Oleh: Ummu Azmi (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pergaulan merupakan hubungan sosial antara seseorang dengan yang lainnya. Pergaulan ini dapat mempengaruhi satu sama lain. Teman yang baik akan membawa dampak positif bagi yang lainnya. Tapi, bagaimana jika ternyata bergaul dengan teman yang memberikan efek negatif?
Mengutip dari radarjabar.disway.id (14/6/2023), tercatat sebanyak 3.186 pasien terjangkit sifilis sepanjang data 2018-2022 di Provinsi Jawa Barat, berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. Setelah Provinsi Papua sebanyak 3.864 pasien, Jabar berada di peringkat kedua. Setelah Jabar data menunjukkan provinsi DKI Jakarta 1.897 pasien lalu Papua Barat 1.816 pasien, Bali 1.300 pasien dan Banten 1.145 pasien.
Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, Jawa Barat, mendata sifilis menjadi penyakit terbanyak kasus infeksi menular seksual (IMS) hingga Mei 2023 ini. Sifilis atau raja singa hampir setengah dari kasus IMS yang terdata oleh Dinkes. (rejabar.republika.co.id, 13/6/2023)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerima sebanyak 16.283 kasus sifilis menurut data tahun 2022. (klikpendidikan.id, 18/6/2023)
Menyedihkan, banyaknya kasus sifilis menyadarkan kita bahwa ada yang salah dari pola hidup kita, pergaulan kita. Hidup di era yang mengagungkan kebebasan ini nyatanya melahirkan banyak sekali problematika dalam kehidupan, termasuk masalah sifilis yang angkanya besar sekali. Lalu, apa yang menyebabkan penyakit menular seksual ini menjangkiti manusia demikian banyak?
Sekularisme-Liberalisme Merusak Individu
Kasus sifilis yang banyak sekali ini merupakan akibat dari sekularisme. Sekularisme ialah sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Karena agama tidak dipakai sebagai tuntunan dalam berkehidupan, maka liberalisme pun merasuki perbuatan manusia. Hal ini menjadikan manusia bertindak secara bebas, termasuk dalam pergaulan.
Kebebasan yang tanpa dibatasi oleh aturan sebagai pedoman membuat manusia bertindak melampaui batas. Seperti hal nya dengan kasus sifilis ini. Pergaulan yang sekuler nan liberal merupakan jalan utama masuknya penyakit menular tersebut dalam tubuh manusia.
Kebebasan dalam berinteraksi membuat manusia lupa diri bahwa ada aturan yang harus ditaati. Hal ini makin menjadi ketika iman yang melemah dalam hati. Kebiasaan bermaksiat pun tak dapat dihindari.
Zina dianggap hal lumrah dalam sebuah hubungan diluar pernikahan. Hal ini berasal dari syahwat yang tak tertahankan. Dan yang utama adalah karena aturan agama yang diabaikan.
Banyak sekali diluar sana yang sudah tidak malu mengumbar kemesraan. Padahal, mereka belum diikat dalam sebuah pernikahan. Berduaan (khalwat) menjadi cara mengungkapkan perasaan. Mereka seakan merasa memiliki hak untuk berbuat kemaksiatan.
Campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa alasan yang dibenarkan dalam syariat pun dilakukan. Bersenda gurau dan berkumpul bersama menjadi hal yang biasa dilakukan. Alhasil, mereka tak segan lagi untuk saling merangkul dengan alasan hanya pertemanan. Padahal, hal tersebut tidak dibenarkan dalam Islam.
Masing-masing individu juga ternyata banyak yang tidak begitu paham akan ajaran agama. Mereka menganggap pergaulan saat ini adalah hal yang biasa. Memiliki kekasih seolah dirinya telah menjadi juara. Nyatanya, dalam Islam dilarang mendekati zina.
