Opini

Kekerasan Seksual, Kapan Berakhir?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia

(Aktivis Muslimah)

Mengenaskan! Seorang remaja putri mengalami tindak kekerasan seksual dari 11 orang. Sungguh gawat kondisi kekerasan seksual akhir-akhir ini.

Mengutip laman Kemen PPPA( 30-5-2023), Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus dugaan pemerkosaan anak (15 tahun) di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, yang dilakukan oleh sebelas orang (www.kompas.com, Selasa 30 Mei 2023) (1). Kemudian, meminta pemerintah daerah pengampu urusan perlindungan anak untuk mendampingi korban sesuai kebutuhan.

 

Dari hasil koordinasi dengan UPTD PPA Sulawesi Tengah, Nahar menyampaikan, korban telah mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi fisik pascakekerasan seksual terjadi. Dari hasil pemeriksaan kesehatan, korban mengalami gangguan reproduksi sehingga perlu mendapatkan penanganan medis lebih lanjut. Sementara itu, untuk pemeriksaan psikologis belum dapat dilaksanakan karena korban masih dalam perawatan intensif di rumah sakit.

Di sisi lain, Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho mengungkapkan, istilah pemerkosaan dalam kasus ini merupakan kasus persetubuhan. Ia menjelaskan, di dalam KUHP, kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan yang memaksa korban untuk bersetubuh di luar hubungan perkawinan. “Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, atau pengancaman terhadap korban,” jelasnya.

Modus yang digunakan pelaku, katanya, bukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan dengan bujuk rayu, tipu daya, dan iming-iming akan diberikan sejumlah uang atau barang. Ia menyampaikan, kasus ini terjadi sejak April 2022 hingga Januari 2023 dan dilakukan oleh sebelas pelaku di tempat yang berbeda dalam waktu yang berbeda.

Kasus ini sungguh tragis sekaligus menunjukkan darurat kekerasan seksual yang sudah sangat parah di Indonesia. Gadis itu bahkan terancam kehilangan rahim. Yang makin menyesakkan dada, di antara pelakunya ada orang-orang yang seharusnya memberikan perlindungan; seperti guru, kepala desa, dan anggota Brimob; namun justru tindakan bejat yang dilakukan.

Sudah terdapat beberapa regulasi, termasuk UU Perlindungan Anak yang telah direvisi hingga dua kali. Tapi tak berdaya melawan kekerasan seksual terhadap anak. Belum lagi adanya perdebatan istilah yang digunakan untuk menyebut jenis kekerasan seksual yang terjadi. Dugaan awal sebagai pemerkosaan ternyata dipatahkan lantaran tidak ada pemaksaan, namun dianggap sebagai kesepakatan (consent) karena adanya bujuk rayu, iming-iming uang, ataupun hal lainnya. Pendapat ini dibantah oleh aktivis mengingat korban masih berusia anak, meski ada kesepakatan tetap termasuk pemerkosaan.

Ini makin menunjukkan tidak berdayanya regulasi negeri ini dalam melindungi keselamatan anak dari kekerasan seksual. Selain berpengaruh terhadap delik yang akan digunakan, perbedaan definisi juga berpengaruh terhadap besarnya tuntutan hukuman pada pelaku. Dan berulangnya peristiwa sejenis, jelas membuktikan kegagalan sistem hukum di Indonesia menjamin perlindungan anak.

Di sisi lain, kasus keji ini juga membuktikan gagalnya sistem pendidikan Indonesia. Terlihat dari pelaku yang merupakan orang terdidik, seperti anggota Brimob, bahkan guru dan kepala desa. Mereka seharusnya menjadi pelindung anak, namun malah merusak masa depan anak.

Disayangkan kondisi korban yang teperdaya bujuk rayu sehingga melakukan perbuatan terlarang. Ini menunjukkan betapa proses berpikir belum utuh. Akibatnya, salah dalam menentukan standar perbuatan, dari sisi terpuji tercela, ataupun benar dan salah. Kondisi ini makin membuktikan sistem pendidikan di Indonesia gagal membentuk individu yang berkepribadian kuat, tidak mudah tergoda melakukan pelanggaran hukum Allah, meski dengan janji-janji manis, tawaran pekerjaan, ataupun sejumlah uang

Kejahatan keji ini, jelasnya, terjadi karena sekularisme kapitalisme menjadi asas kehidupan. Akibatnya, kesenangan dunia menjadi tujuan. Bahkan, dengan menghalalkan segala macam cara. Demikian pula siksa pedih di akhirat kelak diabaikan karena mengejar kenikmatan jasadiyah.

Mirisnya, tidak hanya di level individu, negara juga menjadikan sekularisme kapitalisme sebagai asas dalam mengurus rakyatnya, termasuk dalam membuat regulasi. Ini yang menjadi penyebab tak berdayanya regulasi yang sudah dilegalisasi oleh negara.

