Oleh Diyah Romdiyah
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA— Ratusan orang di Kabupaten Bandung Jawa Barat menjadi korban arisan bodong, arisan yang bermula di dunia maya disebar oleh akun Facebook Diana apriliani. Diantara yang menjadi korban adalah teman SMA pelaku arisan bernama Sawutri.
Bermula sawutri bergabung untuk menjadi member arisan karena tergiur oleh iming-iming mendapatkan keuntungan yang besar jika para member mau membeli uang arisan yang dilelang, dengan modus 100 persen keuntungan. Misal dari harga arisan Rp 3 juta menjadi Rp 6 juta, 4 juta jadi Rp 8 juta dan Rp 5 juta jadi Rp 10 juta.
Menurut korban Sawutri, pada awal-awal arisan tersebut berjalan dengan lancar, namun tak lama kemudian mulai menampakkan kemacetan, para korban yang sudah membeli lelang arisan tak jua mendapatkan keuntungannya. Dari sini kemudian korban melaporkan pelaku ke pihak berwajib untuk ditangani lebih lanjut.
Kasus penipuan berkedok arisan saat ini seakan menjadi hal yang biasa dilakukan oleh mereka terutama kaum hawa. Dalih arisan dengan keuntungan besar telah melemahkan akal dan pikiran, sehingga dengan mudah tergiur oleh keuntungan besar agar cepat kaya tanpa berpikir secara jernih.
Hal ini terjadi karena tuntutan gaya hidup (Hedonis) yang saat ini menjamur baik kalangan bawah, menengah dan tentunya kalangan atas lah yang menjadi pemicunya. Mereka menganggap bahwa kesenangan ataupun kebahagiaan adalah hal yang utama dan menjadi tujuan hidupnya ataupun hanya untuk eksistensi diri dan berharap pujian dari orang lain.
Maka dengan sifat Hedonis ini timbul rasa Konsumtif yang akan merugikan dirinya sendiri, karena ketika membeli sesuatu bukan untuk kebutuhan tapi hanya memenuhi keinginan dan kesenangan semata. Mereka hanya fokus mengejar keuntungan, tak memiliki rasa takut akan konsekuensi yang pada akhirnya perbuatan tersebut menjerumuskannya kepada kriminalitas. Terlebih apa yang dilakukan para penipu ini bisa merugikan banyak masyarakat.
kriminalitas itu sendiri adalah bentuk kejahatan yang jelas merupakan perbuatan tercela yang mempunyai konsekuensi atas perbuatan yang dilakukannya. Yaitu dengan dikenakannya sanksi hukum. Namun karena sanksi hukum yang diterapkan saat ini bersandar kepada sistem hukum sekuler, maka setiap permasalahan yang ada seakan tidak bisa terselesaikan sampai kepada akar permasalahan itu sendiri.
Semua itu dikarenakan, sistem hukum yang diterapkan saat ini tidak memiliki efek jera, apa yang telah dilakukan akan kembali diulang, mereka hanya fokus mengejar keuntungan, tak peduli halal dan haram. Alhasil para pelaku tak memiliki kesadaran bahwa apa yang telah dilakukannya akan berdampak pada kehidupan masyarakat dan juga negara.
Inilah watak dari masyarakat yang hidup dibawah aturan sekularisme kapitalisme. Mereka menganggap bahwa mereka berhak mengatur hidupnya sendiri dan menyingkirkan aturan sang Kholiq dalam beraktivitas keseharian. Agama hanya sebatas rutinitas ritual saja tidak untuk mengatur kehidupan masyarakat dan negara.
Sementara, Islam senantiasa menjaga aqidah umatnya. Karena akidah adalah segalanya yang akan menjadi kunci kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan akidah Islam umat yakin bahwa apa yang hidup akan kembali kepada yang menciptakannya. Dan akan mempertanggungjawabkan segala amalan yang dilakukan saat di dunia.
Hukum yang terpancar dari akidah ini diikat oleh ruh yang menjadi pemantik kesadaran manusia akan hubungannya dengan sang pencipta. Maka jelas aqidah merupakan pondasi utama untuk mewujudkan keamanan, ketentraman dan mampu meminimalisir segala bentuk penipuan dalam situasi apapun.
Kemudian juga, dibutuhkan peran masyarakat dalam mengontrol kasus-kasus yang terjadi dan mencegah munculnya kembali berbagai kriminalitas yang serupa. masyarakat akan bahu membahu, saling mengingatkan, saling menasihati ditengah-tengah mereka.
Dan yang paling penting adalah peran negara dalam mengurusi urusan rakyatnya. Negara harus memberlakukan hukum dan sistem sanksi yang tegas dibarengi dengan penguatan perangkat untuk memudahkan aparat. sanksi yang diterapkan harus benar-benar membuat afek jera sehingga penipuan atau kriminalitas lainnya tidak terulang kembali. Salah satunya dengan menerapkan sistem ta’zir yakni hukuman yang disyariatkan atas pelaku maksiat yang tidak ditentukan hudud dan kafaratnya.
Untuk mewujudkan semua itu, maka dibutuhkan pemimpin yang mampu menerapkan sistem Islam secara menyeluruh yang dinaungi oleh sebuah institusi yaitu negara yang menerapkan sistem Islam.
Wallahu”alam bisshawab
Views: 14
Comment here