Opini

Surga Dunia Dijual demi Cuan

blank
Bagikan di media sosialmu

 

Oleh Novianti

wacana-edukasi.com, OPINI– Indonesia adalah negara bagaikan kepingan surga. Julukan layak diberikan pada negara dengan ribuan keindahan alam yang menawan terhampar dari Sabang sampai Merauke. Dengan kondisi geografis strategis dan iklim tropis, Indonesia lahan cocok bagi mahluk hidup yang beragam. Selain itu, dengan dua musim, siapapun yang berkunjung tidak khawatir dengan dingin atau panas yang ekstrim.

Terbukti sebagai wisata halal dunia, Indonesia meraih predikat Top Muslim Friendly Destination of The Year 2023 dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 di Singapura. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sebagaimana dirilis katadata.co.id (09/05/2023), menyebut predikat ini merupakan pencapaian yang lebih baik dari sebelumnya. Pada 2021 baru di urutan ke empat, pada 2022 di urutan ke dua.

Harapannya Indonesia bisa menarik 8.5 juta wisatawan termasuk di dalamnya wisatawan muslim. Perkembangan pariwisata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi karena bisa memberi pemasukan dan membuka lapangan pekerjaan.

-Halal yang bagaimana?-

Kata halal pastinya diambil dari ajaran Islam. Halal adalah standar syariat bagi benda yang boleh diperoleh, dikonsumi atau digunakan. Namun realitasnya, sebutan wisata halal tidak serta merta di areanya bersih dari segala yang Allah haramkan.

Pakar ekonomi dan pariwisata syariah Indonesia, M Abdul Ghoni menjelaskan bahwa wisata halal tidak identik segala sesuatunya harus terlampau halal. Dirilis republika.co.id (16/04/2023), beliau mengatakan harus ada harmonisasi antara agama dan budaya karena keduanya sejajar dan sebanding.

Wapres KH Ma’ruf Amin juga menegaskan, pariwisata halal bukan berarti tempat wisatanya disyariahkan atau dihalalkan. Diharapkan tidak ada daerah yang menolak membuka pariwisata halal.

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa penyebutan halal merupakan strategi penjualan untuk meraih keuntungan. Bukan dalam rangka syiar Islam. Karenanya seperti di Bali atau Lombok, meski sudah menjadi daerah wisata halal, tetap ada penjualan minuman keras, para wisatawan berpakaian yang mengumbar aurat. Masuknya budaya asing yang bertentangan dengan Islam bisa diadopsi oleh penduduk lokal merupakan kondisi yang juga mengkhawatirkan.

-Upaya Menutup APBN-

Jumlah wisatawan muslim diprediksi mencapai 230 juta secara global pada 2026. Global Islamic Economy Report menyebutkan, perputaran uang dari wisata halal dunia diprediksi meningkat, dari 177 miliar dolar AS pada 2017 menjadi 274 miliar dolar pada 2023 mendatang. Angka yang menggiurkan sehingga banyak negara berlomba mengembangkan pariwisata halal bahkan oleh negara-negara yang bukan anggota OKI seperti Jepang dan Korea. Padahal penduduk muslim di kedua negara tersebut minoritas.

Indonesia merupakan destinasi wisata yang menarik bagi turis muslim. Terbukti ada 14,92 juta turis asing yang datang ke Indonesia merupakan wisatawan muslim belum lagi wisatawan lokal . Potensi penerimaan devisa dari sektor pariwisata halal tahun 2019 mencapai sekitar US$5,5 miliar-US$10 miliar atau setara Rp77 triliun-Rp140 triliun. Menurun pada masa pandemi karena ada pembatasan aktivitas manusia ke luar rumah. Setelah pandemi, kegiatan pariwisata menggeliat kembali.

Pengembangan pariwisata merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pemasukan APBN. Sebagaimana diketahui, kondisi keuangan negara sedang tidak baik-baik saja. Utang terus membengkak sementara banyak pembangunan perlu pendanaan Karenanya, peluang yang dapat menambah pemasukan negara akan selalu dilakukan salah satunya pengembangan pariwisata.