Kasus keji itu tidak akan terjadi ketika akidah Islam menjadi asas kehidupan, baik oleh individu maupun negara. Umat akan taat pada syariat Allah dan meninggalkan perilaku maksiat. Keimanan akan mencegahnya untuk memperdaya orang lain dengan kekuatan pengaruhnya ataupun dengan harta yang dimilikinya, apalagi pada anak yang seharusnya dilindungi. Anak-anak juga akan terlindungi ketika Khilafah ( sebagai institusi negara penerap Islam kafah), membuat regulasi yang bersumber pada aturan Allah, aturan terbaik untuk umat manusia.

Sistem sanksi dalam Islam memiliki definisi yang jelas akan kekerasan seksual yang penetapannya berdasarkan syariat Islam. Definisi berdasarkan hukum syariat ini akan memudahkan penetapan jenis pelanggaran dan juga sanksi yang harus diterima. Dari kitab Nidzam al-Uqubat (Sistem Sanksi Dalam Islam) karya Abdurrahman al-Maliki bahwa kekerasan seksual merupakan kasus yang masuk dalam takzir pada kasus pelanggaran terhadap kehormatan, yaitu perbuatan cabul. Sanksi untuk kasus takzir memang tidak ditetapkan oleh Syari’. Maka disinilah upaya ijtihad dari Qadhi (Hakim) yang akan menentukan, berupa sanksi yang membuat jera pelaku dan mampu mencegah terjadinya kasus serupa.

Dengan kekuatan sistem pendidikan Islam yang hanya bisa diterapkan oleh Khilafah sebagai satu-satunya institusi negara berdasar akidah Islam, maka kerusakan kepribadian akan dapat dicegah. Kurikulum ini akan membentuk individu tangguh berkepribadian Islam yang utuh, menyatu antara pola pikir dan pola sikapnya Islami. Setiap individu akan beriman, berakhlak mulia, menghormati orang lain, dan saling mengingatkan agar tetap dalam ketaatan kepada Allah.

Melalui kurikulum pendidikan Islam ini juga mengajarkan tiap individu warga negara Khilafah, baik muslim maupun non muslim, untuk menjaga pergaulannya dengan lawan jenis sesuai Syariat. Karena dalam Islam, harus terpisah kehidupan antara pria dan wanita kecuali ada udzur syar’i (sesuatu yang diizinkan Syariat untuk berinteraksi), yaitu di wilayah publik/umum seperti di pasar, sekolah, kampus, RS, dan lain-lain. Juga mengajarkan kewajiban menutup aurat, menundukkan pandangan (gadhul bashar), larangan ikhtilat (campur baur pria dan wanita tanpa udzur syar’i), dan khalwat (larangan berdua-duaan dengan lawan jenis non mahram). Sehingga Khilafah memberikan unsur penjagaan preventif sebelum terjadinya tindak kriminalitas pemerkosaan.

Contoh kasus saja, pada tindak khalwat dan pacaran, maka Khilafah akan memberikan sanksi tegas. Dalam buku “Sistem Sanksi Dalam Islam”, Abdurrahman Al-Maliki menjelaskan, bahwa khalwat dan pacaran adalah tindak pelanggaran terhadap kehormatan (harga diri). Barangsiapa membujuk dengan harta atau dijanjikan akan dinikahi, atau dengan bujuk rayu yang lainnya, kemudian ia menggauli wanita itu seperti layaknya menggauli istrinya, serta melakukan perbuatan seperti halnya perbuatan yang dilakukan seorang suami terhadap istrinya-kecuali bersetubuh-maka akan dikenakan sanksi penjara 4 tahun lamanya. Ini belum hukuman yang sampai tindak pemerkosaan, sudah demikian beratnya. Sehingga dengan demikian para pria tidak akan mudah melakukan bujuk rayu pada wanita.

Individu berkepribadian Islam akan dengan tegas menolak iming-iming duniawi yang tidak seberapa dibandingkan kenikmatan surga yang kekal kelak di akhirat nanti. Seorang mukmin berkepribadian Islam tangguh juga akan selalu menghormati dan menjaga kemuliaan perempuan. Tidak akan pernah terbersit dalam benak mereka untuk melecehkan dan mengeksploitasi perempuan secara seksual.

 

Dari sinilah otomatis akan terbentuk masyarakat yang terjaga kemuliaan dan kehormatannya. Mereka akan menegakkan kontrol sosial yang tegas dengan melakukan dakwah di tengah masyarakat, senantiasa menasehati tentang Islam dan mencegah kemaksiatan. Sehingga kehidupan yang tenang dan aman akan terwujud nyata dalam naungan Islam. Kehidupan idaman seperti ini hanya dapat dirasakan ketika penerapan sistem Islam secara kafah terwujud nyata dengan tegaknya Khilafah Islamiah.

Wallahu’alam Bishshawab

Catatan Kaki :
(1) https://www.kompas.tv/regional/411572/kronologi-pemerkosaan-abg-15-tahun-oleh-11-orang-di-sulteng-yang-libatkan-kades-dan-anggota-brimob

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here