Opini

Stunting Masih Genting, Mengapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Hasriyana, S.Pd
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Menurut data survei BKKBN kasus stunting di Indonesia telah mencapai 24,4 persen, Angka ini justru masih berada di atas standar yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu 20 persen. Angka Stunting di Indonesia masih akan tetap naik jumlahnya jika negara tidak tepat sasaran dalam menekan penurunannya. Lalu apa sebenarnya yang menjadikan angka gizi buruk justru semakin hari makin tinggi angkanya, padahal pemerintah telah melakukan berbagai program.

Sebagaimana yang dikutip dari CnnIndonesia.com, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mencium kebohongan pemerintah daerah (pemda) dalam menghitung data stunting. Karena itu, data penanganan stunting jangan cuma berfokus pada angka. Ia menyebut prevalensi stunting saat ini masih tinggi, mencapai 21,6 persen. Pemerintah masih perlu kerja keras untuk menurunkannya sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, di mana prevalensi stunting turun 3,8 persen per tahun.

“Karena beberapa kali di daerah, cara menghitung stunting itu misleading semua, ngapusi (bohong) saja itu,” katanya dalam Rakorbangpus di Kantor Bappenas, Kamis (6/4). Stunting bukan berarti anak sudah lewat 5 tahun itu stuntingnya hilang, kemudian hilang saja di numeriknya, itu kan aneh. Terus masuk populasi bayi baru, terus dihitung lagi. Jadi ada beberapa hal perlu diluruskan,” sambung Suharso.

Berbagai program pemerintah untuk menurunkan angka stunting memang perlu diapresiasi oleh masyarakat. Namun berkaitan data peningkatannya, pemerintah daerah seharusnya tidak menutupi angka tingginya anak berdampak gizi buruk. Sebab hal ini tidak akan menyelesaikan akar masalahnya. Jika dilihat fakta di lapangan justru menunjukkan kenaikan angka, sementara sudah banyak program pemerintah untuk menurunkannya. Lalu siapa yang disalahkan jika terus meningkat? Mungkinkah karena solusi belum tepat sasaran?

Pun, kondisi kemiskinan ekstrem saat ini semakin membuat masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Jangankan untuk kebutuhan hidup, rumah untuk tempat tinggal pun masih belum layak untuk ditinggali alias tidak layak huni. Ditambah mereka harus membeli obat atau makanan yang menghasilkan vitamin bagi tubuh mereka sudah sulit untuk dipenuhi.

Padahal jika melihat negeri kita tercinta, Indonesia dengan sumber daya alam yang dimilikinya begitu melimpah, namun masih saja kita dapatkan diberbagai daerah anak-anak tidak mendapatkan asupan gizi dan nutrisi yang baik. Semua itu karena SDA yang ada lebih banyak dikuasai swasta daripada negara. Bahkan seolah pemerintah terlihat ingin berlepas tanggung jawab dengan berbagai macam program yang dibuat. Padahal tidak terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dengan baik menjadi salah satu faktor anak-anak tidak mendapatkan gizi yang baik.

Hal ini justru berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam negara dalam hal ini penguasa bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Bahkan negara harus menjamin terpenuhinya terhadap semua kebutuhan primer bagi rakyatnya sehingga kemungkinan gizi buruk bisa diminimalisasi. Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya” ( HR. Muslim).

Selain itu, negara akan memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, jikapun tidak gratis diberikan, harganya dapat dijangkau oleh masyarakat. Sehingga pemenuhan gizi dan nutrisi bagi keluarga dapat dipenuhi oleh kepala rumah tangga. Sebab sumber daya alam yang ada dimaksimalkan manfaatnya oleh negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga tidak akan kita temukan anak yang stunting.

Oleh karena itu, kita tidak bisa berharap pada penguasa yang seolah melempar tanggung jawab dalam urusan rakyatnya. Kita hanya bisa berharap pada penguasa yang aturannya berasal dari pencipta, yaitu Allah Swt. dalam sistem yang diberkahi yaitu sistem Islam. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here