Oleh : Dwi Maria (Pemerhati Publik)
wacana-edukasi.com, OPINI– Beberapa bulan yang lalu Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menuntut pemerintah pusat untuk mengalokasikan sekurangnya 10 persen dar dana APBN untuk dana desa (Jakarta, KOMPAS TV, Minggu 19/3/2023). Alasannya adalah untuk meningkatkan kualitas pembangunan di wilayah pedesaan.
Mirisnya ditegah tuntutan kenaikan dana desa, kasus korupsi dana desa justru marak terjadi. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan data bahwa sepanjang tahun 2022 ada sekitar 155 kasus rasuah yang terjadi disektor ini dengan 252 tersangka. Jika ditotal maka akan setara dengan 26,77% dari total korupsi yang ditangani oleh penegak hukum.
Meski demikian, badan legislasi DPR telah menetapkan alokasi dana desa sebesar 2 miliar masuk ke dalam draf revisi undang-undang no. 6 tahun 2014 tentang desa, yang sebelumnya telah dianggarkan 1 miliar untuk dana desa. Menurut Ratna Juwita ( Anggota DPR RI), banyaknya korupsi yang dilakukan oleh perangkat desa tidak boleh dijadikan alasan untuk membatalkan kenaikan anggaran dana desa. Ia menyebutkan bahwa sektor lain juga memiliki potensi yang sama, sehingga yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan dan transparansi pada setiap level pengambil kebijakan.
Tak hanya tuntutan kenaikan anggaran dana desa, revisi undang-undang desa juga akan menambah masa jabatan kepala desa yang sebelumnya enam tahun menjadi Sembilan tahun untuk satu periode dan dapat dipih kembali. Aturan ini dipastikan akan segera diberlakukan setelah RUU Desa disahkan. Padahal masa jabatan yang panjang akan semakin menambah resiko meningkatnya korupsi. Hal ini terjadi karena kebijakan otonomi daerah yang memberi kewenangan kepada daerah hingga tingkat desa untuk menetapkan kebijakan pembangunan guna pemerataan pembangunan infrastruktur dan pendidikan. Dimana kebijakan tersebut memberikan peluang yang besar terjadinya korupsi.
Ditambah lagi bermunculannya banyak pemimpn yang tidak amanah dan nilai-nilai rusak yang lahir dari sistem politk demokrasi.
Penyebab Maraknya Korupsi
Penyebab utama munculnya pemimpin yang tidak amanah adalah karena diterapkannya sistem sekuler ditengah-tengah kehidupan, dimana terjadi pemisahan antara urusan agama dan urusan dunia, termasuk dalam hal kepemimpinan dan pemerintahan. Selain itu, sistem politik demokrasi adalah sistem politik berbiaya mahal, sehingga setiap individu yang berusaha meraih tampuk kekuasaan harus mengeluarkan biaya yang sangat banyak. Sementara gaji yang mereka peroleh tidaklah sebanding dengan modal yang mereka keluarkan saat pemilu. Maka wajar jika mereka melakukan berbagai upaya untuk mengembalkan modal saat menjabat, dan satu-sanya jalan termudah dan tercepat adalah dengan korupsi.
Ditambah lagi cara pandang hidup yang di bangun oleh sistem kapitalisme –liberal yang saat ini diterapkan hanya berputar pada urusan materi belaka. Sistem ini telah mengarahkan manusia untuk hanya mengejar materi berupa harta, jabatan atau tahta dan kenikmatan jasadiyah sebesar-besarnya selama hidupnya tanpa takut akan di mintai pertanggung jawaban akan semua hal yang telah dilakukan kelak di akhirat. Maka tak heran jika banyak ditemukan kepala desa yang melakukan korupsi hanya untuk bersenang-senang. Diperparah lagi dengan lemahnya sistem sanksi bagi pelaku korupsi yang membuat para koruptor dan calon koruptor tidak merasakan efek jera dengan sanksi yang ada. Oleh karena itu, mustahil korupsi bisa diberantas jika sistem yang diterapkan masih system demokrasi-kapitalisme saperti saat ini.
Solusi Islam
Islam adalah agama yang sempurna yang telah diturunkan oleh sang Maha Pencipta untuk manusia. Islam tidak hanya mengurusi masalah ibadah saja, tapi juga dilengkapi dengan seperangkat aturan untuk mengatur urusan manusia, diantaranya dalam urusan pemerintahan.
Islam memiliki mekanisme jitu untuk mencegah dan memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Ada beberapa aturan yang akan diterapkan oleh Daulah Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Ketakwaan individu, dalam mengangkat pejabat dan pegawai negara diterapkan syarat taqwa sebagai ketentuan disamping syarat profesionalitas, karenanya mereka memiliki self control yang kuat. Seorang muslim akan menganggap jabatan adalah amanah yang harus ditunakan dengan benar, karena akan dimintai pertanggung jawaban di dunia dan akhirat.
Kedua: Badan pengawasan / pemeriksa keuangan. Dalam kitab Al Amwal fi Daulah Khilafah karya Syekh Abdul Qodim Zallum disebutkan para pejabat dalam instansi pemerintahan akan selalu diawasi oleh badan pengawas dan pemeriksa keuangan. Mereka akan diperiksa dan dihitung harta kekayaannya sebelum menjabat, dan setelah menjabat akan selalu dihitung dan dicatat harta kekayaan dan penambahannya. Jika ada penambahan harta yang meragukan, maka akan dilakukan verifikasi. Jika terbukti melakukan kecurangan atau korupsi maka harta tersebut akan disita lalu di masukkan kas negara dan pejabat tersebut akan diproses secara hukum.
Ketiga; Gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Disamping itu, politik ekonomi islam menjamin terpenuinya kebutuhan rakyat.
Keempat; diberlakukannya hukum pidana yang tegas untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan masyarakat yakni takzir dan hudud.
Demikianlah Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, sayangnya hingga saat ini belum ada satu negarapun didunia yang menerapkan system Islam. Untuk itu, sudah saatnya seluruh kaum muslim berjuang bersama untuk tegaknya Daulah Islam yang akan mensejahterakan seluruh umat manusia sehingga terwujud islam rahmatan lil ‘alamin.
Wallahu a’lam bish showab
Views: 11
Comment here