yang ujungnya bertentangan dengan agama atau merugikan masyarakat. Sebagai contoh penemuan Al Khawarizmi untuk memudahkan menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan muamalah, waris dan harta pusaka.

Negara mampu menyelenggarakan sistem pendidikan terbaik karena memiliki anggaran powerfull dengan pemasukan dari berbagai sumber. Biaya pendidikan dari Baitulmal secara garis besar dibelanjakan untuk 2 kepentingan. Pertama, membayar gaji semua pihak yang terkait pelayanan pendidikan. Kedua, membiayai segala macam sarana prasarana.

Dalam sistem Islam ilmu agama, ilmu pengetahuan termasuk penelitian berkembang. Pendidikan tinggi dalam Islam harus mengoptimalkan potensi intelektual demi kemaslahatan umat bukan untuk korporasi.

Pendidikan tinggi menghasilkan para intelektual untuk melayani kepentingan vital umat yaitu yang kerugiannya mengancam kehidupan umat. Militer, pangan, pelayanan kesehatan adalah beberapa kepentingan vital.

Para intelektual diminta berkontribusi membuat rancangan dan penelitian untuk menjaga terpenuhinya kepentingan vital umat agar negara tidak tergantung pada negara kafir atau korporasi dalam pemenuhannya. Badan penelitian didirikan untuk kepentingan rakyat bukan atas dasar keuntungan. Seluruh penelitian didanai oleh Baitulmal.

Sebagaimana di masa Khilafah Al Ma’mun pernah didirikan Menara Astronomi di sebuah tempat dekat Baghdad agar para penuntut ilmu bisa mempraktikkan teori-teorinya. Para ilmuwan astronomi, matematika memanfaatkannya seperti Al Khawarizmi dan Al Biruni. Semuanya dibiayai negara.

Dalam suasana ketakwaan yang terpelihara, kaum muslimin berlomba dalam kebaikan termasuk orang-orang kaya. Mereka melakukan gerakan wakaf, tidak hanya diberikan kepada orang-orang fakir miskin tetapi juga untuk mendanai lembaga pendidikan, membangun perpustakaan, termasuk mendanai penelitian-penelitian.

Demikianlah gambaran pendanaan penelitian dalam sistem Islam. Para penelitinya memiliki tanggung jawab penuh bahwa inovasi harus sesuai syariat Islam dan membantu negara dalam melayani kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.

Rencana solutif untuk menghadapi krisis, tidak cukup dengan melakukan penelitian serta mengembangkannya. Mengganti sistem sekuler kapitalis dengan sistem Islam, krisis akan diselesaikan dengan tuntas.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here