Pasangan yang sudah menikah pun tak luput dari ancaman penyakit ini. Mereka yang sering “jajan” menjadi orang yang sangat rentan tertular maupun menularkan penyakit sifilis tersebut pada pasangan halalnya. Karena, kebiasaan bergonta-ganti pasangan merupakan kegiatan yang dapat membawa masuk penyakit menular seksual ke dalam tubuh. Sungguh menyedihkan, pasangan yang tak mampu menahan hawa nafsu dapat membawa penyakit menular seksual seperti sifilis, yang akhirnya ditularkan kepada pasangan yang telah setia padanya.
Masyarakat kini pun seolah acuh tak acuh. Masyarakat bersikap cuek dengan alasan bukan urusannya ataupun merasa tidak enak jika menegur. Akhirnya, penyimpangan atau pelanggaran yang terjadi di lingkungan seakan dibiarkan.
Pendidikan pun dibuat seolah terpisah antara agama dan yang lainnya. Sehingga, tidak menghasilkan generasi yang berkepribadian Islam. Orang tua juga terkadang memiliki pemahaman yang minim mengenai agama. Akhirnya, jangankan untuk mendidik anak, untuk dirinya sendiri pun mereka belum paham. Dan yang terjadi adalah anak tidak tahu batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam berteman.
Dan juga, kelompok penyuka sesama jenis menjadi kelompok yang rentan terjangkit penyakit menular seksual. Betapa mengerikannya, hal yang sudah Allah haramkan, hal yang sudah Allah larang, namun tetap dikerjakan oleh manusia, terbukti hanya kerugian yang didapat setelahnya. Lantas, bagaimana cara mengatasinya?
Pergaulan dalam Islam
Satu-satunya cara untuk mencegah dan mengatasi banyaknya kasus sifilis adalah dengan menerapkan sistem sosial maupun pergaulan Islam, serta sistem hukum Islam yang digunakan oleh negara. Dengan penerapan ini, akan mencegah zina, aktivitas penyuka sesama jenis, serta mencegah penyakit menular seksual.
Dalam Islam, baik laki-laki maupun perempuan wajib menjaga kesucian diri dan menundukkan pandangan, sebagaimana dalam Al-Qur’an surat An Nur ayat 30-31. Juga, adanya larangan berkhalwat, yaitu berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Seorang pria tidak boleh berduaan saja dengan seorang wanita tanpa kehadiran mahramnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Disebutkan juga dalam riwayat lain,
“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR Ahmad).
Ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pun dilarang dalam Islam jika bukan karena kebutuhan yang syar’i, seperti kesehatan, pendidikan, dan jual beli. Lalu, Islam pun melarang zina dan perilaku seksual yang menyimpang seperti penyuka sesama jenis. Hal ini ada dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 32 yang artinya,
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Selain itu, masyarakat dalam Islam pun berperan sebagai kontrol sosial. Mereka menasihati dan menegur jika ada pelanggaran syariat yang terjadi di lingkungannya. Aktivitas amar makruf nahi mungkar berjalan sebagaimana mestinya. Masyarakat Islam tidak bersifat individual.
Selanjutnya, penerapan sanksi oleh negara yang tegas dalam Islam. Sanksi ini dapat mencegah seseorang berbuat zina dan juga sebagai penebus dosa. Sanksi ini pun dapat menimbulkan efek jera. Baik pelaku maupun orang lain, kemungkinan besar tidak akan melakukan kesalahan yang sama.
Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam Al-Qur’an surat An Nur ayat 2,
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Dan juga, sanksi bagi pelaku penyimpangan seksual seperti penyuka sesama jenis, Nabi saw. bersabda,
“Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah kedua pelakunya.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dengan penerapan sanksi Islam ini, zina maupun perilaku seks menyimpang akan dapat dicegah dan diatasi secara tuntas. Sehingga, penularan penyakit menular seksual pun dapat dicegah agar kasusnya tidak bertambah.
Lalu, dalam Islam, pendidikan akan berdasarkan atas akidah Islam. Pendidikan ini akan melahirkan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, serta wawasan tentang Islam yang cemerlang. Negara memiliki peran yang sangat penting untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Sehingga, terwujud generasi yang cerdas akalnya, jiwanya sehat, serta lingkungan yang kondusif. Wallahu’alam.
Views: 27
Comment here