Surat Pembaca

Kapitalisme Membayangi Sistem Zonasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Zawanah Filzatun Nafisah

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Tak lama lagi, penerimaan siswa baru juga akan berjalan. Sejauh ini, aturan penerimaan siswa baru masih mengacu pada aturan lama. Yaitu sistem zona dan afirmasi. Namun jika terdapat perubahan aturan dalam penerimaan siswa baru, daerah tetap akan menjalankannya.

Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengatakan dalam penerimaan siswa baru di tahun lalu. Cukup banyak mendapat keluhan dari orang tua murid. Pastinya, apa yang sudah dialami tahun lalu menjadi bahan evaluasi bagi panitia penerimaan siswa baru di tahun ini. Seperti persoalan zona dan afirmasi di tahun ini dalam penanganannya sudah tentu harus semakin baik.

Edi menambahkan keberadaan sekolah swasta juga harus didukung pada penerimaan siswa baru nanti. Sebab sekolah swasta juga berkontribusi dalam upaya pembangunan sumber daya manusia di Pontianak bisa semakin maju saperti saat ini. Oleh sebab itu sekolah swasta tak boleh mati, mereka berkontribusi terhadap pengelolaan guru dan murid (https.jawapos.com 03/05/2023).

Ketua DPRD Kota Pontianak, Satarudin mengatakan bahwa pihaknya juga tengah melakukan komunikasi dengan Pemkot Pontianak, ihwal pembangunan sekolah negeri di Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Pontianak Barat. Sebab di dua kecamatan ini jumlah sekolah menengah pertama tak banyak. Sedangkan kuota sekolah negeri justru terbatas.

Alhasil banyak anak yang tak lolos di sekolah negeri dikarenakan kuotanya sudah tercukupi. Satar melanjutkan, keberadaan sekolah swasta bisa menjadi solusi dalam penanganan persoalan ini. Menurutnya, jika penerimaan siswa baru bisa dikolaborasikan dengan sekolah swasta, kemungkinan persoalan berebut-rebut kuota sekolah negeri tidak bakal terjadi.

Sistem Zonasi digadang-gadang sejak kemunculannya sebagai sistem yang bisa mengatasi pemerataan kualitas pendidikan, pertukaran guru yang merata, dan mencegah korupsi. Atau menjanjikan calon peserta didik hanya bisa memilih sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dan ada di sekitar tempat tinggal.

Dalam implementasinya, sistem zonasi pun menemukan kendala yang tak terelakkan. Peta koordinat kurang tepat, memicu kelebihan daya tampung sekolah, dan memicu kecurangan baru. Hingga kini, penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan, sementara banyak daerah yang pembagian zonasi pada awalnya, di dasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.

Ada calon siswa yang tidak terakomodasi, karena tidak bisa mendaftar ke sekolah manapun. Bahkan membuat adanya kasus orang tua yang sengaja menggunakan alamat palsu dalam surat domisili yang menjadi syarat pendaftaran anaknya. Sementara ada sekolah yang kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk.

Saat PPDB, orangtua mengantre hingga menginap di sekolah, padahal kebijakan PPDB zonasi dan sistem online, memastikan bahwa siswa di zona terdekat dengan sekolah pasti diterima. Jadi meski mendapatkan nomor antrian 1, namun jika domisili tempat tinggal jauh dari sekolah, maka peluangnya sangat kecil untuk diterima.

Minimnya sosialisasi sistem PPDB ke para calon peserta didik dan orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan. Belum lagi jika menyangkut masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online, transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tamping. Soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga kurang paham.

Berbagai masalah di tubuh pendidikan bertolak dari kebijakan yang keliru, sehingga alternatif yang ditawarkan sebagian besar berorientasi pada perbaikan kebijakan pendidikan oleh pemerintah. Opsi tersebut diajukan sembari mengabaikan persoalan bahwa dalam konteks masyarakat kapitalis, perumusan kebijakan pendidikan oleh pemerintah lebih diarahkan untuk melayani kepentingan pasar daripada tujuan pendidikan itu sendiri. Para pakar pendidikan tak bisa berbuat banyak karena selalu ada kepentingan kapitalisme yang membayangi proses kebijakan terkait pendidikan.***

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 35

Comment here