Opini

Islam Solusi Tuntas Atas Kestabilan Harga dan Ketahanan Pangan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Febriani Safitri S.T.P
(Pemerhati Sosial)

wacana-edukasi.com, OPINI– Kestabilan harga pangan erat kaitannya dengan kondisi ketahanan pangan suatu negara bukan hanya skala daerah, provinsi atau skala waktu/bulan. Sebagaimana yang dikutip (KendariPos 20/06/23) “Harga pangan di Sulawesi Tenggara secara umum masih terpantau stabil. Sampel harga ini, berasal dari pantauan petugas kami di sejumlah pasar tradisional di Sulawesi Tenggara” Hal itu berdasarkan, hasil pemantauan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sultra. Sedangkan ketahanan pangan sejatinya hanya bisa diwujudkan jika negara mampu mewujudkan kedaulatan pangan, yakni kemampuan menjamin ketersediaan, stabilitas, keterjangkauan, dan konsumsi atas produk pangan.

Sedangkan berita kota kendari (28/03/23) berdasarkan data terdapat beberapa komoditas yang menunjukkan kenaikan harga terlebih pada saat Ramadhan dan jelang Hari Raya Idul Fitri 2023. Komoditi itu meliputi beras, cabe rawit, telur ayam beras, daging ayam, emas dan perhiasan, daging sapi, cabe merah, tahu mentah, susu, minyak goreng, gula pasir. Kata Pj walikota kendari. Namun Selama periode menjelang Idul Adha, harga pangan umumnya masih relatif stabil.

Namun, perlu dicatat bahwa fluktuasi harga dapat terjadi tergantung pada faktor-faktor tertentu. Faktor Permintaan yang Meningkat baik permintaan daging sapi, kambing, atau domba meningkat tajam menjelang Idul Adha karena umat Muslim mempersiapkan kurban. Permintaan yang tinggi bisa mempengaruhi harga daging di pasar lokal. Ketersediaan hewan kurban di pasar dapat mempengaruhi harga. Jika pasokan hewan kurban tidak memadai atau terjadi kelangkaan, hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga daging. Cuaca buruk, kekeringan, atau bencana alam lainnya dapat mempengaruhi produksi pangan dan menyebabkan fluktuasi harga. Jika kondisi cuaca mengganggu pertanian atau peternakan, pasokan pangan bisa terpengaruh.

Kebijakan harga dan subsidi pemerintah juga dapat memengaruhi harga pangan secara keseluruhan. Jika kita cermati sejak dulu hingga kini, problemnya selalu sama dan berulang. Harga pangan meroket tajam menjelang hari besar seperti Ramadhan dan Lebaran. Ini menjadi bukti ketidakcakapan pemerintah dalam pengurusan stok komoditas bahan pangan. Kejadian berulang seperti ini seharusnya menjadi pelajaran agar bisa diantisipasi dan diatasi. Seharusnya jauh-jauh hari pemerintah memiliki alternatif yang mampu mengatasi kenaikan tersebut tanpa membebani rakyat. Di dalam sistem ekonomi kapitalis sekuler, kenaikan harga dipicu karena supplay (penawaran) dan demand (permintaan) terhadap barang tersebut.

Jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah, sementara permintaan sedikit, maka harga akan turun. Sedangkan jika barang yang ditawarkan jumlahnya sedikit, maka harga akan naik. Dalam sistem ini, kenaikan harga disebabkan oleh kelangkaan atau kurangnya stok bahan pangan tertentu, sementara permintaan meningkat. Karena dalam pandangan ekonomi kapitalisme, problem ekonomi adalah kelangkaan di akibatkan barang dan jasa yang terbatas, sementara kebutuhan manusia tidak terbatas. Apabila ketersediaan pangan kurang sehingga memicu kenaikan harga bahan pokok, harusnya pemerintah mencari solusi agar ketersedian pangan dalam negeri terpenuhi.

Indonesia yang terkenal kaya dan memiliki lahan subur serta luas, harusnya mampu membangun kemandirian dalam hal pangan tanpa bergantung kepada negara lain (impor ) Sebab, ketika impor dijadikan solusi atas keterbatasan pangan dalam negeri, maka petani lokal tentu akan kalah saing. Sekaligus mematikan petani lokal. Salah satu yang bisa lakukan pemerintah dengan mendorong dan memfasilitasi para petani dalam negeri, mulai dari menyediakan lahan pertanian, bibit unggul secara gratis, serta menyediakan alat-alat penunjang untuk mempermudah pekerjaan para petani dan mendapatkan hasil maksimal untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Gagal panen atas tak stabilnya iklim seharusnya pemerintah bijak dalam mengatasi problem tahunan kenaikan harga. Bukan malah pasrah dan menyalahkan alam.

