Oleh : Linda Anggraini
wacana-edukasi.com, OPINI– Perdagangan manusia atau perdagangan orang adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Perdagangan Manusia ini termasuk perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan paksa, penipuan dengan tujuan memanfaatkan mereka untuk mendapatkan keuntungan. Selain faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan, faktor pengangguran juga merupakan salah satu penyebab kejahatan perdagangan manusia. Dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang tidak memadai memaksa para pengangguran ini melakukan migrasi ke daerah lain yang dianggap potensial.
Mengutip data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), pada Oktober 2022 tercatat sebanyak 2.356 korban TPPO yang dilaporkan 50,97% adalah anak-anak dengan 46,14% perempuan. Lebih lanjut Menteri PPPA menyampaikan bahwa Presiden Republik Indonesia pun telah mengeluarkan Perpres No. 19/2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020—2024 pada 22 Februari 2023 silam. Ini adalah rencana aksi tingkat nasional yang berisi serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana untuk mencegah dan menangani tindak pidana perdagangan orang.
Presiden RI Joko Widodo mengajak negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk menindak tegas pelaku kejahatan perdagangan manusia. Menurut Presiden Jokowi, perlindungan pekerja migran dan korban perdagangan manusia cukup menjadi perhatian para pemimpin dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, 10-11 Mei 2023 ( kalbar.antaranews.com 11/05/2023 ).
“Hal yang menyentuh kepentingan rakyat menjadi perhatian penting para Leaders, termasuk perlindungan pekerja migran dan korban perdagangan manusia. Saya mengajak negara ASEAN untuk menindak tegas pelaku-pelaku utamanya,” kata Jokowi dalam keterangan pers penutup rangkaian KTT Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Kamis. Diketahui setidaknya terdapat tiga dokumen terkait pekerja migran dan perdagangan manusia yang dihasilkan para pemimpin ASEAN dalam KTT Ke-42 ASEAN.
Pertama Deklarasi tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia Akibat Penyalahgunaan Teknologi, kedua Deklarasi tentang Penempatan dan Perlindungan Nelayan Migran, serta ketiga Deklarasi tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarga saat Situasi Krisis.
Mengutip data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), pada Oktober 2022 tercatat sebanyak 2.356 korban TPPO yang dilaporkan 50,97% adalah anak-anak dengan 46,14% perempuan. Lebih lanjut Menteri PPPA menyampaikan bahwa Presiden Republik Indonesia pun telah mengeluarkan Perpres No. 19/2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020—2024 pada 22 Februari 2023 silam. Ini adalah rencana aksi tingkat nasional yang berisi serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana untuk mencegah dan menangani tindak pidana perdagangan orang.
Mengapa banyak yang tertarik menjadi PMI hingga terjebak dalam TPPO?
Berdasarkan data dari KBRI Malaysia, ribuan kasus menimpa PMI di Malaysia. Dari data rentang waktu 2018 s.d 2022, tercatat 2.361 kasus PMI tidak dibayar gajinya meski telah bekerja bertahun-tahun dan 470 PMI mengalami penyiksaan. Hermono, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia menyatakan, kasus ini hanya yang terdata di KBRI.
Ibarat Fenomena gunung es, jumlah kasus sesungguhnya jauh lebih banyak dari data. Belum lagi PRT yang masih terjebak dirumah majikannya dan tidak bisa melaporkan. Mirisnya, semua ini terjadi di tengah permintaan pekerja di sektor rumah tangga yang terus meningkat, bahkan mencapai lebih dari 66.000 pekerja. (Data KBRI Malaysia, Februari 2023).
Maraknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebenarnya merupakan buah dari kemiskinan dan sempitnya lapangan kerja di dalam negeri. Semakin naiknya beban kehidupan yang harus ditanggung, tetapi tidak disertai dengan meningkatnya pemasukan, ditambah sulitnya mencari pekerjaan, menjadi suatu kewajaran jika warga negara rela untuk merantau jauh meninggalkan kampung halaman, agar bisa mencari penghidupan yang lebih layak.
Kemiskinan juga membuat rendahnya keterampilan masyarakat. Sehingga lapangan kerja yang tidak perlu memiliki terampilan khusus, misalnya menjadi pembantu rumah tangga akhirnya menjadi salah satu pilihan. Kondisi ini membuat para PMI rentan dengan kekerasan.
Rendahnya posisi tawar (bargaining position) Indonesia di negeri lain bisa menyebabkan PMI rentan teraniaya. Lihat saja, peradilan Malaysia dengan mudahnya membebaskan para majikan meski telah terbukti menganiaya pekerja Indonesia.
Mirisnya pemerintah hanya mengupayakan perbaikan perlindungan PMI tanpa berusaha menyelesaikan akar persoalan yang membuat warga negaranya memutuskan untuk menjadi pekerja migran. Dimana akar persoalannya terletak pada masalah kemiskinan.
KTT ASEAN tak lebih basa basi konferensi internasional dalam menyolusi perdagangan manusia. Ini karena sejatinya sistem kapitalisme yang menjadi kiblat berbagai negara saat ini memang memandang manusia sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan. Kemiskinan menjadi faktor paling dominan dalam mendorong terus berlangsungnya perdagangan manusia.
Ekonomi menjadi alasan utama karena lahir dari pemahaman kapitalisme yang menjadikan manusia mendewakan materi dan kesenangan hidup di dunia. Kapitalisme mencabut aspek kemanusiaan dan mencari keuntungan di tengah bencana kemanusiaan.
Dalam bingkai negara yang mengambil sistem Islam, tidak ada celah bagi siapa pun untuk memperdagangkan orang untuk tujuan apapun. Berikut di antara cara dalam Islam untuk mencegahnya.
Pertama, menerapkan sistem ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya semua kebutuhan masyarakat. Kedua, menerapkan kebijakan luar negeri yang menjamin keamanan warga negara dan orang asing. Ketiga, menerapkan sistem ketenagakerjaan yang adil. Keempat, kebijakan luar negeri dalam Islam menjamin keamanan dunia dari kejahatan transnasional.
Views: 17
Comment here