Oleh Apt. Marlina, S.Farm (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kebijakan peluncuran Minyakita sebagai solusi mahal dan langkanya minyak goreng, tampaknya tidak bertahan lama, karena faktanya, minyak kita dijual dengan harga beragam dan distribusinya tidak merata. Ini menunjukkan ada yang salah dalam kebijakan perdagangan pada sistem kapitalis-sekuler saat ini.
Berdasarkan pantauan Katadata.co.id (1/6/2023) di Pasar Tradisional Pondok Labu, Jakarta Selatan, Minyakita masih tersedia dibeberapa lapak, namun jumlahnya sedikit. Salah satu pedagang sembako yang bernama Via Amalia mengatakan, Minyakita dalam seminggu hanya bisa tersedia sebanyak dua dus (@dus berisi 12 pcs). Ia juga mengatakan, membeli minyakita dari pihak ketiga dengan harga Rp 15.000 per liter, kemudian dijual dengan harga Rp 16.000 per liter.
Di pasaran, Minyakita sulit didapat kalaupun ada, harganya masih mahal. Selain itu masyakat juga dipusingkan dengan adanya mekanisme bundling atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh pembeli untuk mendapatkan Minyakita.
Klaim pemerintah yang menjadikan Minyakita sebagai solusi atas mahalnya minyak untuk rakyat kecil bisa dikatakan gagal, karena ternyata Minyakita masih mahal dan susah didapat di pasaran. Hal ini menunjukkan adanya kesalahan dalam regulasi distribusi, apalagi dengan lemahnya kontrol pemerintah terhadap distribusi barang di pasaran sehingga harga minyak di pasaran justru melambung diatas HET (Harga Eceran Tertinggi).
Standar harga Minyakita di pasaran yang ditetapka oleh pemerintah adalah Rp 14.000 per liter. Namun harga ini tidak bisa didapat oleh pembeli, disebabkan minyak tidak langsung dibeli di distributor atau pun agen, namun penjual membeli minyak pada tangan ketiga. Hal ini disebabkan karena adanya persyaratan atau bundling yang harus dipenuhi oleh pembeli, yaitu untuk mendapatkan produk Minyakita harus membeli minyak produk lain. Jika Minyakita dijual sesuai dengan standar ketetapan pemerintah, maka penjual tidak akan mendapat keuntungan.
Kenaikan harga minyak biasanya disebabkan oleh penumpukan minyak di pasaran. Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara sah telah memutuskan 7 terlapor atau perusahaan terbukti melanggar UU nomor 5 tahun 1999 pasal 19 huruf C tentang monopoli minyak goreng. Putusan tersebut termaktub dalam perkara nomor 15/KKPU-I/2022.
*Pandangan Islam*
Harga suatu produk seperti minyak goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya ketersediaan bahan baku, biaya produksi dan transportasi. Sudah selayaknya pemerintah sebagai pengatur urusan masyarakat mengatasi faktor-faktor tersebut, misalnya dengan pemenuhan ketersediaan bahan baku atau pun subsidi biaya produksi dan transportasi.
Jika sistem Islam yang dianut negeri ini, tentunya pemeritah akan menjamin kersediaan bahan baku, harga dan distribusi suatu produk. Pemerintah akan menjamin suatu produk hingga sampai ke tangan masyarakat. Dengan begitu tidak ada celah bagi pihak luar untuk melakukan praktik kecurangan.
Selain itu adanya ketaatan individu masyarakat karena menggunakan standar syariat Islam, semakin meminimalisir perilaku yang menyimpang pada syariat. Ditambah dengan periayahan (pengurusan urusan umat) yang amanah dari pemerintah, menjadikan kehidupan masyarakat tenteram dan sejahtera. Semoga saja sistem Islam kembali tegak. Wallahu a’lam bisshowab.
Views: 16
Comment here