Surat Pembaca

Imbas Sekularisasi Terhadap Kondisi Generasi

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Bagaimana nasib generasi di masa yang akan datang? Jika hari ini saja karakter generasi berada diambang kehancuran, lalu bagaimana suatu saat nanti?

Ada banyak kekhawatiran melihat potret generasi hari ini. Nampaknya banyak ragam problematika yang belum terselesaikan namun nambah persoalan. Seperti yang dilansir dari Harapan Rakyat bahwa ada belasan pelajar di Kota Banjar, Jawa Barat yang diamankan oleh aparat karena mengendarai motor secara ugal-ugalan. Lembaga masyarakat menilai bahwa adanya kegagalan dalam mewujudkan pendidikan karakter anak di sekolah.

Memang sejak pergantian Menteri Pendidikan selalu berubah kebijakan. Mereka pun ikut berlomba merancang program demi keberhasilan sebuah pendidikan. Namun apalah daya program hanya sebatas program realitanya belum berhasil untuk diwujudkan. Salah satu contohnya adalah program Pelajar Pancasila. Program ini memiliki ciri 1). Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, 2). Berkebinekaan global, 3). Bergotong royong, 4). Mandiri, 5). Bernalar kritis, dan 6). Kreatif. Pada poin pertama, ada 5 elemen yang harus dilakukan oleh seorang pelajar diantaranya: a). akhlak agama, b). akhlak pribadi, c). akhlak kepada manusia, d). akhlak pada alam dan e). akhlak bernegara.

Namun sayangnya realita tidaklah demikian, itu semua hanya sebatas nilai-nilai yang tertulis dalam sebuah aturan. Bahkan adanya pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti pun hanya sebatas kognitif tanpa adanya implementasi untuk dijalankan. Salah satu kunci keberhasilan terwujudnya pendidikan karakter adalah terciptanya sinergitas antara orang tua, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat dan negara. Jadi orang tua tidak memberikan seutuhnya pada sekolah. Apalagi orang tua yang menjadi madrasatul ula bagi putra putrinya. Seharusnya memiliki andil yang besar dalam mewujudkan karakter anaknya. Sehingga tidak ada istilah baper jika anaknya diingatkan, tidak akan pula melapor kepada pihak yang berwajib karena tidak mau disalahkan. Maka sosialisasi kepada orang tua itu penting dijalankan. Namun tidak hanya berhenti di orang tua, lingkungan masyarakat pun akan berdampak pada keberlangsungan karakter anak. Sehingga kontrol masyarakat juga sangat penting sebagai aksi amar ma’ruf nahyi munkar. Mengingatkan supaya karakter mereka sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh agama. Kemudian negara yang memiliki institusi seharusnya menjadi pelaksana juga controlling yang ketat. Bukan hanya membuat program, tetapi menjalankan juga bertindak tegas ketika da yang melanggar.

Seharusnya demikian, namun karena negara ini menganut sistem kebebasan sehingga negara membiarkan perlakuan anak dengan bebas tanpa batas. Atas nama hak asasi manusia masyarakat pun membiarkan begitu saja tanpa adanya kontrol atau sekedar mengingatkan. Wajar jika kita lihat kondisi mereka hari ini sedang dalam keterpurukan. Program sebagus apapun yang dicanangkan untuk membentuk karakter generasi tidak akan pernah berhasil selama sistem kapitalisme masih diterapkan. Sistem ini justru akan menjauhkan generasi dari ketakwaan yang menjadi kunci keberhasilan karakter dalam pendidikan. Namun justru dalam sistem ini moral generasi malah akan semakin hancur dan melebur. Meskipun mereka tetap sembahyang beribadah kepada Allah SWT namun sikap mereka justru dijauhkan dari agama.

Lain halnya dengan Islam. Salah satu tujuan dari kurikulum Pendidikan berbasis akidah Islam adalah untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni: 1). Kepribadian Islam, 2). Menguasai tsaqafah Islam, dan 3). Menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai.

“Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian, sehingga dia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa-apa (dinul Islam) yang kubawa” (HR. Abu Nu’aim dan Nashr bin Ibrahim disahihkan oleh keduanya juga Imam an-Nawawi).

Konsekuensi dari keimanan seorang muslim adalah harus memegang identitas kemuslimannya yang nampak dari cara berpikir dan bersikapnya yang dilandasi pada ajaran Islam. Dalam buku Menggagas Pendidikan Islami ada tiga metode dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam. Pertama, harus menanamkan akidah Islam dengan menggugah akal, menggetarkan jiwa dan menyentuh perasaan. Kedua, mendorong untuk menegakan cara berpikir dan perilaku di atas akidah dan Syariah Islam yang telah menghujam kuat dalam hatinya. Ketiga, mengembangkan kepribadian dengan bersungguh-sungguh mengisi pemikiran dengan tsaqafah Islam juga mengimplementasikan dan mengamalkan dalam seluruh aspek kehidupan guna menjalankan ketaatan kepada Allah SWT.

Dengan menerapkan kurikulum akidah Islam ini dan menjalankan metode pembentukan kepribadian maka akan terlahir generasi gemilang pendobrak peradaban dengan karakter berlandaskan syariat Islam. Hal ini terbukti keberhasilannya banyak melahirkan para ilmuan juga ulama hebat di zaman dulu. Oleh karena itu kurikulum Pendidikan berbasis akidah ini akan terwujud jika Islam dijadikan sebagai sistem kehidupan.

Wallahu a’lam bishawab

Ninda Mardiyanti YH, S.Pd. Kota Banjar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here