-Kebijakan Tidak Tepat-

Meski dapat memberi pemasukan namun berharap dari sektor pariwisata adalah kebijakan tidak strategis dan seharusnya tidak perlu dilakukan negara. Ada pemasukan lain yang lebih besar yaitu pengelolaan sumber daya alam.

Sebagai contoh dari sumber daya alam (SDA) emas. Berdasarkan laporan cnbcindonesia.com (27/02/2023), perusahaan tambang emas-tembaga raksasa AS yang beroperasi di Indonesia, PT Freeport-McMoran Inc., mencatatkan pendapatan US$ 22,78 miliar atau setara Rp 341,70 triliun sepanjang tahun 2022. Perusahaan tersebut sudah beroperasi sudah 1973. Bisa dibayangkan berapa besar keuntungan yang diperoleh perusahaan selama ini.

Belum lagi sumber daya lainnya seperti batubara. Hingga awal Mei 2022 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batu bara telah mencapai Rp 40,42 triliun. Banyak perusahaan batubara dikelola swasta dan menempatkan pemiliknya sebagai orang terkaya di Indonesia. Kekayaan mereka mencapai triliunan.

Dibandingkan dengan potensi pemasukan dari pariwisata, jelas pengelolaan SDA memberikan pemasukan lebih besar. Jika dikelola negara, tentunya dapat digunakan untuk memberikan berbagai fasilitas dan layanan bagi masyarakat. Fasilitas sekolah bisa dibangun berikut dengan menjamin kesejahteraan para gurunya. Penyediaan layanan kesehatan di berbagai daerah termasuk tenaga kesehatannya.

Tetapi karena SDA diserahkan kepada swasta termasuk asing, tidak memberikan manfaat luas bagi masyarakat sekitarnya. Seperti di Papua, hingga hari ini masyarakatnya belum lepas dari persoalan kemiskinan dan kebodohan. Padahal, pulaunya kaya namun masyarakatnya tetap menderita.

-Solusi Islam-

Penguasaan SDA oleh swasta bahkan perusahaan asing merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme yang memberikan kebebasan sangat luas kepada para pemilik modal. Kekayaan yang seharusnya dikelola negara dan merupakan sektor strategis sebagai sumber pemasukan diambil alih swasta. Padahal SDA adalah milik umum yang pengelolaannya untuk memberikan sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat.

Ketika dikelola dengan sistem kapitalis, meski berlimpah SDA, rakyatnya tetap dalam keadaan miskin. SDA hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan.

Islam mengatur bahwa SDA merupakan kepemilikan umum berdasar pada sabda Rasulullah saw:

«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ»

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).

Indonesia dengan kandungan SDA yang jumlahnya sangat besar seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dsb seharusnya tidak perlu bertumpu pada sektor pariwisata. Jika diatur oleh syariah Islam, SDA sudah cukup untuk menyejahterakan rakyat dan pastinya akan memperoleh berkahnya.

Wisata alam atau pariwisata hanya ditempatkan sebagai sarana dakwah dan propaganda. Ketika melihat keindahan alam, seorang muslim makin merasa kecil dan menyadari keagungan Allah. Sementara bagi kaum kafir diharapkan dapat memunculkan naluri penyembahannya.

Obyek wisata yang dikelola negara seperti pantai atau gunung, tempat-tempat bersejarah terutama peninggalan peradaban Islam. Area wisata harus dibersihkan dari berbagai praktik adat budaya yang bertentangan dengan Islam seperti mengandung kesyirikan.

Adapun peninggalan sejarah kaum kafir jikamasih digunakan tetap dibiarkan tetapi tidak akan diperbaharui apabila ada kerusakan. Setelah sudah tidak digunakan akan dihancurkan. Seperti ketika Muhammad Al Fatih menaklukan Konstatinopel, Agia Sophia yang saat itu berupa gereja diubah menjadi masjid dan simbol-simbol gerejanya ditutup.

Demikianlah Islam mendudukan pariwisata. Tidak ada pariwisata halal atau haram karena di seluruh wilayah Islam adalah sarana menjaga keimanan dan ketakwaan.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 19

Comment here