Oleh: Sri Suarni, A.Md
Pontianak Kalbar
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA- Adanya keluarga pejabat yang senang pamer harta dan gaya hidup mewah (flexing), jelas mencederai hati rakyat. Lumrah dalam sistem kapitalisme, masyarakat kelas menengah hingga atas, bahkan pejabat, hidup dalam atmosfer materialistis. Media sosial turut menstimulasi masyarakat akan kesenangan dan hedonisme. Di sisi lain, penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah memaksa banyak keluarga kalangan kecil untuk fokus berjuang demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Kesenjangan antara kaya dan miskin terus terpelihara dalam sistem kapitalisme.
Lihat bagaimana Muhammad Rizky Alamsyah, Pejabat Pembuat Komitmen dari Direktorat Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan, menambah panjang daftar pejabat instansi pemerintah yang doyan pamer harta kekayaan di media sosial. Namanya menjadi perhatian publik dan sejajar dengan sejumlah pejabat instansi pemerintah lainnya yang telah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan pamer harta ini diungkap oleh akun Twitter @PartaiSocmed beberapa waktu lalu yang mengunggah sejumlah foto seorang perempuan yang disebut-sebut sebagai istri Muhammad Rizky Alamsyah, terlihat sedang plesir ke sejumlah negara. Ada juga foto yang memperlihatkan dirinya tengah mengendarai mobil.
Selain mengunggah foto-foto istrinya, akun Twitter @PartaiSocmed juga mengunggah tangkapan layar laman LHKPN KPK yang memuat daftar harta kekayaan Muhammad Rizky Alamsyah. Dalam tangkapan layar itu, terlihat jika Rizky memiliki harta kekayaan sebesar Rp1,4 miliar. Angka itu disebut kecil dan tidak sebanding dengan foto-foto flexing yang dilakukan istri Rizky. Menurut akun twitter @PartaiSocmed masih ada harta kekayaan milik Rizky yang tidak dilaporkan dalam mekanisme LHKPN. “Mobilnya cuma Freed dan Vario, namun mobil Pajero dan BMW yg dipakainya sehari2 sepertinya tidak dilaporkan. Entah harta lainnya..,” sambung akun itu.
Perilaku flexing, sejatinya terbentuk karena dorongan akidah sekulerisme-kapitalisme yang menjadikan masyarakat mengukur kebahagiaan hanya berdasarkan kepuasan fisik dan jasmani, hingga melahirkan sifat tidak jujur, tamak, individualistis dan materialistis. Budaya pamer harta (flexing) dianggap sebagai sebuah tindakan yang menyenangkan. keberlimpahan harta dianggap sebagai indikator kebahagiaan. Padahal kebahagiaan model begini hanyalah merupakan kebahagiaan semu.
Kebahagiaan hakiki bagi setiap muslim adalah ketika mendapatkan keridaan Allah Swt.. Taat melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Senantiasa bersyukur dengan rizki yang Allah berikan walau sederhana, hingga Allah tanamkan di dalam hatinya ketenangan, keberkahan hidup dan kebahagiaan.
Sejatinya, di dalam Islam seorang penguasa harus berani bersikap tegas mendisiplinkan para pejabatnya, sebagaimana teladan Khalifah Umar. Namun, tidak ada penguasa muslim saat ini yang melakukan kebijakan seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar
Penguasa negeri muslim saat ini masih menerapkan sistem kapitalisme sebagai aturan negara. Kekayaan penguasa dan jajarannya kian bertambah, sedangkan rakyatnya kian susah.
Pastinya kita berharap kembalinya kepemimpinan Islam yang selalu bersikap zuhud. Dimana pemangku kekuasaan dan pemilik jabatan tidak silau akan harta. Menaati Allah, Rasul-Nya, dan Amirulmukminin yang menerapkan syariat; serta berkhidmat dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan umat.***
Views: 12
Comment here