Surat Pembaca

Petani Cabai, Bukan Untung Malah Buntung

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Siombiwishin (Aktivis Perempuan)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Tergiur dengan potensi yang lebih menjanjikan, petani jagung di Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna beralih menanam cabai rawit. Kabarnya, cabai rawit dapat dipanen dalam waktu singkat, penjualan perkilogram-nya pun lebih besar yakni Rp 45.000. Para petani mulai menanam padi dengan pengalaman seadanya, informasi dari sesama petani dan channel Youtube tentang cara perawatan yang dibutuhkan dalam menanam cabai rawit tersebut.

Dengan penuh keyakinan, para petani percaya diri bahwa usahanya akan memberi kuntungan yang setimpal, karena di daerah tersebut ada tengkulak yang siap membeli hasil panen mereka untuk dijual kembali keluar daerah.

Sayangnya, setelah cabai rawit yang dirawat siap panen dan dipasarkan. Bukannya untung malah buntung, harga cabai rawit turun secara berkala. Awalnya harga cabai rawit turun menjadi Rp 35.000, seminggu kemudian harganya turun kembali menjadi Rp 30.000, 2 minggu kemudian harganya menjadi Rp 25.000, dan saat ini anjlok menjadi Rp 20.000 hingga Rp 10,000.

Kaget bukan main, para petani mengemukakan rasa kecewa mereka. Pasalnya biaya yang dikeluarkan untuk menanam dan perawatan tidak sebanding dengan hasil penjualan. Bukan hanya di Muna, anjloknya harga cabai rawit juga dirasakan oleh hampir seluruh petani cabai rawit.

Miris, ditengah fluktuasi harga cabai yang tidak menentu, diketahui sebelumnya pemerintah telah memborong cabai dari luar negeri, contohnya cabai China dan Malaysia yang mengalami kenaikan impor.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya lonjakan impor cabai Indonesia pada Januari 2023. Terutama jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy). Mengutip data impor komoditas pangan tertentu yang diterima CNBC Indonesia, volume impor cabai pada awal tahun ini mencapai 4,18 juta kilogram. Naik 237,07% dari catatan Januari 2022 sebanyak 1,24 juta kilogram. (CNBC Indonesia, 16/02/2023)

Kebijakan pemerintah pada sistem kapitalis-sekuler, kebanyakan hanya bersolusi di permukaan saja tanpa meneuntaskan permasalahan akarnya, seperti menargetkan masyarakat dan pelajar SMA/SMK untuk swasembada komoditi cabai dan bawang, tetapi setelah masyarakat melakukan panen raya (stok berlebih) dan harga anjlok, pemerintah seolah tak mengetahuinya dan cuek.

Diketahui, Presiden Jokowi membentuk Badan Pangan Nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional yang diteken pada 29/7/2021. Sebelumnya sudah ada lembaga serupa yakni Badan Ketahanan Pangan yang dibentuk sejak 1999. (kumparan.com, 24/8/2021)

Apalagi pemerintah telah memiliki BULOG, seyogyanya lembaga-lembaga inilah yang akan membeli hasil panen agar para petani tidak merugi, pemerintah harus membelinya dan menjualnya kembali kepada masyarakat dengan harga terjangkau. Kemudian baik petani maupun konsumen sama-sama memperoleh jaminan harga komoditas yang stabil dan berimbang bagi kedua belah pihak.

Pengendalian berlangsungnya mekanisme harga pasar seharusnya lebih diperhatikan, agar andaikata terjadi fluktuasi harga maka selisihnya tidak terlalu jomplang. Pemerintah hanya memikirkan bagaimana impor dilakukan jika stok dalam negeri kurang, karena impor lebih menguntungkan (berorientasi proyek).

Berbeda dengan sistem Islam, pihak penguasa (pemerintah) akan mengutamakan aspek kemaslahatan rakyatnya. Dalam hal ini, memikirkan solusi penyelesaian masalah secara tuntas tanpa menimbulkan masalah lain bagi salah satu pihak.

Pertanian diawasi mulai dari intensifikasi dan ekstensifikasi hingga distribusi sampai ke rumah-rumah masyarakat. Dengan begitu tidak akan ada petani (produsen) yang mengeluh rugi dengan alasan apa pun, begitu juga dengan masyarakat (konsumen) tidak akan mengeluh tentang kuantitas dan kualitas produk pertanian.

Wallahu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here