Oleh Ustazah Ani S., M.Si
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA–Peternak dan pengusaha babi di Bali bergembira setelah ‘ekspor’ perdana Babi dilakukan melalui Pelabuhan Celukan bawang, Sabtu (29/04/2023). Seribuan ekor babi dikapalkan menuju Kalimantan Barat (Kalbar) untuk memenuhi permintaan pasar di daerah tersebut.
Perspektif cerah ini diharapkan dapat menggenjot peningkatan produksi peternak babi setelah sebelumnya sapi Bali cukup diminati pasar. Sebelumnya pengiriman babi melalui jalur darat sudah sering dilakukan. Bahkan intensitasnya cukup tinggi yakni sebanyak 3 truk atau ratusan ekor dalam seminggu
(https://www.patrolipost.com/bali-kirim-1-000-ekor-babi-penuhi-permintaan-pasar-singkawang-kalimantan-barat/).
Pengiriman perdana sebanyak 1.000 ekor nilainya mencapai harga Rp 4 miliar itu pun belum termasuk biaya tenaga dan angkutan kapal yang mencapai Rp 500 juta. Artinya bisnis babi di Bali dengan target pasar diluar Bali dianggap cukup menjanjikan.
Susahnya hidup dalam sistem sekuler kapitalistik. Ketika target keuntungan penjualan menjadi prioritas. Disatu sisi, kebutuhan akan daging babi bagi masyarakat di Singkawang yang mengkonsumsi babi menjadi hal yang penting bagi mereka, hingga didatangkan dari daerah lain.
Disisi lainnya akan sangat membahayakan kaum muslim. Ketika pasokan babi yang datang melebihi kebutuhan masyarakat yang mengkonsumsi daging babi. Kemudian sebagiannya masuk ke pasar kaum muslim dengan harga yang lebih murah dari harga daging sapi. Hingga tak jelas mana daging yang haram dan mana yang halal.
Padahal, makanan yang tidak baik masuk kedalam perut itu pangkal penyakit, maka mencegahnya adalah pangkal obat. Menjadi kewajiban bagi negara untuk melindungi kepentingan rakyat, termasuk dalam urusan perut. Makanan halal adalah salah satu bagian dari syariat Islam.
Para ulama membagi makanan halal dari dua aspek, pertama cara memperolehnya dan kedua dari zatnya. Bila cara memperolehnya dengan cara halal dan zatnya juga halal, status makanan tersebut adalah halal. Halal atau tidaknya makanan yang dikonsumsi seorang muslim sangat berpengaruh bagi seorang muslim.
Oleh karena itu, Islam memiliki langkah-langkah melindungi umat dari produk haram. Pertama, membangun kesadaran umat Islam akan pentingnya memproduksi dan mengonsumsi produk halal. Sertifikasi halal tidak bermanfaat jika umat Islam sendiri tidak peduli dengan kehalalan produk yang dikonsumsi.
Kedua, dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk mengawasi kehalalan berbagai produk yang beredar di masyarakat. Mendirikan lembaga pengkajian mutu, membantu pemerintah dan publik mengontrol mutu juga kehalalan berbagai produk. Hasil penelitian mereka bisa direkomendasikan kepada pemerintah untuk dijadikan acuan kehalalan suatu produk.
Ketiga, negara harus mengambil peran sentral dalam pengawasan mutu dan kehalalan barang. Negara harus memberikan sanksi kepada kalangan industri yang menggunakan cara dan zat haram serta memproduksi barang haram. Negara juga memberikan sanksi kepada para pedagang yang memperjualbelikan barang haram kepada kaum muslimin. Kaum muslimin yang mengonsumsi barang haram pun akan dikenai sanksi sesuai nas syariat.
Andai saja penguasa negeri ini seperti sosok Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang pernah menuliskan surat kepada para wali di daerah. Khalifah memerintahkan agar mereka membunuh babi dan membayar harganya dengan mengurangi pembayaran jizyah dari nonmuslim. (Al-Amwal, Abu Ubaid, hlm. 265)
Hal itu dilakukan Khalifah dalam rangka melindungi umat dari mengonsumsi dan memperjualbelikan zat yang telah diharamkan. Tentu kita merindukan pengaturan Islam dalam kehidupan untuk menjaga kita dari berbagai keharaman. Berarti kita harus menempuh jalan untuk memperjuangkan kembali tegaknya sistem Islam agar selamat dunia dan akhirat.*
Views: 59
Comment here