Oleh Munajah Ulya (Pemerhati Sosial dan Isu Keperempuanan)
wacana-edukasi.com, OPINI– Kisah pilu kembali terdengar dari dunia pendidikan. Seorang oknum pengajar sekolah dasar di Banjarmasin melakukan pelecehan homoseksual kepada sejumlah anak di bawah umur. Dengan memanfaatkan sosial media pelaku memulai tindak amoralnya. Diduga ada tujuh anak yang menjadi korbannya.
Aparat menghimbau agar orang tua benar-benar memperhatikan pergaulan putranya. Sebaik apapun perkenalan orang tua terhadap gurunya, tetap dilakukan pengawasan ketat terhadap anak. Terasa begitu sempit dunia hari ini dari rasa aman.
Guru yang konon sebagai sosok yang digugu dan ditiru, semestinya menjadi pribadi yang menenangkan dan menebar kebaikan, hari ini tergerus dan berubah menjadi sosok yang mesti diwaspadai.
Sekuat apa pengawasan para orang tua, sementara arus kerusakan begitu deras dan massif bisa menerpa siapa saja yang dilaluinya.
Ekstra Waspada
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak.
Berdasarkan catatan Kementrian PPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 (https://www.cnnindonesia.com/nasional/28/1/23)
Pelaku dan korban tidak kenal usia dan latar belakang sosial. Seorang anak TK menjadi korban perkosaan oleh seorang anak SD berusia 8 tahun. Seorang siswi berusia 13 tahun menjadi korban kekerasan seksual oleh teman dekat dan gurunya. Masih banyak lagi kisah-kisah serupa dengan berbagai modusnya. Sungguh sangat miris dan tragis.
Kita harus ekstra waspada. Hanya saja apa yang harus diwaspadai? Ini harus terjawab agar peristiwa buruk ini tidak terus menghantui anak negeri kita.
Mencari Penyebab
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menjelaskan modus dan faktor penyebab kekerasan seksual terhadap anak beragam. Salah satu yang paling ia sorot adalah dampak dari kecanduan menonton pornografi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual (pornografi) melalui media daring (online). (https://www.suarasurabaya.net/30/11/2021). Indonesiapun diberitakan sebagai negara terbesar ketiga di dunia pengakses situs porno.
Benar, pornografi adalah penyebab munculnya tindak amoral kekerasan atau kejahatan seksual. Namun jika dicermati, mudahnya akses pornografi sendiri adalah akibat dari longgarnya sistem hari ini terhadap konten atau fakta pornografi atau pornoaksi yang memicu terjadinya kejahatan seksual.
Memberantas segala perkara yang memicu sebuah tindak nista dan membahayakan kehidupan umat manusia mestilah dilakukan. Rumusnya adalah jika suatu kejahatan bersifat kasuistis maka yang bermasalah adalah personalnya. Namun jika merebak dan meluas, ibarat pandemi Covid-19, maka masalahnya adalah sistemik.
Sistem sekuler sebagai sistem yang menampik agama, mudah menggoyang iman seseorang. Sistem sekuler yang membentuk pola pikir individualisme, membuat seseorang berpikir untuk mengumbar syahwatnya tanpa peduli dampaknya bagi orang lain. Sistem sekuler yang materialistik, menghalalkan segala yang berbau materi dan cuan. Di pintu inilah masuk ‘bisnisasi’ apa saja asal menghasilkan cuan.
Oleh karena itu individu, masyarakat dan negara harus kompak menanggalkan sistem sekuler ini dan beralih kepada sistem yang baik dan menebar kebaikan, yakni sistem Islam.
Sistem Islam Jawabnya
Pemberlakuan Islam secara komprehensif akan sangat efektif menghentikan masalah kejahatan seksual ini. Karena aturan Islam bersifat preventif, antisipatif, edukatif hingga kepada penindakan berupa sanksi tegas kepada pelaku.
Jika upaya preventif dan penindakan bersumber dari satu sumber yang sama, maka akan berdaya guna. Jika tidak, maka upaya yang dilakukan jalan di tempat. Satu sisi, individu diajak bertakwa dan hidup Islami. Namun di sisi lain, sistem sosialnya sekuler-liberal dimana manusia bebas berbuat apa saja termasuk yang menstimulan munculnya kejahatan. Tentu saja hal ini tidak akan cocok dan tidak akan efektif untuk menyelesaikan masalah.
Berikut gambaran umum solusi Islam atas darurat kekerasan seksual yakni, Pertama, negara menerapkan sistem sosial dan pergaulan sesuai Islam. Di antara ketentuan Islam dalam menjaga pergaulan di lingkungan keluarga dan masyarakat ialah: (1) kewajiban menutup aurat dan berhijab syar’i; (2) larangan berzina, berkhalwat (berduaan dengan nonmahram), dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan); (3) larangan eksploitasi perempuan dengan memamerkan keindahan dan kecantikan saat bekerja; (4) larangan melakukan safar (perjalanan) lebih dari sehari semalam tanpa diserta mahram.
Kedua, menyaring dengan standar syari’at seluruh konten media yang berdampak negatif bagi warga masyarakat dan generasi. Seperti konten pornografi, kekerasan, mengajak bermaksiat dan lainnya. Jika hal ini memerlukan teknologi tertentu, maka negara akan mendatangkan teknologi tersebut demi melindungi warganya dari segala rupa keburukan.
Ketiga, menerapkan hukum pidana Islam yang tegas dengan menghukum para pelaku berdasarkan kadar kejahatannya menurut pandangan syariat. Misalnya bagi pelaku perkosaan yang sudah menikah akan dirajam sampai mati ditambah pemberatan sebelum hukum rajam itu dilakukan, jika terdapat bentuk kejahatan lain di luar tindak perkosaan tersebut.
Keempat, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan sistem ini, kurikulum, media belajar, dan proses pembelajaran akan mengacu pada Islam. Dengan begitu, anak-anak memiliki akidah yang kuat, orang tua memiliki pemahaman agama yang baik, dan masyarakat terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar, saling menasihati dalam kebaikan, dan saling mengingatkan satu sama lain.
Demikianlah sistem Islam memberi solusi yang komprehensif bagi masalah darurat kekerasan seksual ini. Kita hanya perlu meyakini kebenaran ajaran Islam ini, mempelajarinya lebih mendalam tidak hanya pada perkara ritual saja agar kita semakin mengenalnya dan semakin merindukan penerapannya.
Wallahu a’lam boshowab
Views: 21
Comment here