Oleh Dedah K., ST
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA — Pencapaian Investasi PMDN dan PMA Kalbar Rp 4,77 T, prestasi apa wanprestasi? Karena sesungguhnya banyaknya investasi merupakan karpet merah bagi para imperialis. Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing bisa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu negara.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) berdasarkan Data Realisasi Penanaman Modal Siaran Pers Kementerian Investasi/BKPM RI tanggal 28 April 2023, data realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Kalimantan Barat Periode Januari – Maret Tahun 2023 yang mencapai angka sebesar Rp 4,77 Triliun atau 22,17%.(https://suarapemerintah.id 02/06/2023).
Capaian realisasi investasi ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional oleh beberapa lembaga internasional yang juga telah melewati target yang diberikan oleh Presiden Jokowi dalam upaya menopang pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Kondisi ini diharapkan dapat terus dijaga dan ditingkatkan. Untuk mendukung hal tersebut DPMPTSP Provinsi Kalimantan Barat bersama Kementerian Investasi/BKPM RI dan DPMPTSP Kabupaten/Kota secara konsisten pula akan terus dan tetap bekerjasama dalam melakukan layanan pendampingan keberlanjutan investasi, mendorong investasi besar bermitra dengan UMKM dan percepatan penyelesaian permasalahan proyek-proyek besar di Provinsi Kalimantan Barat.
Pada saat kekayaan negeri ini sudah dikuasai penanaman modal asing, maka ekonomi kita secara keseluruhan dari hulu sampai hilirnya adalah ekonomi bangsa lain. Ekonomi yang kita hitung tiada lain adalah ekonomi bangsa lain. Sehingga perhitungan PDB kita sejatinya hanya menghitung dari produksinya orang-orang asing yang beroperasi di Indonesia, tidak mencerminkan produksi bangsa sendiri.
Sejatinya, investasi asing diikat dengan berbagai syarat seperti adanya jaminan dalam bentuk aset, adanya imbal hasil seperti ekspor komoditas tertentu ke negera-negara investror, hingga kewajiban negara pengutang agar perencanaan, pengadaan peralatan dan jasa teknis, serta pekerja ahli hingga buruh kasar harus diimpor dari mereka. Belum lagi harus membayar bunga yang relatif tinggi.
Secara ideologis, haluan ekonomi politik negeri ini sudah menjadi haluan ekonomi dan politik yang mengabdi kepada kepentingan bangsa lain. Menurut Salamuddin Daeng, Peneliti Indonesia for Global Justice mengemukakan pandangannya bahwa kita bernegara, kita berkonstitusi hanya menyediakan suatu ruang, bahkan dalam bentuk yang paling asli, kita menyediakan tanah, gedung, jalan, infrastruktur, dan segala macamnya yang ada di negeri ini, semata-mata untuk memfasilitasi bangsa lain untuk mengeruk kekayaan negara kita.
Sesungguhnya Islam tidak meninggalkan hubungan dengan asing tanpa dasar dan kaidah yang jelas. Pertama, jika hubungan ekonomi internasional dapat merealissikan kemaslahatan bagi kaum muslimin. Kedua, Jika wilayah-wilayah Islam sebagai prioritas. Ketiga, pengaturan masuk dan menetapnya non muslim di bumi Islam. Yakni, pertama larangan masuknya non muslim kesebagian daerah kaum muslim kecuali disebabkan kebutuhan kaum muslim. Kedua, pembatasan masa menetap. Ketiga, tidak boleh menampakan kemungkaran. Keempat, pengusiran orang-orang yang melanggar persyaratan. Kelima, menghindari pemberian mereka dalam sebagian pekerjaan ( Fikih Ekonomi Umar bin Al Khatab).
Seyogianya, pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syariah bukan memperbesar investasi. Maka, akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara yang berasal dari pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat.
Abdul Qadim Zallum dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah mengemukakan, bahwa kebutuhan dana negara yang sangat besar juga dapat ditutup dengan penguasaan (pemagaran oleh negara) atas sebagian harta milik umum, gas alam maupun barang-barang tambang lainnya.
Tentu hanya bisa terlaksana, jika elit politiknya berkemauan kuat untuk mengelola sumberdaya alam secara mandiri (tidak bermental terjajah). Serta bukan malah menyerahkannya kepada negara lain. Wallahu’alam bishowab.
Views: 9
Comment here