wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kata moderasi beragama menjadi hal yang sering digaungkan dimasyarakat, agar dapat diterima oleh masyarakat. Pada dasarnya, moderasi beragama menganggap semua agama sama, semuanya benar, tidak boleh ada yang merasa agamanya paling benar sendiri. Untuk itu diaruskan prinsip toleransi beragama, kerukunan antar umat beramal, doa bersama, hingga kesetaraan gender, dll.
Maka amat disayangkan, Bupati Sambas, H. Satono S.Sos.i. MH melaunching kampung moderasi beragama kabupaten Sambas tahun 2023. Ia mengharapkan Sambas pada tahun 2025 menjadi kabupaten terunggul di Kalbar. Kabupaten Sambas merupakan kabupaten yang memiliki populasi terbesar kedua di Kalbar setelah kota Pontianak maka potensi peluang untuk menjadi terunggul dari Kalbar sangat cukup alasan (https://mediakalbarnews.com 27/04/2023).
“Apapun suku bangsa kita tetap harus bersyukur, mari kita bersatu padu pilihan boleh berbeda akan tetapi jangan sampai terpecah belah, kita bangun kampung halaman kita yang harmonis dan kompak, kita mempunyai potensi alam yang indah yang luar biasa.”, ujarnya.
Dengan pengarusan prinsip-prinsip tersebut ternyata akan banyak merekonstruksi hukum-hukum syariat Islam hingga menolak penerapan Islam kaffah. Mereka mencukupkan diri mengambil Islam dari sisi nilai-nilainya saja yang kemudian akan diselaraskan dalam konsep nation state yang tidak lain melalui slogan-slogan nationalisme, patriotisme, dan semisalnya. Ujungnya umat Islam tidak akan pernah bersatu.
Moderasi beragama sejatinya merupakan upaya Barat untuk mengerdilkan Islam sebatas mengatur wilayah privat manusia. Stempel “moderasi” digunakan untuk mencegah radikalisasi Islam yang dianggap membahayakan keutuhan negara dan keharmonisan kehidupan sosial masyarakat.
Terlihat bahwasanya di balik moderasi, ada kepentingan penjajah untuk terus melestarikan eksistensi dominasinya terhadap politik di negeri ini. Rakyat diarahkan untuk tetap memilih demokrasi sebagai satu-satunya pilihan terbaik meski sudah jelas kerusakan dan dampak yang ditimbulkannya.
Moderasi beragama pun dijadikan alat menghadang upaya penyadaran umat untuk kembali pada Islam politik yang sebenarnya (dengan menjadikan Islam sebagai ideologi dan tata aturan dalam mengatur kehidupan). Alasan “menjaga keharmonisan” dengan tidak menjadikan tempat ibadah sebagai tempat politisasi agama kepentingan partai atau pencitraan, menjadi sekadar alasan kamuflase dari moderasi beragama.
Seharusnya, ini menjadi pintu kesadaran umat untuk meninggalkan demokrasi yang sudah usang dan menjadikan Islam bukan sekadar stempel, melainkan aturan yang akan diterapkan di seluruh bidang kehidupan.*
Ani S.
Sambas-Kalbar
Views: 56
Comment here