Opini

Penistaan Agama Terulang Lagi, Islam Solusi Hakiki

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nita Karlina

wacana-edukasi.com, OPINI– Penistaan terhadap Agama Islam terulang kembali, bagai bibit yang tumbuh subur dalam sistem demokrasi kita ini. Tak dapat di pungkiri, lagi, lagi dan lagi umat Islam yang menjadi korban atas terjadinya penistaan agama ini.

Seperti yang di lansir oleh CNN Indonesia (29/04/2023), Selebgram Lina Mukherjee ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama karena mengucapkan bismillah saat makan olahan babi. Ia terancam hukuman enam tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar. Ancaman hukuman diberikan setelah penyidik Subdirektorat Siber Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mendapatkan kecukupan barang bukti yang didukung keterangan beberapa orang saksi dan ahli.

Selebgram yang satu ini memang kerap menjadi kontroversi karena konten yang di buatnya, dan pakaiannya yang selalu kekurangan bahan. Namun, Lina mengakui bahwa kontennya memang sengaja di buat seperti itu agar menarik perhatian masyarakat Indonesia.

Tak hanya itu, kasus penistaan agama kembali terjadi di kota Bandung. Kepolisian Resor Kota Besar Bandung langsung mengusut warga negara asing (WNA) karena meludahi imam Masjid Jami Al-Muhajir, Buahbatu, Kota Bandung, yang menyetel murottal Al-Quran. (CNN Indonesia,29/04/2023).

Kasus penistaan terhadap umat islam seakan tak dapat di hentikan, selalu terjadi dan terulang kembali. Jika kita analis semua ini merupakan akibat dari sistem kapitalis demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan. Salah satunya yaitu adanya kebebasan bertingkah laku (freedom of behavior) dan kebebasan berpendapat (freedom of speech). Lewat asas inilah mereka bebas bertingkah laku, dan berpakaian sesuka hati mereka. Bebas mengatakan apa saja bahkan sampai meludahi imam masjid, berbicara semaunya, tak melihat lagi norma, etika bahkan hukum dalam beragama.

Dalam sistem kapitalisme, mereka menganut akidah sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Pada prinsipnya agama tidak boleh ikut campur dalam urusan kehidupan manusia. Agama hanya boleh di terapkan dalam hal ibadah saja. Maka, inilah yang menjadikan para pelaku penistaan agama tumbuh subur dalam negeri kita. Selain itu, hukum yang ada hari ini pun tidak dapat memberikan efek jera bagi para pelaku penista agama.

Kita masih ingat kasus Ahok yang menistakan agama, 5 tahun lalu. Meski di demo jutaan orang dan berjilid jilid dia hanya di vonis 2 tahun penjara. Tak hanya itu, saat dia sudah berstatus terdakwa, si Ahok masih bebas berkeliaran kampanye, senyam-senyum kesana-kemari. Itu tandanya, hukum tak lagi menakutkan dan membuat jera si pelaku.

Dari kasus kasus tersebut, membuktikan betapa lemahnya hukum yang ada hari ini, tidak dapat menjadi pelindung bagi rakyatnya. Keadilan pun akan sangat susah di dapat, bahkan hukum yang ada hari ini seakan tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Sistem kapitalis ini telah sukses mencetak manusia – manusia munafik, taat kepada sebagian aturan Allah dan ingkar kepada sebagian lainnya. Tak hanya itu, Demokrasi juga sukses menciptakan manusia-manusia yang tak lagi mengindahkan masalah agama. Akibatnya, masalah agama tak lagi di pandang penting.

Selain karena sistem demokrasi yang menyebabkan marak penistaan agama, sistem saat ini pun tak dapat menyelesaikan masalah ini karena tiga alasan:
Pertama, karena rezim yang ada jelas tidak melihat agama sebagai sesuatu yang penting apalagi harus mempertaruhkan hidup atau mati. Kedua, Penguasa kaum muslim saat ini boneka dan antek penjajah. Karena itu, berharap kepada mereka untuk melindungi islam dan umatnya, jelas sulit! Ketiga, Kalaupun mereka bertindak, faktor utamanya bukan karena pembelaan terhadap islam, tetapi karena kepentingan.

Berbeda dengan Islam, dalam islam ada tindakan tegas bagi penista agama, yakni ketika pelaku penistaan adalah seorang muslim berarti dia telah keluar dari islam sedangkan orang diluar Islam mendapatkan sanksi hukum mati. Hukuman diatas adalah salah satu aturan dari Allah SWT yang harus diterapkan agar menjadi Rahmat bagi Alam semesta.

Adapun dalil larangan tentang penistaan terhadap agama Islam adalah Allah berfirman

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman (At Taubah : 65-66).

Rasulullah Saw bersabda:

“Siapakah yang mau “membereskan” Ka’ab bin Asyraf? Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan rasul-Nya.” Muhammad bin Maslamah bertanya, “Apakah Anda senang jika aku membunuhnya, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Ya”…” (HR. Bukhari)

Kita lihat kembali bagaimana negara Islam telah mencontohkan ketika hendak terjadi penistaan, sebagaimana penanganan yang dilakukan oleh Sultan Hamid II. Bahwa beliau mengetahui ada drama komedi tentang kehidupan Baginda Nabi Muhammad Saw yang akan digelar di teater prancis. Beliau dengan segera mengultimatum kepada pemerintah Prancis, untuk segera diberhentikan drama tersebut.

Setelah menerima surat ultimatum dan membahas masalah tersebut, pemerintah Prancis tidak hanya membatalkan drama tersebut, mereka bahkan juga mengasingkan banyak aktor drama tersebut ke Inggris untuk menenangkan hati Sultan.

Itulah hukum Islam, apabila ditegakkan dalam bingkai negara tak ada satupun yang berani untuk mengolok-olok yang berkaitan dengan simbol-simbol Islam. Hukumnya tegas dan memberikan efek jera bagi pelakunya. Segala bentuk kriminalitas, sampai pada penistaan akan teratasi dengan baik dan adil. Tak hanya umat Islam, bahkan agama lain pun dapat menikmati keadilan dan kesejahteraan yang di berikan atas hukum Islam.

Namun, hukum tersebut hanya dapat di tetapkan jika negara menjadikan Islam sebagai solusi atas segala permasalahan dan menerapkannya dalam kehidupan. Dan yang mampu menerapkan hukum hukum tersebut hanyalah Daulah Khilafah sebagai satu satunya institusi yang menerapkan islam secara kaffah. Wallahualam bishowwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here