Opini

Adakah Peluang Pasar Asing bagi Perempuan Pengusaha Afghanistan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis : Neng Erlita N. (Mubalighah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Puluhan perempuan pengusaha Afghanistan mengambil bagian dalam sebuah pameran di Dubai pekan ini untuk mempromosikan karpet-karpet, perhiasan, buah-buahan kering dan barang-barang kerajinan tangan lainnya sebagai bagian untuk mendapatkan akses pasar internasional setelah opsi pekerjaan untuk para perempuan menyusut di Afghanistan di bawah pemerintahan Taliban.

Pameran tiga hari, yang digelar di Dubai dan didukung oleh United Nations Development Programe (UNDP), dibuka pada Kamis dan menampilkan usaha yang dijalankan 26 perempuan Afghanistan. Karena visa dan pembatasan perjalanan, kebanyakan pemilik bisnis bergabung via tautan video dari ibukota Afghanistan, di mana mereka mengatakan beberaapa pembatasan atas perempuan dalam kehidupan publik juga ekonomi negara yang sulit menjadi penghalang usaha mereka.

Rayhana Karim, dari Kamar Dagang Perempuan Afghanistan, menghadiri acara di Dubai. Ia mengatakan mereka sedang bekerja menciptakan sebuah merek untuk produk-produk, dan memberi label “Made by Afghan Women”, untuk menjangkau konsumen luar negeri untuk mendukung hak-hak perempuan. “Konsumen akhir di Eropa, Amerika Serikat, dan UEA, mereka ingin mendukung perempuan Afghanistan, kami perlu memberi mereka kesempatan,” kata Karim kepada Reuters. “Anda mendukung seorang perempuan Afghan ketika membeli sebuah produk berkualitas, dan Anda memungkinkan dia untuk berdiri di kedua kakinya sendiri, untuk meraih kemandirian keuangan dan untuk mulai memiliki kursi di meja.”

Organisasi Buruh Internasional baru-baru ini memperkirakan 25% pekerjaan perempuan telah menghilang sejak Taliban mengambil alih pemerintahan begitu pasukan asing menarik diri pada 2021. Banyak perempuan, kata mereka, telah beralih ke bisnis berbasis rumahan, yang menghentikan angka perempuan pengusaha turun lebih jauh.

Perekonomian negara sangat terhambat setelah pemerintah asing membekukan aset bank sentral dan memberlakukan sanksi terhadap sektor perbankan. Pemerintahan Taliban telah melarang banyak perempuan pekerja LSM dan kementerian Taliban tidak mengizinkan perempuan bekerja di kantor mereka. Beberapa, termasuk penjabat menteri perdagangan Taliban, mengatakan mereka mendukung usaha yang dipimpin perempuan.

Perempuan pengusaha yang terlibat dalam pameran itu mengatakan mereka tidak akan menyerah. “Kami kehilangan harapan ketika Afghanistan runtuh, tetapi para perempuan Afghan adalah para pejuang, kami akan berusaha dan berjuang. Kami tidak pernah membiarkan kehilangan bisnis kami terjadi,” kata Ziagul Jahani, yang memproduksi kain-kain dan karpet-karpet buatan tangan dari provinsi Parwan tengah.

Persoalan muslimah Afganistan memang menyisakan PR besar. Mengutip Republika tahun lalu, (17/1/2022), sekitar 20 perempuan di Afganistan menggelar demonstrasi menuntut pemenuhan hak-hak mereka di bidang pekerjaan dan pendidikan kepada pemerintahan Taliban, di depan Universitas Kabul, Ahad (16/1/2022). Hari ini, mereka menjalankan apa yang mereka tuntut dengan mengikut pameran di Dubai mempromosikan produk-produk mereka.

Mereka meneriakkan kesetaraan dan keadilan seraya membentangkan spanduk bertuliskan “hak-hak perempuan dan hak asasi manusia (HAM)”. Tidak pelak, sekelompok anggota Taliban pun membubarkan aksi unjuk rasa tersebut saat itu. Hari ini mereka menjalankan perjuangan itu.

Diketahui, para perempuan Afganistan telah beberapa kali menggelar demonstrasi menuntut pemenuhan hak mereka sejak Taliban berkuasa Agustus tahun 2021. Sebagaimana sebelumnya (16/12/2021), puluhan perempuan Afganistan di Kabul menggelar unjuk rasa menuntut hak atas pendidikan, pekerjaan, dan perwakilan politik dari pemerintahan Taliban.

Secara umum, sejak Taliban kembali berkuasa, Afganistan terjun ke dalam krisis ekonomi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Bank-bank kehabisan uang tunai dan para pegawai negeri tidak pernah mendapat gaji selama berbulan-bulan. (merdeka[dot]com, 15/1/2022). PBB bahkan menyampaikan, sekitar 22 juta orang lebih dari setengah populasi Afganistan menghadapi kelaparan akut. Tidak pelak, Afganistan memerlukan bantuan hampir USD5 miliar untuk mencegah bencana kemanusiaan di sana.

Sejak mengambil alih kekuasaan di Afganistan, Taliban belum memenuhi janjinya terkait perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan Afganistan mencakup pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi atau perwakilan politik. Sebaliknya, Taliban justru memperkenalkan peraturan yang mengekang aktivitas perempuan.

Namun demikian, ada satu titik kritis yang harus diperhatikan dalam isu Afganistan. Meski tampak stabil, sejatinya sistem politik Afganistan sebelum Taliban juga tidak kalah rapuh. Bedanya, sebelum Taliban, sistem politik Afganistan murni dikendalikan oleh Barat. Jadi bisa dipastikan, warna sekularisasi di Afganistan juga pekat. Jelas sekali, sekularisasi lah yang sejatinya membuat wajah Afganistan tampak buruk rupa. Tidak terkecuali dalam rangka menyolusi persoalan perempuan Afganistan. Jadi, tidak semestinya kaum muslimah Afganistan maupun perempuan di sana pada umumnya menghendaki sistem kehidupan yang tidak kafah, entah itu sebagaimana rezim sebelum Taliban maupun yang tengah Taliban terapkan saat ini.

Andai seluruh perempuan, termasuk para muslimah Afganistan memahami pandangan Islam tentang posisi dan peran mereka, serta cara Khilafah menjamin pemenuhan hak-hak mereka, niscaya tidak ada satu pun yang menolak Khilafah, negara pelaksana syariat kafah. Kaum perempuan justru akan berlomba-lomba turut menegakkan Khilafah. Sebab, sungguh, sistem demokrasi kapitalisme sekuler buatan manusia inilah yang menjadi sumber dari segala kesulitan dan petaka kehidupan di muka bumi.

Islam sangat menghormati peran perempuan dengan tidak mewajibkannya mencari nafkah. Suami atau walinya lah yang berkewajiban memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika dirinya miskin, seorang perempuan bisa dan boleh (mubah) bekerja demi membantu suami atau keluarganya mencari nafkah. Namun, kewajiban dan tanggung jawab mencari nafkah tetap berada di tangan suami/walinya. Jika suami/walinya miskin dan tidak mampu menanggung nafkah perempuan, tanggung jawab ini akan diambil alih oleh Khilafah. Demikianlah Islam dalam menetapkan aturan. Inilah aturan yang akan dijaga keberlangsungannya oleh negara Islam, Khilafah Islamiah.

 

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here