Opini

Harga Cabai Kian Pedas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia

(Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Masyarakat cemas, terutama penggemar pedas. Karena hampir seluruh harga kebutuhan meroket harganya di seluruh pasar di Indonesia menjelang lebaran 2023 yang lalu. Kenaikan tertinggi ada pada cabe rawit merah sebesar 13,01%.

Pusat Informasi harga pangan Strategis Nasional mencatat rata-rata harga cabe merah ( per kg) di pasar modern di berbagai provinsi telah menyentuh angka Rp 74,69 ribu per kg, data per Kamis, 20 April 2023 (www.cnnindonesia.com).

Harga cabai merah besar di pasar induk Kramat Jati Jakarta mengalami peningkatan dari Rp 15.000 menjadi Rp 65.000 per kilogram (kg). (www.bisnis.com). Sementara di kabupaten Tulang Bawang Lampung, memasuki H-1 Idul Fitri 1444 Hijriah harga cabai merah melonjak mencapai Rp 45.000 per kilogram. Ada pun harga cabai di pasar Mandonga di kota Kendari Sulawesi Tenggara mencapai Rp 50.000 per kilogram. Lonjakan ini dua kali lipat dari harga sebelumnya yakni Rp 25 hingga Rp 30 ribu per kilogram. Bahkan di kota Merauke harga cabai merah besar menembus angka Rp 102.500 per kilogram. Dan di Palangkaraya harga cabai merah tembus Rp 125 ribu per kilogram di hari kedua Idul Fitri. Pasar modern Nusa Tenggara Timur menjadi yang termahal se-Indonesia dengan harga jual Rp 134,9 ribu per kg. Dibandingkan sebulan lalu, harga cabai merah di provinsi ini lebih tinggi. Sebelumnya tercatat pada angka 53.900 per kg.

Melonjaknya harga bahan pangan menjelang Hari Raya Idul Fitri ini merupakan sesuatu hal yang tidak asing. Pemerintah nampak tidak mengambil langkah antisipasi hingga kenaikan harga ini dipandang lumrah oleh sebagian besar masyarakat. Padahal sebagian masyarakat dengan kondisi ekonomi yang sulit, dipastikan merasakan imbas kenaikan harga pangan ini. Hukum ekonomi berlaku hukum permintaan dan penawaran yang sifatnya saling berlawanan. Besarnya permintaan memasuki Hari Raya jelas menyebabkan kenaikan harga.

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah mampu menstabilkan tren kenaikan harga pangan, sehingga harga bahan pangan makin dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat, dan mewujudkan ketahanan pangan. Namun masih eksisnya kenaikan harga bahan pokok ini membuktikan pemerintah gagal dalam mewujudkan dan menjamin ketahanan pangan bagi rakyat. Wajar saja, pemerintah bersikap demikian. Sebab negara ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Dalam ekonomi kapitalis ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Dalam ekonomi kapitalisme, kenaikan harga tidak bisa dihindarkan. Hal ini karena ekonomi kapitalisme yang mendewakan keuntungan materi, melahirkan penguasa yang serba perhitungan dan mementingkan kepentingan kelompok dan elit kapital. Kelompok inilah yang diberi wewenang oleh penguasa untuk mengendalikan pasar. Akibatnya, mereka dengan sangat mudah memonopoli perdagangan dan menimbun barang, sehingga sulit menormalkan kembali harga bahan pangan di pasar. Fungsi pemerintah sebagai regulator dalam sistem politik demokrasi, juga menjadikan penguasa enggan membiayai riset teknologi terbarukan dalam memperbaiki ketahanan pangan, dengan alasan berbiaya mahal.

Sangat berbeda dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang memiliki cara untuk menjaga distribusi pangan dan menjaga kestabilan harga. Islam adalah agama sekaligus seperangkat aturan yang sempurna dan menyeluruh. Islam telah memberikan aturan yang lengkap, yang mampu memberi solusi atas semua permasalahan manusia, termasuk bagaimana tata kelola dalam hal kebutuhan pangan rakyat.

Islam menjadikan kemudahan rakyat menjangkau kebutuhan pokok sebagai asas pengaturan distribusi. Hal ini terwujud jika fungsi negara berjalan dengan benar, yaitu negara sebagai raa’in (penanggung jawab) dan junnah (pelindung) rakyat, sehingga rakyat dapat hidup sejahtera. Rasulullah saw bersabda :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” ((HR Ahmad Bukhari). Juga hadis lainnya :
“Khalifah itu laksana tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Sesungguhnya dalam Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan. Baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Artinya sebagai pelindung rakyat, negara harus hadir menghilangkan Dharar (bahaya) di hadapan rakyat. Termasuk ancaman hegemoni ekonomi.

Khilafah tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan sepihak, sebab itu diharamkan dalam Islam. Khilafah akan menjaga stabilitas harga dengan mengambil beberapa kebijakan. Yaitu :

Pertama. Menjaga ketersediaan stok pangan agar supply and demand (permintaan dan penawaran) stabil. Diantaranya dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Ataupun dengan impor yang memenuhi standar syarat sesuai panduan Syariat.

Kedua. Menjaga rantai tata niaga, yaitu mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Diantaranya melarang penimbunan, melarang riba, melarang praktik tengkulak, kartel, mafia, dan sebagainya. Disertai penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai aturan Islam.
Khilafah juga menugaskan Qadhi Hisbah yang diantaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan thayyib.

Demikianlah penerapan Syariat Islam secara sempurna dalam bingkai Khilafah Islam, yang akan mampu mewujudkan kestabilan harga pangan dalam kondisi apa pun.

Wallahu’alam Bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here