Surat Pembaca

Jembatan Garuda, Tak Lepas dari Mekanisme Utang

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Rencana pembangunan Jembatan Garuda yang akan menghubungkan Jalan Bardanadi – Siantan masih bergulir. Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menyatakan saat ini progres pembangunan Jembatan Garuda tengah melengkapi data, baik secara administrasi maupun teknis seraya berkoordinasi dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). (https://pontianakinformasi.co.id/ 10/05/2023)

Nantinya, pembangunan Jembatan Garuda akan berbentuk Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Lagi lagi untuk membangun infrastruktur dari proyek pusat maupun daerah kenapa selalu mengandalkan utang, yang menjadi alasan adalah soal pendanaan, karena pembangunan sangat tergantung pada dana investor, maka akan berpeluang pembangunan mangkrak, belum lagi menjadi bom waktu rakyat yang dibebani, termasuk untuk menikmati fasilitas publik Rakyat pun harus bayar, belum lagi menjadi proyek bancakan yang berpeluang untuk korupsi, akankah dalam sistem hari ini bisa berpihak pada rakyat??

Berdasarkan rekam jejaknya, pemerintah sering berjanji tidak akan membebani APBN untuk setiap proyek pembangunan. Namun, ternyata janji ini tidak ditepati dan APBN tetap harus nombok. Hal ini misalnya terjadi pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan tol Trans Sumatra dll.

Negara ini seolah tak mampu menanggung biaya pembangunan infrastruktur yang terus digenjot oleh pemerintah daerah. Karena, APBN Negara lebih banyak di gelontorkan untuk membayar utang luar nergeri. Sehingga seolah tidak ada cara lain, pemerintah akhirnya berutang dan berutang lagi, baik berutang kepada pihak swasta maupun asing seolah menjadi lumrah. Atau mencari investor sebagai jalan agar pembangunan jalan, kemudian rakyat bayar lewat tarif jalan atau jembatan yang dibuat tsb.

Islam mengharuskan semua aspek kehidupan manusia diatur dengan syariat Islam, termasuk politik pembangunan infrastruktur. Di dalam Daulah Khilafah Islamiah, pembangunan dilakukan berdasarkan kebutuhan rakyat, bukan ambisi pribadi penguasa, apalagi demi kepentingan investor atau kelompok tertentu.

Hal tersebut berpangkal pada posisi penguasa sebagai pengurus rakyat. Infrastruktur merupakan perkara penting untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, Khilafah wajib membangun infrastruktur yang baik secara merata di seluruh pelosok negeri.

Khalifah akan melakukan pengkajian terhadap sebuah proyek, dibutuhkan rakyat ataukah tidak. Dasar penentuan pembangunan sebuah infrastruktur dipandang penting untuk dibangun atau tidak adalah kaidah “mâ lâ yatim al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib”. Artinya, suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu, sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib.

Jika adanya sebuah infrastruktur dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah kewajiban, misalnya pembangunan masjid di tengah-tengah kaum muslim, sedangkan sebelumnya tidak ada masjid, pembangunan infrastruktur tersebut wajib dilakukan dan diprioritaskan.

Namun, jika sifatnya sebagai pelengkap, misalnya pembangunan jalan, sedangkan sudah ada jalan sebelumnya dan masih layak, pembangunan infrastruktur tersebut tidak diprioritaskan. Bisa ditunda atau tidak dilakukan. Pembangunan infrastruktur jelas membutuhkan biaya besar. Namun, Khilafah akan menempuh strategi pembiayaan pembangunan infrastruktur tanpa melanggar hukum syarak, yaitu tanpa riba dan tanpa merendahkan martabat Khilafah dan umat Islam di hadapan negara lain. Khilafah tidak akan melakukan pinjaman luar negeri ataupun investasi asing yang akan mengancam kedaulatan Khilafah.

Sabrina
Pontianak-Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 19

Comment here