Justru hal ini sebagai muhasabah dan mulai berubah mencari solusi bersama demi kemaslahatan para petani. Hingga berswasembada secara mandiri. Bukan sebaliknya membiarkan hal itu terjadi dengan impor di negara lain. Disamping itu tentu saja kerja sama impor antar negara mempunyai syarat yang mungkin bisa menjebak negeri ini dan melemahkan kemandirian bangsa. Ketidak bijaknya pemerintah atas pengelolahan harga kebutuhan pokok naik sampai menjadi tradisi tahunan membuktikan bahwa lepas tanggung jawab untuk memuliakan rakyat serta menomor duakanduakan kemaslahatan rakyat. Tentu semua itu terjadi akibat fokusnya pemerintah memprioritaskan para kapitalis (pemilik modal). Atau pemerintah bagian dari itu yakni meraih keutungan dalam kesempitan. Alih-alih mencari solusi untuk mencukupi pangan, pemerintah justru melakukan impor dengan dalih mengatasi kelangkaan pangan.

Indonesia terkenal dengan lahan subur, banyak lahannya yang kosong akibat belum digarap. Sehingga permasalahan utama kelangkaan pangan adalah pemerintah yang tidak optimal dalam mengelola lahan, dan memberdayakan para petani. Islam lahir sebagai pedoman hidup yang mampu mengatasi semua peroblematika kehidupan yang dihadapi manusia. Hal ini sangat berbeda dengan islam sebagai agama yang paripurna, bukan hanya urusan soal ibadah semata. Maka Islam punya seperangkat aturan untuk memecahkan segala problematika kehidupan. Dalam paradigma negara Islam yang menerapkan syariah secara menyeluruh, Negara wajib memenuhi sandang, papan, dan pangan rakyat tanpa terkecuali. Jika saja terjadi kelangkaan pangan akibat dari faktor alam seperti gagal panen karena kekeringan atau bencana alam, maka umat wajib bersabar. Islam mewajibkan negara untuk mengatasinya dengan cara mencari supply ke daerah lain. Apabila seluruh wilayah dalam negeri langka, maka baru ambil kebijakan impor dari negara lain. Jadi, keputusannya tidak serta merta langsung impor tanpa memikirkan petani dalam negeri. Impor adalah pilihan terakhir.

Jika kelangkaan pangan akibat dari pelanggaran hukum syara, seperti penimbunan dan permainan harga. Maka, negara wajib menindaklanjuti, memberikan sanksi tegas yang memberi efek jera kepada pelaku pelanggaran, bukan hanya sekadar nasihat atau imbauan. Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, orang yang tidak mengerti hukum fikih bisnis dilarang melakukan bisnis. Kala itu pebisnis ada ujiannya terkait hukum syara. Hal ini dilalukan agar negara terhindar dari kegiatan kemaksiatan dalam bidang ekonomi. Pemerintah juga wajib memberikan perhatian kepada petani dan pengrajin peternakan, menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang hasil bumi serta memantau jalannya distribusi.

Dengan demikian, maka kelangkaan dapat diantisipasi, sehingga harga-harga tetap stabil. Maka, masyarakat dapat beribadah dengan tenang dan khidmat di bulan Ramadhan, tanpa ada kegaduhan karena mahalnya harga pangan. Bahkan dalam hal jual beli. Negara wajib melakukan kontrol terkait harga kebutuhan pokok di pasaran, namun meski demikian negara tidak mematok harga kebutuhan pokok di pasaran, semua itu di kembalikan kepada aqad penjual dan pembeli. Jika ada kecurangan yang terjadi seperti penimbunan barang, perselisihan antara pedagang dan pembeli, antara sesama pedagang, maka negara menugaskan qadhi hisbah (hakim pasar) dalam menangani hal tersebut. Bahkan qadhi hisbah selalu berkeliling pasar guna memastikan kondisi pasar dalam ke adaan stabil dan aman.

Begitu juga lahan-lahan kosong yang tidak di garap pemiliknya selama 3 tahun akan di ambil oleh negara, kemudian diberikan kepada siapapun yang bersedia menggarap/mengelola. Maka ketika dia menggarap lahan tersebut maka tanah itu menjadi hak miliknya selama dia menggarapnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati maka tanah itu adalah miliknya” (HR. Al-Bukhari), Inilah gambaran bagaimana Islam mengatasi problem terkait pemenuhan pangan serta mekanisme pasar untuk menciptakan kondisi yang stabil di tengah-tengah rakyat, guna menciptakan masyarakat yang tentram dan fokus dalam beribadah apalagi di bulan ramadan bukan justru sebaliknya pusing memikirkan kebutuhan hidup yang kian sulit Sudah saatnya kita kembali kepada aturan yang maha sempurna dengan menerapkan syariah secara menyeluruh dalam aspek kehidupan, karena hanya dengan itulah kemuliaan akan kita raih baik di dunia maupun di akhirat. Inilah cara Islam mengatasi problematika kenaikan harga kebutuhan pokok, Semua itu sudah terbukti selama 13 abad lamanya.
Wallaahu a’lam bissawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 41

Comment here