Oleh Asyifa’un Nisa’ SP., MP. (Aktivis dakwah dan pegiat literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Beberapa bulan ini isu kenakalan hingga kriminalitas yang dilakukan oleh remaja meningkat drastis di seluruh penjuru Indonesia. Mulai dari tawuran, narkoba, bullying, pergaulan bebas, penganiayaan hingga pembunuhan kian mengkhawatirkan masyarakat. Belum berakhir persidangan atas kasus penganiayaan yang dilakukan oleh MD pada awal Maret lalu, sudah disusul dengan rentetan kasus gengster di berbagai wilayah seperti Bantul dan Surabaya. Bahkan baru-baru ini kasus perundungan (bullying) yang dilakukan oleh anak-anak di Sukabumi telah memakan korban jiwa, yakni seorang anak (9) yang masih duduk di bangku sekolah dasar babak belur setelah dihajar oleh kakak kelas dan temannya dua hari berturut-turut (liputan6.com, 22/05). Belum lagi maraknya data kasus permohonan nikah pasangan dibawah umur sejak awal tahun 2023 yang sebagian besar disebabkan oleh kehamilan diluar nikah juga semakin mewarnai rentetan kasus kenakalan remaja ini.
Jika dibedah secara mendalam maka akan ditemukan factor kompleks yang menyebabkan berbagai kasus tersebut. Pertama, dari faktor internal yang didorong oleh krisis identitas, lemahnya kemampuan mengontrol emosi hingga nirempati. Masa remaja tentu sangat identic dengan masa pencarian jati diri dan eksistensi diri. Hal tersebut pada akhirnya menjadi pemicu para remaja untuk mencoba berbagai hal baru, baik yang bersifat negatif maupun positif. Ketika remaja tidak memiliki panduan yang benar dalam dirinya, ia akan cenderung bertindak semena-mena untuk mencari kepuasan dan kesenangan sesaat dengan dalih kebebasan. Remaja seperti ini tentu tidak lagi memperdulikan aturan hukum apalagi aturan agama. Padahal sudah selayaknya remaja memahami peran pentingnya sebagai generasi penerus, yang kelak akan mengisi peran-peran penting para pendahulunya. Lalu remaja seperti apa yang bisa diharapkan dengan kondisi yang semakin parah hari ini?
Kedua, faktor lingkungan. Lingkungan keluarga dan masyarakat tentu memberi pengaruh yang begitu besar bagi pola pikir dan pola sikap seorang remaja. Dikutip dari tempo.co, menurut laporan The Great Courses Daily, para peneliti menyimpulkan bahwa lingkungan memberi pengaruh sekitar 50 persen hingga 70 persen pada pembentukan kepribadian seseorang. Dengan presentase tersebut maka bisa dikatakan bahwa lingkungan keluarga dan masyarakat memiliki peran yang besar dalam membentuk kepribadian seorang remaja. Maraknya penerapan konsep parenting ala barat yang mengusung kebebasan dan lepasnya control serta perhatian orangtua semakin memperparah kondisi tersebut. Belum lagi hilangnya peran masyarakat sebagai kontrol sosial dan suburnya sikap apatis.
Faktor terakhir adalah faktor negara, berbagai kasus memilukan di kalangan remaja ini semakin tumbuh subur, terlebih didalam bingkai sistem hari ini. Negara hari ini menerapkan sistem kapitalisme-sekuler yang senantiasa mengakomodir segala bentuk kebebasan dibawah payung Hak Asasi Manusia (HAM). Inilah biang kerok sesungguhnya dari permasalahan remaja. Karena remaja diberi ruang kebebasan untuk berperilaku semena-mena sebagai ajang aktualisasi diri, hingga sanggup berbuat bengis dan sadis. Dengan penerapan sistem ini maka seluruh aturan yang dilahirkan tidak benar-benar mampu mensolusikan permasalahan remaja. Contohnya solusi penggunaan alat kontrasepsi untuk mengurangi tingginya angka HIV/AIDS dan kehamilan yang tidak diinginkan, tentu ini bukanlah solusi dari masalah pergaulan bebas yang sudah mengakar. Disisi lain maraknya peredaran miras yang disokong oleh perijinan pemerintah dengan dalih keuntungan ekonomi. Padahal kasus kekerasan hingga pelecehan seksual dibawah pengaruh alkohol semakin hari semakin bertambah. Belum lagi aturan yang memberi kemudahan dalam mengakses berbagai media digital yang mempertontonkan kekerasan, sehingga membuat remaja dengan mudah menirukan adegan kekerasan tersebut.
Sungguh Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna tentu memiliki seperangkat aturan untuk permasalahan ini. Namun sistem kapitalisme-sekuler yang diterapkan hari ini akan senantiasa menjauhkan keterlibatan agama dalam berbagai aturan perundangan, sehingga Islam hanya dijadikan sebagai agama ritual yang bersifat individu semata. Krisis identitas yang dialami para remaja pun juga disebabkan oleh penerapan sekulerisme yang menafikan peran Islam sebagai way of life. Padahal sistem Islam mampu memberantas adanya krisis identitas karena akidah kuat yang wajib dibangun pada diri setiap muslim. Dengan berbekal kekuatan akidah inilah setiap muslim akan memahami tujuan penciptaannya hanyalah untuk beribadah kepada Allah, maka akan lahir pribadi yang senatiasa taat pada syariat Islam semata untuk meraih ridho-Nya.
Dalam faktor lingkungan, Islam mengakomodir konsep parenting yang juga berlandasakan pada akidah. Sehingga sejak dini orang tua sebagai madrasatul ula berkewajiban untuk memahamkan anak-anak mereka dengan Islam. Selain itu masyarakat yang lahir dalam sistem Islam akan terkondisikan secara aktif melakukan kontrol sosial berupa amar ma’ruf nahi mungkar. Dan yang terakhir adalah peran negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dari mulai ekonomi, politik, sosial (pergaulan), pendidikan hingga sistem persanksian. Itu semua wajib diterapkan tanpa mencampuradukkan dengan sistem lain buatan manusia. Sistem Islam jelas memiliki aturan yang mampu mensolusikan permasalahan ini dari ketiga faktor tersebut sekaligus.
Tentu ini bukanlah konsep baru buatan manusia, karena sistem Islam ini telah berhasil membawa kegemilangan peradaban selama 13 abad (622 – 1924 M) dan mampu meliputi hampir 2/3 wilayah dunia. Kegemilangan ini pula yang mampu melahirkan deretan pemuda hebat yang namanya harum hingga saat ini, seperti Muhammad Al-Fatih, Shalahuddin Al-Ayyubi, Ibnu Sina, Abbas bin Firnas. Selain itu diusia sekitar 20 tahun, Imam an-Nawawi telah menghasilkan berjilid-jilid kitab. Bahkan, Imam Ahmad, bisa mengumpulkan dan hafal lebih dari satu juta hadits. Begitu pula Imam Bukhari mengasilkan kitab hadits pertamanya diumur 18 tahun, yang hingga saat ini kitab tersebut masih dijadikan sebagai rujukan oleh para ulama. Sungguh kegemilangan yang demikian hanya mampu diraih dengan kesempurnaan sistem Islam, bukan sistem rusak ala kapitalisme hari ini. Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maidah : 3]
Hadanallah waiyyakum, Wallahu a’lam bishawwab.
Views: 22
Comment here