Oleh: Endang Widayati
wacana-edukasi.com, OPINI– Narkoba menjadi permasalahan tanpa ujung di negeri ini. Peredarannya semakin marak dan handal. Apakah dengan disisipkan di dalam sabun mandi, sikat cuci baju, permen, bahkan juga terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) diantara narapidana yang melibatkan sipir penjara pun tidak dapat dihindari.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Jendral Polisi Petrus Golose, bahwa masih banyak narapidana narkotika yang berusaha mengendalikan peredaran barang terlarang tersebut di dalam lapas. Padahal, mereka adalah narapidana narkotika yang divonis hukuman mati dan penjara seumur hidup. “Namun, mereka tetap berusaha mengelabui petugas lapas dengan caranya untuk mengontrol (peredaran narkotika, red),” ungkap Petrus Golose di Lapangan Tembak Polda Bali Tohpati, Denpasar, Bali, Sabtu (24/6). (fajar.co.id/25/06/2023)
Lemah Pembinaan
Adanya fakta peredaran narkoba yang dilakukan oleh narapidana di lapas menunjukkan betapa lemahnya pembinaan terhadap mereka dan lemahnya integritas petugas lapas. Kelemahan adalah keniscayaan. Pasalnya, cara pandang manusia terhadap kehidupan ini dipengaruhi oleh sistem sekularisme dan kapitalisme.
Sistem ini memisahkan peran agama dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan keuntungan berupa materi sebagai tujuan hidup. Karenanya, pembinaan yang diberikan bukan menjadikan agama sebagai asas kehidupan.
Namun, hanya sebatas nilai-nilai moral yang mudah luntur karena nilai materialistik.
Begitu pula dengan adanya integritas yang dimiliki oleh petugas, di mana sikap ini akan mudah dibeli oleh materi. Aparat mudah untuk disuap atau berpura-pura tidak tahu-menahu dan malah mendiamkan transaksi yang secara hukum jelas-jelas dilarang.
Di sisi lain, fakta tentang pengendalian narkoba di dalam lapas yang dilakukan oleh narapidana yang telah divonis hukuman mati atau penjara seumur hidup menunjukkan bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera pada narapidana tersebut dan penghuni lapas lainnya.
Akhirnya, kasus semacam ini semakin banyak dan keberadaan mafia narkoba tiada habisnya. Bahkan, di dalam lapas pun ditemukan adanya aktivitas peredaran narkoba. Inilah bukti betapa lemahnya sistem sanksi yang ada di dalam sistem sekularisme.
Di mana hukuman tersebut berasal dari hasil kesepakatan manusia. Sanksi seperti ini akan mudah diubah sesuai dengan keadaan. Alhasil, hukuman yang diberikan tidak efektif, bahkan membuka peluang kemaksiatan terus terjadi berulang kembali dan memunculkan masalah baru.
Tuntas dengan Uqubat (Sistem Sanksi) Islam
Untuk menuntaskan kasus narkoba, umat membutuhkan sistem hukum yang telah terbukti ampuh memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan dan mampu mencegah masyarakat lainnya untuk melakukan kejahatan yang serupa.
Sistem hukum yang demikian hanya didapati di dalam sistem hukum sanksi Islam (uqubat) yang diterapkan oleh negara Islam.
Secara fakta, narkoba adalah zat yang dapat menghancurkan akal dan jiwa manusia. Narkoba mampu memberikan efek candu, sehingga bisa menimbulkan dehidrasi parah, halusinasi akut, menurunnya tingkat kesadaran, mengganggu aktivitas kehidupan dan efek fatalnya bisa menghantarkan pada kematian.
Karenanya, Syaikh Rawwas Qal’ajie dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’ halaman 342, memasukkan narkoba ke dalam barang yang mufattir yakni zat menimbulkan rasa tenang, rileks, dan malas pada tubuh manusia.
Sebagaimana Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Ummu Salamah mengatakan, “Rasulullah shalallahu alaihi wassalam melarang segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan (menjadi lemah)”. (HR. Abu Dawud)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya asy-Syakhsiyah Islamiyyah juz 3 halaman 457 mengatakan ada kaidah ushul fikih, hukum asal benda yang berbahaya (mudarat) adalah haram. Maka jelas, narkoba adalah barang haram karena membahayakan tubuh.
Sehingga, dalam hukuman Islam kasus narkoba akan dikenai sanksi ta’zir. Syaikh Abdurrahman al Maliki dalam kitabnya Nidhamul Uqubat fil Islam, sanksi ta’zir adalah sanksi yang dijatuhkan atas kemaksiatan yang di dalamnya tidak had dan kafarat.
Dalilnya adalah perbuatan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Ta’zir secara bahasa bermakna pencegahan (al man’u). Sedangkan, secara istilah pengertian ta’zir adalah hukuman edukatif (ta’dib) dengan maksud menakut-nakuti (tankif).
Sedangkan secara syar’i’, sanksi ta’zirnya dapat berupa: hukuman mati, cambuk yang tidak boleh lebih dari 10 kali, penjara, pengasingan, pemboikotan, salib, ganti rugi, penyitaan harta, mengubah bentuk barang, ancaman yang nyata, nasihat dan peringatan, pencabutan sebagian hak kekayaan, pencelaan, pewartaan.
Penerapan uqubat oleh negara Islam menimbulkan efek zawajir (pencegah) karena masyarakat merasa ngeri dengan hukuman yang diberikan kepada pelaku, sehingga tidak ada niatan untuk melakukan kejahatan serupa. Selain itu, akan menimbulkan efek jawabir (penebus) dosa bagi pelaku dan memberi efek jera.
Negara Islam juga akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang mampu menghasilkan individu yang bersyaksiyah Islam. Yakni, seseorang yang memiliki pola pikir Islami dan pola sikap yang Islami atau sesuai syariat. Sehingga, aparat yang tercetak dari sistem pendidikan ini akan memiliki integritas tinggi dalam menunaikan amanah pekerjaannya. Karena, ia menyadari adanya pertanggungjawaban kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seperti inilah negara Islam menuntaskan kasus narkoba hingga tercerabut dari akarnya.
Wallahu a’lam bisshowab
Views: 40
Comment here