wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pengentasan kemiskinan seakan menjadi PR besar bagi Indonesia. Berbagai upaya pengentasan kemiskinan yang selama ini dilakukan pemerintah, belum mampu memberikan hasil yang diharapkan. Miris, ini yang bisa katakan ketika melihat data kemiskinan di Indonesia. Negeri dengan sumber daya alamnya yang melimpah, tetapi rakyat miskin justru kian bertambah. Bahkan angka kemiskinan ekstrem ini terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia, termasuk di Kalbar.
Gubernur Kalimantan Barat, H. Sutarmidji, S.H., M.Hum., menyebut jika data By Name by Address adalah data kemiskinan yang bagus untuk digunakan dalam langkah mengatasi kemiskinan ekstrim di Kalimantan Barat (www.sonora.id 16/05/2023).
Ia menjelaskan bahwa data kemiskinan itu yang bagus kalau melalui Data By Name By Address. Ada orang miskin karena genetik, karena kesehatan misalkan cacat, penanganannya beda, ada yang miskin karena masalah SDM itu beda lagi, kemudian miskin karena bencana. Dengan program kita Indeks Desa Membangun sangat relevan karena indikator – indikator kemiskinan ada di situ.
Tapi secara umum dirinya katakan Provinsi harus punya data per desa. Gubernur berpendapat bahwa dalam mengatasi kemiskinan di desa, harus mempertajam dulu indikator penunjang suatu desa. Selain program, pemerintah pusat harus memperhatikan juga indikator kemiskinan itu sendiri, tidak bisa disamakan satu daerah dengan daerah lain.
Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tapi juga akses pada layanan sosial (United Nations, 1996).
Ketimpangan ekonomi yang menghasilkan kelompok masyarakat ekonomi ekstrem merupakan masalah khas sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, setiap orang bebas berkompetisi tanpa ada halangan regulasi. Dengan paham kebebasan berekonomi yang dianut sistem ini, tentulah si pemilik modal akan semakin kaya dan si miskin akan semakin miskin. Distribusi kekayaan didalam sistem kapitalisme akan menghasilkan gap yang sangat lebar.
Dampak dari penerapan sistem kapitalisme dalam berekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan publik yang lainnya masuk dalam regulasi ekonomi kapitalistik sehingga orang harus membayar sejumlah harga untuk mendapatkannya.
Maka, betapapun upaya pengentasan kemiskinan yang diprogramkan oleh pemerintah, sepanjang sistem kapitalisme ini tetap menjadi acuan dalam bernegara, maka masalah pengentasan kemiskinan ini tak akan pernah terselesaikan, yang ada justru semakin hari semakin bertambah.
Semua permasalahan ini hanya bisa diselesaikan dengan aturan Islam. Dalam Islam, kebutuhan pokok kolektif justru ditanggung oleh negara. Islam menggunakan dana dari Baitul Mal, yaitu sistem keuangan APBN yang berada dalam kewenangan kepala negara Islam/khalifah untuk untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya.
Negara akan memastikan setiap laki-laki dewasa memiliki lapangan pekerjaan yang jelas, syar’i, halal dan produktif. Negara akan mengelola sumber daya alam (SDA) yang depositnya melimpah yang hasilnya menjadi pemasukan besar bagi Baitul Maal, dan akan diserahkan kembali kepada rakyat.
Islam akan mewujudkan kesejahteraan yang merata. Islam mengakui ada kepemilikan individu, akan tetapi syariat Islam membatasi cara memperoleh kekayaan tersebut. Islam memberikan pengaturan kepemilikan secara adil dan mengharamkan adanya praktek monopoli, sehingga setiap individu dalam masyarakat akan mendapatkan kesempatan yang sama ”secara adil”. Dengan demikian setiap orang akan mendapatkan kesejahteraan dan tidak akan terjadi lagi kemiskinan ekstrem.
Hj. Lathifah M.L., SE.
Views: 46
Comment here