Opini

Stunting Belum Usai, Tapi Obesitas Meningkat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Azimatur Rosyida (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Persoalan gizi di negeri ini seolah tidak menemukan jalan keluar. Di tengah perjalanan pencapaian program zero stunting, kasus obesitas juga semakin meningkat. Indonesia merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia (humbanghasundutankab.go.id, 28/06/22). Sedangkan, penderita obesitas diperkirakan terjadi pada 1 dari 5 wanita dan 1 dari 7 pria pada tahun 2030 (sehatnegeriku.kemkes.go.id, 10/03/23).

Realitas mengungkap adanya kesenjangan gizi. Yang stunting makin stunting, yang obesitas makin obesitas. Di satu sisi banyak masyarakat yang tidak tercukupi gizinya hingga berakhir stunting (bertubuh pendek) dan wasting (bertubuh kurus). Di sisi lain banyak masyarakat yang berlebihan dalam makan hingga energi yang diperoleh tubuh juga berlebih, jadilah obesitas. Baru-baru ini pria obesitas berusia 26 tahun dengan bobot 300 kg meninggal dunia pada Kamis (22/6). Bayi usia 7 bulan di Bekasi dengan berat badan lebih dari 15 kg juga semakin menambah deretan kasus obesitas di negeri ini.

Letak Kesalahan

Ada 3 faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan gizi, yaitu kemiskinan, kebijakan pemerintah dan pengaruh globalisasi. Pertama, pemerintah akan sulit mengakhiri kasus stunting dan obesitas dengan angka kemiskinan yang terus meningkat. Jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26, 36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang dari Maret 2022 (bps.go.id, 16/01/23).

Kondisi perekonomian semakin terpuruk terutama pasca-pandemi Covid-19 menjadikan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan hidup semakin turun. Masyarakat golongan menengah ke bawah akan sulit untuk mencukupi kebutuhan gizi mereka. Alhasil, bagi mereka yang kurang suplai makanan bisa terkena stunting, sedangkan mereka yang asal-asalan beli makanan dengan harga murah selama mengenyangkan bisa berujung obesitas sebagaimana kasus bayi 16 bulan memiliki berat badan 27 kg akibat kebanyakan minum susu kental manis (detik.com, 22/02/23).

Ditambah lagi target yang tak relevan dengan upaya. Pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem mencapai 0% pada 2024. Jelas akan sulit diraih mengingat permasalahan kemiskinan bersifat struktural. Tidak cukup sekedar menaikkan gaji semata, sedangkan aspek yang lain tidak ada perbaikan. Butuh perbaikan yang sifatnya komprehensif.

Kedua, kebijakan pemerintah yang cenderung abai terhadap kepentingan rakyat dan tidak memiliki kekuatan implementasi. Setelah pengesahan UU zalim Omnibus Law, nasib rakyat terombang-ambing tak menentu. Terjadi gelombang besar PHK dan pekerja digaji murah. Kebijakan ini juga berpengaruh terhadap penurunan daya beli masyarakat. Akan sulit pula bagi mereka untuk berpikir membeli makanan sehat dan bergizi, sedangkan harganya juga sulit terjangkau.

Lemahnya implementasi hukum di negeri ini justru menjadi penyebab peningkatan kasus malnutrisi. Pemerintah telah merancang berbagai program untuk mengentas persoalan malnutrisi hingga dana Rp77 triliun dianggarkan untuk stunting. Nyatanya anggaran stunting tersebut justru dipakai untuk membangun pagar Puskesmas. Hanya Rp34 triliun yang ‘masuk mulut’ ibu dan bayi. Sisanya banyak anggaran yang ‘terbuang’ untuk hal-hal di luar penanganan secara langsung. Negeri ini tidak memiliki mekanisme jelas dalam menjamin kesehatan dan keselamatan setiap jiwa.

Ketiga, kapitalis liberal telah menjadi arus globalisasi saat ini. Semua tolak ukur kehidupan berujung kepada kepentingan materi dan serba instan. Standar kapitalis liberal mengakibatkan hilangnya filter negara untuk menjamin informasi yang baik dan aman bagi warganya. Hanya dengan memegang gadget berbagai permintaan ‘terkabul’ dengan sekali klik. Siapa yang berduit bisa membeli apapun yang mereka inginkan, bahkan disediakan layanan pinjaman online atau paylater. Tidak mustahil generasi obesitas akan terus terlahir. Tapi bagi mereka yang tak berduit dan tertinggal secara teknologi termasuk dalam golongan yang rawan terkena stunting.

Butuh Sistem Islam Sebagai Solusi

Islam bukan sekedar agama ritual. Islam memiliki aturan yang paripurna dan komprehensif untuk mengatur segala urusan manusia. Islam adalah sistem kehidupan yang Allah SWT ciptakan untuk manusia agar tercipta kehidupan rahmatan lil ‘alamin.

Salah satu pokok hukum Islam adalah memelihara jiwa (hifdzun nafs). Rasulullah SAW bersabda, “Kehancuran dunia (nilainya) lebih ringan di sisi Allah SWT daripada seseorang membunuh seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Ibnu Majah).

Berangkat dari landasan tersebut Islam memiliki 2 hal. Pertama, sistem Islam memiliki paradigma bernegara yang membentuk seperangkat peraturan lengkap dalam memelihara jiwa setiap manusia, baik itu muslim atau non-muslim. Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab mengurusi kebutuhan rakyatnya dan harus memastikan kebutuhan dasar setiap masyarakat (sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanan) dapat terpenuhi. Jangan sampai ada rakyat yang mati akibat kelaparan atau obesitas karena ini tanggung jawab negara.

Kedua, sistem ekonomi Islam mengatur konsep kepemilikan, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu pengelolaannya diserahkan kepada individu dengan batas yang telah ditetapkan syara’ (hukum Islam). Kepemilikan umum dan negara dikelola oleh negara melalui baitulmal. Sumber pendanaan dari pembayaran jizyah, ganimah, pengelolaan SDA, dll. Selain itu, ada pendanaan khusus yang berasal dari zakat yang diperoleh dari muzaki (orang yang wajib membayar zakat). Zakat ini akan diberikan kepada delapan golongan penerima zakat dan akan terus diberikan hingga keluarga tersebut tidak termasuk pada delapan golongan tersebut.

Pemimpin dalam sistem Islam akan membuka lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan. Misalnya, memberikan tanah yang terbengkalai kepada masyarakat yang bisa menghidupkannya agar bisa dimanfaatkan, memberikan modal kepada setiap orang yang membutuhkan modal berupa pemberian atau pinjaman tanpa bunga, mendirikan industri padat karya atau industri berat yang dapat menyerap pekerja. Sumber pendanaan negara berasal dari pengelolaan baitulmal tersebut.

Dengan demikian konsep Islam akan mengentas masalah kemiskinan dan menjamin setiap individu terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan porsi terbaik dan kualitas gizi seimbang. Semua permasalahan yang muncul akibat penerapan sistem kapitalis liberal akan terselesaikan dengan penerapan sistem Islam. [Wallahua’lam]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 25

Comment here